Just another story....

"Kenapa kau ingin berbuat seperti itu? Karena egomu atau karena elu ingin menjadikan Bara seperti elu..... Sang Ray yang tak terkalahkah, Make all woman felt like on the dreams and just for dumped in other day ?" Suara Airin terdengar sinis.
Ray tersenyum dengan kata kata Airin, menatap Airin dengan kalem tapi dengan Mata penuh kemenangan. Dan tiba tiba Airin tersadar bahwa Ray telah berhasil membuatnya emosi. Dia telah berlatih keras agar tak seperti wanita lain, mencoba dengan keras untuk memisahkan antara emosinya dan cara berpikirnya, Karena airin tahu sekali terbawa emosi elu, game is over. Karena lelaki seperti Ray akan memanfaatkan lubang EMOSInya untuk masuk ke dalam dirinya karena diapun mengunakan cara yang sama kepada lelaki, yaitu EGOnya. Airin dan Ray tampak berbicara, tapi sebenarnya mereka pun bermain catur.

Airin menarik napas yang panjang, mengendalikan dirinya lalu menatap Ray dengan tenang lagi.
"Baik kau menang,...." Kata Ray tiba tiba.
"Menang...?" Airin bingung dengan kata kata Ray.
"Gw sudah mulai tua, Rin. Tak selamanya gw suka dengan hal beginian"
"Lalu...." kembali lagi membuat Ray teka teka yang seperti strategi catur yang tak terbaca lagi.
Ray tersenyum, "Malah kadang kadang gw benci melakukan hal ini tapi tongkat estafet harus di dirikan, tongkat estafet harus di serahkan dari generasi ke generasi...."
Sebuah senyuman yang manis menghiasi bibir Airin, minimal dia tahu kemana arah pembicaraan Ray kali ini.
"Dan hanya pemenang sejati yang boleh memegangnya karena itu....."
"Karena itu Bara harus melewati semua batasan dari dirinya, menjadi seseorang yang elu inginkan?" sergah Airin
Ray memandang dengan tersenyum ke arah Airin, "Pintar....!"
..............
 
Airin terdiam, dugaannya benar Ray pasti melakukan sesuatu karena Ray tak pernah melanggar peraturannya sendiri. Tapi kali ini dia melanggarnya agar hanya untuk bisa menang dari Bara.
"Gimana kalau kita buat hal ini menjadi lebih menarik ?" Tiba tiba Airin berkata kepada Ray.
"Maksud?"
"Ya, Kita bertaruh, bagaimana reaksi Bara setelah hal ini. Apakah dia akan percaya dengan cinta atau akan menjadi seperti dirimu?"
"hmmm....." Ray cuma mengumam dan tampak berpikir.
"Jangan takut, elu boleh mengunakan cara apapun untuk mengubah Bara.... Cara apapun di perbolehkan, no rule.."
Ray masih terdiam.
"Jangan bilang elu nggak bisa melakukannya ? Ataukah aku terlalu berat untukmu?" sindir Airin.
Ray tersenyum mendengar kata kata Airin tapi masih tak berkata kata apa apa.
"Ayolah Ray, Elu Ray gitu loh...." Airin mengunakan nada anak muda. "Ray, Sang Bisikan Setan yang mampu membuat gadis malang percaya pada cinta, membuatnya jatuh cinta lalu dengan hati dingin dan tanpa perasaan meninggalkannya hanya untuk menangis demi ego elu. Poor girls..... and gw ingin sekali memakili para gadis itu dan bilang BRENGSEK lu, RAY..." Airin menyindir soal kemarin.
Ray kembali tersenyum, tapi kali ini dia berkata, "What is the price?"
Airin tersenyum akhir ada reaksi dari Ray dan berkata dengan nada dalam, "If I lose, I'll be yours for a week. If you lose, you must be mine for a week"
Ray tertawa kali ini dia tertawa sangat panjang. Airin mengerut keningnya, "Apanya yang lucu...".

"Kau benar benar seperti anak kecil yang tak mau kalah.... Apa artinya itu tadi..."
"Tentu tidak..." Kata Airin tapi anehnya kali ini dengan nada anak kecil yang sedang merajuk mempertahankan pendapatnya. "Jika elu kalah, gw akan pake emosi dan gw akan lakukan apapun yang elu mau. bahkan elu boleh mematahkan hati gw, jadi pembantu lu juga boleh..... Ini tawaran terbaik dari rivalmu, ray..."
"Dan kalau gw kalah....?"
"Elu akan menjadi milik gw selama seminggu"
"sebagai bonekamu ?"
"Bukan....."
"Bukan....???"
"Benar elu harus mengunakan perasaan elu, selama seminggu elu harus benar bener menjadi diri elu. No trick, no system"
Ray terdiam, Airin memang gila hampir semua hal pernah dia lakukan tapi perasaan. Hmmm... sesuatu yang sudah lama terlupakan dari diri Ray.
"Ayolah Ray, lagipula setelah ini elu akan mundur. Biarlah ini jadi taruhan terbesar dan terakhir bagi kita. As rival and.... As friend, ray.
"Gw emang brengsek, rin. Tapi selamanya gw blum pernah melakukan apapun yang merusak hubungan sebagai teman"
"Dari perkataan elu, elu seperti yakin kalau udah menang ?" Sindir Airin.
Ray kembali tertawa mendengar kata kata Airin. "Ray.....Elu udah pernah melanggar peraturan elu 1 kali, kenapa nggak untuk terakhir kalinya. Abis semua ini gw akan pergi ray, Mungkin gw nggak akan kembali ke Indonesia, gw mau ke Ausie. Married......"
Ray terpana kata kata Airin, Menikah??? Airin?? Dia nggak nyangka kalau Airin akan menikah, wanita independen, mapan dan pintar seperti dia akan menikah ?
"At least gw ingin kenangan indah bersama kalian semua sebelum semuanya gw akhiri......" Airin terdiam cukup lama " So, have a deal?"
Ray tersenyum kembali, dia tak bertanya Airin mau menikah dengan siapa? atau kapan?. Dia cuma mengacungkan tangannya dan menjabat tangan Airin, "Beat me!"

Ray dan Airin tertawa, saat itu Bara sudah kembali ke depan dengan berlarian, karena arista ( salah satu pegawai ray) dengan sewot dari belakang mengejarnya.... Ah.... apalagi yang di lakukan bajingan kecil ini pikir mereka berdua...



@ilalang yang baca secara anonymous... Well, this is not end , its just started...
 
@egha

kenapa sih elu tertarik ama cerita ini...., banyak yang baca tapi nggak ada yang kasih leppu...
nggak mau gw lanjutin ah... biar pada penasaran jadi seperti apakah bara saat ini.... *ngambek mode ON*


Sedikit prologue agar seseorang nggak penasaran seperti apakah Bara. dan siapakah yang menang. Airin sang Legenda penakluk laki laki, Cleopatra masa kini. Ataukah Ray sang Iblis romantis legendaris, Sang Cassanova.


Pagi hari....
Bara sudah bangun dan memotong rambutnya dengan rapi. His is back to his own nature.
Berpakaian Rapi, dan fashionable. ( sesuatu yang gw ingat dari bara adalah, kalau dia berdandan maka dia seperti berubah menjadi orang lain. )

"Mau kemana bar?" tanya airin yang masih mengenakan baby doll putih, terlihat seksi dengan kaki putih jenjangnya. Wajah matangnya yang tanpa make up, tapi yang paling menonjol adalah matanya, baik dia bangun tidur atau nggak matanya selalu jernih dan tenang, ciri khas dari wanita dewasa. ( Brengsek kalau bukan dia adalah Airin, udah pasti gw akan..... )
"Jalan ama Rindang..." Jawab Bara santai, tanpa menoleh ke arah Airin.
"Btw elu udah berkunjung ke makamnya si ******" tanya airin
"Udah....." Jawab bara kalem
"So......"
"Nggak kenapa napa ? Masa lalu adalah masa lalu bukan masa depan" Tiada perubahan dalam suara bara.
Airin langsung berubah bingung, kemana nada kekhawatiran dan ragu bara kemarin. Dia seperti orang lain, yang sangat dia kenal. Ray. Apa yang terjadi semalam, apakah Ray benar benar merubah kondisi bara dalam semalam, sedangkan dia sudah seminggu lebih baru berhasil membuat Bara sedikit menjadi berperasaan tapi Ray dalam semalam mampu merubah keraguan dalam hati Bara. Mau tak mau Airin terpaksa mengakui kalau Ray yang menang kali ini.

"Hei, jagoan... gimana kalau okta jadi milik gw?" Sebuah suara membuyarkan lamunan Airin.
Bara kali ini berbalik menatap Ray yang berdiri di belakang Airin.
"Kalau dia mau..." Bara mengambil napas sejenak "Ambil..." sambil nerusin packing pakaiannya, dia mau camping bersama Rindang.
Ray tertawa, "Nggak ada kata nggak mau selama dia mau ngobrol dengan gw. Ingat itu Bar..."
"Lalu...."
"Taruhan aja gimana ?"
Bara terdiam dengan kata kata Ray. Lalu berbalik menatap Ray dengan tenang lalu berkata, " Kalau elu sungguhan, dan harganya pantas... Cmon, lets fight. Tapi kalau elu cuma mancing gw. Nggak usah aja Ambil tuh okta kalau elu mau...."
Bara berbalik dan siap untuk melangkah pergi.
"Jadi elu udah nggak punya perasaan lagi ama okta " Kali ini Airin yang berkata.
Bara terhenti. Dia menarik napas dalam dalam, lalu berbalik dan tersenyum ke arah Airin, " Siapa yang bilang? Gw suka dia, dia fun, dia asik orangnya. Positive dan unik menjadi nilai plus buat dia. "
"Lalu kenapa elu bersikap seperti tidak suka padanya?"
"Kapan ?"
"Barusan" Nada suara Airin agak tinggi, tampaknya dia geram ama Bara.
"Ohhh, bukan artinya gw nggak suka ama Okta, tapi gw nggak bertarung untuk wanita"
"Jadi elu membiarkan aja dia di sakiti oleh orang lain, bahkan mungkin dia akan menangis dan terluka gara gara penjahat yang nggak bertanggung jawab itu"
"Hei... Penjahat yang nggak bertanggung jawab" Ray memotong perkataan itu.
"Sorri ray, no offense ya...." Kata Airin sambil tersipu.
"hahahahahhaaa, hubungan gw ama dia cuma teman. Hubungan gw ama dia adalah pure teman, suka karena dia tertawa, cara dia menunjukkan kebawelannya. Membuat gw ingin menelusuri seperti apakah dia sebenarnya, karena gw percaya dia blum menemukan seseorang yang bisa memahami dirinya dan menghargai dirinya. karena dalam matanya gw melihat luka yang tak tersembuhkan yang tertutupi oleh keceriaannya."
"Jadi elu membiarkan teman elu terluka gara gara ...hemmm penjahat itu..." Airin agak sedikit menurunkan nada suaranya.
"Hahahahahaa, ray nggak akan mencari mangsa ikan kecil, walaupun itu ikan yang menarik bagi Ray. Tapi Paus seperti elu lah yang membuat dia tertantang"
Mereka tertawa dengan kata kata Bara.
"Udah ahhh gw cabut dulu, entar di tungguin si Rindang"
Bara melangkah pergi meninggalkan Airin dan Ray yang menyaksikan ke arah pintu dimana Bara menghilang.

"Akhirnya kau yang menang lagi...." kata Airin memecah kesunyian"
 
Last edited:
Saat Bara kemarin bertanya kepada Ila. Salah satu teman bara via sms, Ila = teman gw, Bara. Dia bertanya apakah cerita yang ini perlukah bagi radiaku untuk melanjutkannya atau kah di buang... ?

Ila : Itu representasi riil perasaan elu ke pihak-pihak yang ada di real life?
Bara : Iya napa ?
Ila : aku ingin kau mengatakan padaku... state... siapa okta?
Bara : Apakah itu penting ?
Ila : Penting....?
Bara :kenapa bisa penting? aku tanya cerita bukan karakter?
Ila : *tidak menanggapi... nunggu kamu menyebut nama?*
Bara :" Okta itu adalah seseorang yang hampir mirip dgn seseorang dari masa lalu bara. Sifat yang paling dihargai Bara, karena dia berani meminta sesuatu kepada Bara."
Ila :"uhh ok..."
Bara : Nah katakan pendapatmu
Ila : "Bagus..."
Bara : aku menangkap nada cemburu disini... Aih... Baiklah aku tak akan tanya....
Ila : Cemburu.... ? kau tanya pendapatku tentang tulisanmu kan ? aku bilang bagus... kok jadi cemburu... :p
Bara : Aku suka caramu berbohong, membuat kamu tampak perasaannya. Btw apakah aku labil atau ada perasaan?
Ila : Setiap jiwa punya berlapis-lapis personality masing masing muncul bergantian membawa statementnya sendiri... itu sering menjadikan kita sesaat labil atau datar atau emosional.. atau yang lain....
Bara : So apakah cerita ini perlu gw lanjutin... ataukah gw biarkan teronggok di tepian sampah...
Ila : kenapa harus dibuang... ?

NB : Dari radiaku
Cerita ini khusus gw tuliskan atas permintaan elu. Karena elu teman bara. So Ila... Cerita ini untuk elu.... tapi besok ya... gw lagi capek mau nulis... hueheuheueeuhueee
 
Sedikit perkataan dan struktur akan cerita yang selanjutnya...

Sebenarnya cerita ini agak beda dan menyimpang, tapi nggak papalah biarkan cerita ini menjadi cerita perjalanan hidup Bara.

Dan dalam cerita kali ini atas request teman Bara, gw akan bercerita tentang Sepak terjang Bara. Dan all out. Akan gw ceritakan tanpa tedeng aling aling ( blak blakan ).

Abis dari jogja itu Bara akan membuat revenge kepada masa lalunya. Bukan untuk dendam itu sendiri, karena arti dendam itu sudah berbeda bagi bara.

Untuk alasan lain yaitu, Bara ingin tahu apakah dia sudah sanggup menghadapi masa lalunya yang menyakitkan yang lain. saat dia masih lemah dan terbutakan oleh keyakinannya sendiri akan cinta. Well, nggak ada yang bisa menyalahkan dia, Bara pun sama seperti kita manusia....

Kali ini adalah revenge.... wakakkaaaaaaa
 
Di luar, cirebon sedang di guyur hujan dengan deras, Radiaku masih merenung menatap notebooknya yang masih menyala, berpikir bagaimana memulai untuk menceritakan pertemuan Bara dengan Okta. Akhirnya jari jari tangannya telah mulai bergerak dengan sendirinya, dan bait demi bait tulisan telas terlukis dengan rapi dalam layar monitornya.



----------------------- # Prolog # ------------------------------------
Perasaan terkadang adalah gift yang paling besar yang pernah bisa di rasakan manusia. Tapi kadang perasaan itu bisa berwujud sakit atau marah atau yang lainnya tapi dengan begitu manusia baru bisa merasakan apa yang artinya hidup penuh warna, more live....

"hah... lu nggak ngapa ngapain si Okta ?" Teriak ray dari seberang sana mengalahkan suara Kereta api yang dengan santai melangkah maju dengan tenangnya.
"emang lu mau gw ngapain? " tanya Bara "
"tembak kek, atau apalah?"
"hhahahahahahaaa...." Suara tawa panjang dari Bara menjawab pertanyaan dari Ray.
"Ohhhh, elu ternyata kehilangan keberanian elu?" tusuk ray
"Benar pada awalnya karena entah kenapa rasa itu tiba tiba datang lagi" Bara mengakui.
"Hmm...." suara gumaman kecil datang dari Ray, bagaimanapun dia pernah mengalami perasaan yang sama.
"Jadi apakah elu akan berhenti disini? "
"Nope........." Jawaban singkat bara menutup pembicaraan itu.

//---- Jakarta
Kata pertama kali yang di denger Bara adalah suara cempreng yang menyapa kupingnya. "Eh Cumi, lama banget....". Okta, dialah wanita kedua yang berhasil mengugah perasaan bara yang tlah lama mati. Dan bertemuan pun berlanjut ke acara makan, karena dia sudah berjanji kepada Okta untuk mengajaknya makan itupun gara gara Okta pun hampir berang dan minta tanggung jawab ( duh blum apa apa udah minta tanggung jawab, repot.... ) gara gara bara yang telat datang, karena macet dan tersesat di kota jakarta yang begitu megah ini.

Bisa di bayangin khan Okta menunggu Bara lebih dari 4 jam, mulai jam 5 sore sampai jam 9.30 malam, itu semua tak lepas dari hasil karya kreatif bin muter si F, teman Bara. Karena terjebak dan terseret arus macet bagaimana caranya tahu tahu mereka hampir tiba di bekasi, "gila.. bekasi!! mau ngapain kita ke bekasi? Lu niat ke rumahnya anes ( salah satu DJ teman bara )." teriak Bara kepada temannya yang cuma ditanggapi dengan senyuman pasrah.

Dan Bara cuma bisa tersenyum mendengar kata kata Okta, dia nggak ingin berkata apa apa lagi.
 
Bara duduk dengan kursi portable menghadapi hutan liar yang blum pernah dia liat seumur hidupnya, hutan yang luar biasa luasnya dan entahlah apa namanya hutan ini dan tepatnya dia sendiri tak tahu dimana letaknya. Bara selalu tak mengurusi dimana dia berada, sekalipun di kolong jembatan dia pasti nggak peduli dan kebiasaan buruk itulah yang sering membuatnya tersesat. Dia cuma tahu saat dia pulang dari jakarta di tengah jalan di hadang oleh edward, seniornya murid pertama dari BA. "Olahraga" jawaban singkat dari Edward. Dan setelah perjalanan pesawat terbang kurang lebih 10 jam dan itu masih ditambah perjalanan dengan jeep selama 6 jam, dia telah sampai di tempat asing yang tak dia kenal.
Di belakangnya berdiri 69 pria bercawat dan berdandan sangat primitif dengan segala attribut perang mereka, tombak, pisau dari batu. Disini bahkan tak tersentuh oleh peradaban, kata Edward disini adalah tempat spesial yang pemerintah setempat pun tak boleh mendekat dan siapapun di larang untuk masuk.
Saat ini Bara layaknya pangeran dengan 69 pengawal primitif yang siap mati untuknya.

"Sttt......" suara berisik khas handy talki terdengar di telinga Bara. "Skor?" Suara singkat, tebal dan dalam menyapa dari handy talky.
"Hiromitsu ( Japanese names ), Edward ( Indonesian names ), mikhail ( russian names )" Jawab Bara singkat.
"Gggrrrr....." Suara geraman dari seberang sana mengakhiri pembicaraan itu. Bara tersenyum mendengar geraman khas Edward seniornya yang paling berbakat.
Bara membuka handy talky lagi di siarkan ke seluruh area. "Rampage code one, repeat! rampage code one" detik berikutnya terdengar 2 dengusan dari seberang sana.
Di kiri sampai kanan Bara terdapat Radio penerima handy talky, peta, dan daging di atas nampan kayu, dan 1 gentong berisi arak, yang jika di buka tutupnya cukup untuk membuat seseorang pemabuk pun jatuh pingsan.
Bara mengambil 1 potong daging lagi, ini sudah hampir piring ke 7nya, dia tak peduli dia juga tak ingin peduli jika daging yang dia makan adalah daging babi liar. Bara makan dengan tenang, 69 orang di belakangnya pun tampaknya tak peduli dengan kelakukan bara. Mereka memandang kedepan dengan serius seakan mereka akan menghadapi pertarungan luar biasa. Karena sehabis hal ini mereka akan diadakan ujian untuk menentukan posisi mereka dalam suku mereka.

Ketika Bara mengambil potongan keduanya. Dia melirik ke arah jam, lalu mengambil handy talkynya. Lalu ke semua gelombang dia berkata, "Death times, repeat! death time" dengan bahasa inggris yang nggak fluent banget. 3 kali jawaban dari handy talkynya.
Lalu Bara menjentikkan jarinya 2 kali, dan salah satu dari pria yang tampaknya berumur tapi sangat kekar dan masih bercahaya, mendekati Bara.
Bara berkata dengan singkat, sebuah code karena mereka cuma belajar bahasa inggris mereka hanyalah sekedar tahu saja. "Kahula, Prepare, its time" Lalu orang itu berbalik kearah orang orang yang menatapnya penuh antusias, dan berkata dalam bahasa yang tak terlalu di mengerti Bara, "hu bla bla bla" Bara tak mengerti dan tak ingin mengerti bahasa apa itu.
Anehnya perkataan itu di sambut dengan gegap gempita, sambil mengangkat senjata mereka. PERANG atau APA?
 
Last edited:
Ini harusnya nggak gw masukin disini karena ntar jalan ceritanya kacau, tapi ini adalah suratan hati bara just for Okta. Jadi abaikan yang ini lalu baca selanjutnya...

Surat untuk Okta

Terjadi hal hal yang di luar kehendakku di tahun depan, kadang kadang aku pun lelah untuk melangkah. Okta, I gonna missing you. Kadang kadang aku ingin berlari pergi darimu.
Semua impian dan tujuanku semula terancam hancur didepan mata, dan jikapun terjadi hal itu gw akan menyaksikan elu menghilang di antara sejuta lainnya musnah oleh kejamnya alam.

Gw merasa kehilangan arah, gw telah berhasil sampai di puncak ini. Uang, adalah salah satu tujuan gw agar gw mampu dengan bangga meminangmu wahai juwita. Bukan membelimu dengan uang, atau mengartikan perasaan ini dengan uang. Tapi sebagai pembuktian bahwa gw mampu membawa elu sebagai milik gw dengan usaha gw sendiri. Sebagai pemenang yang membawa pulang the prom queen.

Tapi apa artinya uang sekarang, sudah tak ada artinya lagi. I must go on, must live. Dulu Gw berlatih keras dan lebih keras lagi agar aku mampu mengambilmu dari cengkraman maut yang mengerogoti dirimu sedikit demi sedikit. Kadang kadang gw musti mati matian menahan keinginan untuk sekedar menelponmu, karena akan menganggu latihanku.

Sekarang aku harus mati matian latihan untuk mempertahankan hidupku sendiri dan menyaksikanmu berdiri menuju jalan yang aku tahu kemana akhirnya, karena semua kembali kepilihanmu sendiri.

So long okta, mungkin lombok akan menjadi terakhir kali kita bertemu, as a friend right....!!!!

aku memilih untuk hidup hari ini dan hari esok.

Suatu tempat di timur jauh, bersama angin
Bara
 
Last edited:
Dan cerita itu berakhir disini..... karena sudah tak ada yang perlu di ceritakan, 2 jalan berbeda yang harus ditempuh.
 
Bara duduk bersama radiaku dalam malam sepi, angin dengan kejam menerpa tubuh kurus mereka. Asap rokok sambung menyambung di antara mereka.

"Kenapa berhenti?" tanya radiaku ke arah bara.
Bara menghisap dalam dalam rokoknya dan menghembuskannya lagi. lalu berpaling ke arah radiaku dan berkata, " karena sudah tak ada lagi yang perlu di ceritakan"
"Kenapa?"
"tidak kenapa napa" keduanya terdiam dalam bisunya malam.

"Hmmm...." desah radia seperti mengerti. Bara adalah laki laki yang akan membela mati matian apapun yang berdiri dibelakangnya tapi okta telah memilih jalan yang lain.
"ceritakan kisahku saat aku berada di puncak nanti, saat aku telah benar benar menjadi jagoan" bara menepuk pundak radia dan beranjak pergi.

radia memandang punggung bara yang mulai menjauh, tiba tiba dia teringat perkataan seseorang, "seseorang dengan tujuan besar harus mampu menahan kesakitan dan kegelapan hatinya yang paling dalam"

kejab berikutnya radia terbangun dan melangkah menyusul bara.
 
Back
Top