Perkembangan Olahraga di Indonesia sebelum Merdeka

agen_pale

New member
SEJARAH OLAHRAGA DI INDONESIA SEBELUM MERDEKA bag. 1

Ketika bangsa Belanda untuk pertama kalinya menanamkan kekuasaannya di Indonesia, sejak saat itulah perkembangan bangsa Indonesia hampir dalams semua aek kehidupan di pengaruhi oleh bangsa Belanda. Demikian juga perkembangan dalam aspek keolahragaan, cabang-cabang olahraga yang berkembang adalah cabang olahraga yang dilakukan Belanda, termasuk ketika pada waktu bangsa Jepang menduduki Indonesia. Sementara jenis olahraga pribumi baru berkembang pesat ketika zaman kemerdekaan yang dalam tataran kebijakan dimasukan ke dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara pada jaman orde baru.

Perkembangan lebih lanjut, karena negeri Belanda sendiri berada di Eropa dan berada di bawah pengaruh Perancis, maka secara tidak langsung juga mempengaruhi perkembangan olahraga di Indonesia, sehingga akhirnya kita mengenal ada sistem olahraga Jerman, sistem olahraga Swedia, sistem olahraga Austria, dan juga Jepang. Dengan berkuasanya Belanda di Indonesia, terutama setelah Belanda mempunyai tentara yang banyak dalam rangka mempertahankan eksistensinya di Indonesia, maka kemudian terlihat masuknya olahraga di lingkungan kemiliteran. Meskipun olahraga sendiri sejak jaman Mesir Kuno dan Yunani Kuno sudah mulai menonjol, namun perkembangan di Eropa baru tampak sekitar abad pertengahan, yang kemudian juga menyebar dan berkembang di negeri Belanda, kemudian dibawa pula masuk ke Indonesia. Keolahragaan di Indonesia yang dibawa oleh Belanda sudah barang tentu sesuai dengan keadaan keolahragaan di negeri Belanda itu sendiri. Namun berkat kesadaran bangsa Indonesia akan kebudayaannya, meskipun beberapa tekanan dan paksaan dari pihak penjajah, kebudayaan asli bangsa Indonesia masih tetap dapat dipertahankan.

Sistem perkembangan olahraga di Indonesia pada masa penjajahan dipengaruhi oleh tiga sistem olahraga, yaitu ; sistem olahraga Jerman, sistem olahraga Swedia, dan sistem olahraga Austria. Ketiga akan dibahas sebagai berikut :

1. Sistem Olahraga Jerman

Perkembangan olahraga secara formal pada masa penjajahan diawali ketika pada permulaan abad ke-19, masuk dan berkembangnya sistem keolahragaan Jerman yang diciptakan oleh Johan Friedrich Guts Muhst (1759 – 1835) di negeri Belanda, dan dalam perkembangan selanjutnya masuk pula sistem olahraga Jerman lainnya yang dikembangkan oleh Jahn, Spiess dan Maul ke negeri Belanda.

Sebagai peletak dasar sistem Jerman Guts Muhst membagi latihan-latihan olahraga secara general. Menurutnya ada tiga kaidah penting yang harus di perhatikan, yaitu :

  1. Senam harus menyempurnakan peredaran darah dan memperkuat otot-otot dan syaraf-syaraf.
  2. Senam harus mempunyai faktor atau elemen kesukaran, dan
  3. Senam harus menambah keberanian dan ketangkasan bathin

Oleh karena itu, latihan-latihan olahraga harus juga lebih menantang dan mengandung bahaya. Sedangkan bentuk-bentuk latihan gerak dasar menurut Gust Muhst terdiri dari ; melompat, berlari, melempar, gulat, memanjat, keseimbangan, bermain tali, berenang, dan latihan panca indra.

Salah satu karya Guts Muhst yang terkenal adalah sebuah buku yang berjudul Gymnastic Fur die Jugend. Buku ini secara rinci mengkaji tentang permainan. Menurutnya, secara garis besar permainan mempunyai fungsi utama, yaitu :

  1. Fungsi rekreasi karena habis berlatih
  2. Menambah kegembiraan, kesehatan, dan mengembangkan sifat -sifat sosial.
  3. Memberi kesempatan kepada guru/pelatih untuk mengenal anak asuhnya secara lebih dekat untuk menciptakan suasana persaudaraan antara guru/pelatih dan anak asuhannya.

Ketika sistem Jerman ini masuk ke Belanda, dan Belanda saat itu sedang berkuasa di Indonesia, maka berbagai pengaruh ini mula-mula digunakan Belanda hanya di kalangan militer namun pada gilirannya masuk pula di sekolah-sekolah dan masyarakat Indonesia.

Beberapa pikiran pokok yang penting dalam olahraga sistem Jerman ini antara lain sebagai berikut :
  1. Olahraga sistem Jerman adalah sistem olahraga yang dikembangkan oleh Jahn, Spiess, dan Maul yang ide dasarnya merujuk pada sistem yang dikembangkan oleh Guts Muhst.
  2. Titik tolak kerja sistem Jerman adalah kemungkinan bergerak. Latihan-latihan olahraga yang diberikan kepada anak-anak kurang mengindahkan manfaat gerakan itu terhadap pelakunya. Karena itu, faktor-faktor paedagogis dan psikologis tidak diperhatikan sama sekali. Hal ini disebabkan karena latihan-latihan olahraga menurut sistem ini diciptakan untuk kalangan militer, dan tidak untuk anak-anak sekolah.
  3. Beberapa sifat gerakan pokok yang dapat dilihat pada sistem Jerman ini adalah : (a) latihan-latihan serta aba-abanya bersifat militer, (b) pelaksanaannya menghendaki keseragaman dan persamaan waktu,(c) latihan-latihan ditujukan kepada memperkuat otot-otot, (d) kebanyakan terdiri dari latihan-latihan statis, (d) dalam pelaksanaan latihannya diperlukan alat-alat khusus seperti ; still rings, paralel bars, rechstok dan sebagainya.
  4. Tanda-tanda penting dalam sistem Jerman ini antara lain : (a) Titik pangkalnya adalah latihan itu sendiri yang ditujukan kepada mempelajari gerak-gerak yang disebut latihan out, (b) Kepada yang akan melakukan latihan-latihan, diberikan gambaran dan penjelasan sehingga memudahkan dalam melakukannya, (c) Dalam memberikan latihan-latihan, sudah ada aba-aba pemberitahuan dan aba-aba pelaksanaan, (d) Semua gerakan harus memenuhi syarat-syarat bentuk, arah, dan aturan tertentu, (e)Sikap anggota badan selalu lurus dan arah antara kedua anggota badan (antara lengan kanan dan lengan kiri) selalu harus berjarak 45 derajat atau kelipatannya.
  5. Sistem pelajaran sistem Jerman terdiri atas : (a) Latihan di tempat, (b) Latihan bergerak maju, (c) Latihan dengan perkakas ditambah dengan latihan lompat dan permainan.

Demikianlah pokok-pokok pikiran olahraga sistem Jerman yang berkembang di Indonesia. Jika dicermati, karena sistem ini untuk pertama kalinya di khususkan untuk kalangan militer, maka dilihat dari sudut pendidikan dan ilmu kejiwaan sistem ini kurang dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, dalam perkembangannya sistem ini terdesak oleh sistem baru yang berkembang di Swedia dan kemudian disebut sistem Swedia.

bersambung… ke bag. 2

sumber : dok. pribadi Buku sejarah dan Filsafat Olahraga...
 
lanjutan...

SEJARAH OLAHRAGA DI INDONESIA SEBELUM MERDEKA bag. 2


Demikianlah pokok-pokok pikiran olahraga sistem Jerman yang berkembang di Indonesia. Jika dicermati, karena sistem ini untuk pertama kalinya di khususkan untuk kalangan militer, maka dilihat dari sudut pendidikan dan ilmu kejiwaan sistem ini kurang dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, dalam perkembangannya sistem ini terdesak oleh sistem baru yang berkembang di Swedia dan kemudian disebut sistem Swedia.

2. Sistem Olahraga Swedia

Ketika VOC bangkrut pada tahun 1799 M, pemerintah Belanda mengambil alih semua kekayaan dan kekuasaannya. Selanjutnya antara rahun 1811 – 1816 M, selama peperangan Napoleon pemerintah Belanda jatuh ke tangan Perancis dan kondisi ini menyebabkan Indonesia jatuh pula ke tangan Inggris. Perlawanan demi perlawanan serentak di lakukan antara lain oleh Pangeran Diponegoro (perang Jawa, 1835 – 1830) Cik Dik Tiro dan Teuku Umar (perang Aceh, 1873 – 1903), Imam Bonjol (perang Padri, 1830 – 1837) di Sumatera dan Sisingamangaraja (perang Batak, 1907), namun semua peperangan tersebut berhasil dipadamkan dan para pemimpinnya di penjara atau diasingkan.

Bersamaan dengan itu, masuk ke Indonesia sistem olahraga yang dikembangkan olah Per Hendrik Ling yang mula-mula dibawa oleh para perwira angkatan laut Belanda, Dr. H.P. Minkema. Sistem ini masuk pula ke sekolah-sekolah dan pada tahun 1919 – 1920 mulai diadakan kursus-kursus untuk guru-guru dan sekolah-sekolah dilengkapi perlengkapan latihan sistem Swedia tersebut.

Perbedaan pokok sistem Swedia dengan sistem Jermna terletak pada titik tolak kerjanya. Jika titik tolak kerja sistem Jerman adalah kemungkinan gerak, maka sistem Swedia didasarkan pada ‘Guna’ gerak. Setiap gerak harus jelas apa gunanya bagi tubuh terutama dilihat dari segi anatomi. Latihan yang tidak jelas gunanya dibuang dan tidak layak dberikan.

Ada empat macam latihan senam menurut sistem Swedia, yaitu sebagai berikut :
  1. Senam militer, dalam bentuk latihan ketangkasan dengan menggunakan alat, sehingga dapat menghadapi lawan. Tujuan latihannya diarahkan untuk membentuk keselarasan antara senjata dan pemakainua. Bentuk-bentuk latihan yang digunakan terdiri dari anggar, senapan bersangkur, dan tombak serta alat-alat lainnya. Latihan ini sebagai dasar di sekolah-sekolah militer di dunia hingga sekarang.
  2. Senam medis, dengan tujuan untuk meningkatkan kesehatan, penyembuhan, dan mengatasi gangguan-gangguan tubuh. Bentuk-bentuk latihannya terdiri atas massage dan latihan-latihan zaman kuno.
  3. Senam paedagogis, adalah latihan senam yang dilakukan sendiri dengan tujuan membentuk keselarasan organ tubuh.
  4. Senam estetis, dengan tujuan untuk melatih sikap dan gerak sebagai perwujudan pikiran, perasaan menuju keselarasan jiwa dan raga.

Kelemahan pokok sistem Swedia adalah kurang memperhatikan aspek-aspek psikologis, karena itu kurang diminati oleh anak-anak. Namun, begitu hal yang sesuai dengan semboyan pengembang sistem Swedia yang mengatakan bahwa “kami tidak memberikan apa yang disukai anak-anak, yang kami berikan adalah yang berguna bagi mereka”.

Sebagai pengembang sistem Swedia, pada bulan Januari dan Februari 1916, Minkema melakukan lawatan ke Stockhlom untuk mempelajari sistem senam di sana. Sejak bulan Maret 1916 ia bekerja pada sekolah senam dan olahraga “Koninklejke Marine” di Willem-soord negeri Belanda. Ia termasuk salah seorang yang dengan yakin menyetujui senam Swedia dan pengetahuannya tentang sistem ini secara mendalam. Sedangkan sistem Swedia masuk ke Indonesia pada tahun 1918 dibawa oleh Dr.H.P. Minkema.

Di Indonesia senam Swedia ini mulai dugunakan di sekolah senam dan sport militer yang dibuka di Bandung pada bulan Desember 1922. Pada awalnya sekolah di Bandung masih menggunakan lapangan olahraga dan gedung-gedung “Netherlands Indische Bond Voor Lichamelijke Opvoeding”. Sebagai direktur ditunjuk Kapten P. Eenhoorn dan dua orang instruktur yakni, Letnan G. Giebel dan Letnan Reinierse, keduanya merupakan lulusan Utrecht.
Pada tahun 1916, M.J. Juten Leeraar M.O pendidikan jasmani diangkat sebagai pegawai untuk pendidikan jasmani sekolah. Ia mulai berkenalan dengan sistem Swedia pada tahun 1918 pada kursus-kursus yang diadakan oleh Dr. Minkema di Malang, dan bersama Dr. Nieuwenhuis berhasil mempertahankan sistem ini pada dewan pengajaran, sehingga dewan ini memberikan nasihat kepada Dr. Creutzberg (direktur Departemen Pengajaran dan Ibadat, saat itu) untuk mengganti sistem Jerman yang dipakai saat itu dengan sistem Swedia. Dengan demikian senam Swedia secara resmi ditetapkan untuk diberikan di berbagai sekolah di Indonesia. Pada tahun 1919 – 1920 kepada guru-guru yang mengajarkan senam di Kweelschool dan sekolah normal, diberikan kursus-kursus waktu liburan mengenai sistem baru itu, sedang ruang-ruang senam pada sekolah-sekolah itu di lengkapi dengan peralatan senam Swedia.

Untuk lebih memperjelas tentang sistem Swedia ini, beriku dideskripsikan pokok-pokok penting sistem Swedia, yaitu sebagai berikut :
  1. Sistem Swedia diciptakan dan dipelopori oleh Per Hendrik Ling
  2. Dasar dari sistem Swedia ini adalah susunan tulang-tulang dan otot, serta kerjanya alat-alat tubuh (anatomi dan fisiologi). Jadi dasarnya adalah manfaat dari gerakan-gerakan itu bagi tubuh.
  3. P.H. Ling menyusun sistemnya karena melihat bahwa rakyat Swedia pada waktu itu menderita kerusakan badan, dan dimaksudkan untuk memperbaiki kesehatan dan sikap badan rakyat Swedia.
  4. Sistem Swedia masih belum memperhatikan aspek paedagogis dan psikologis. Hal ini didasari oleh paham Ling yang menyatakan bahwa sistem Swedia tidak memberikan apa yang diinginkan oleh anak-anak, tetapi apa yang berfaedah dan bermanfaat bagi anak.
  5. Sistem Swedia membedakan empat macam senam, yaitu : (a) Senam militer yang menekankan pada kekuatan, kelincahan bergerak dan kemampuan untuk menahan ketegangan (b) Senam medis yang berhubungan dengan kemungkinan bagi mereka yang lemah, melalui latihan-latihan, (c) Senam paedagogis yang ditujukan untuk mengembangkan potensi-potensi bawaan dari tubuh, (d) Senam estetis yang melaksanakan sikap dan gerak sebagai pernyataan atau ungkapan perasaan, emosi, dan pikiran.
  6. Pada sistem Swedia terdapat alat-alat yang spesifik antara lain bangku Swedia, jenjang, peti lompat, balok keseimbangan, tambang/tali untuk latihan bergantungan, kuda-kuda, gelang-gelang, dan pelana
  7. Susunan pelajaran menurut sistem ini terdiri atas : (a) latihan pendahuluan, (b) latihan inti, dan (c) latihan penutup.

Sifat-sifat dan tanda-tanda yang terdapat pada sistem Swedia antara lain :

  • Semua latihan dipertanggungjawabkan secara anatomis dan fisiologis
  • Pada waktu melakukan latihan diutamakan sikap yang baik dan juga cara melakukannya
  • Setiap pembelajaran mempunyai pembagian latihan yang tetap dan tertentu
  • Alat-alat yang digunakan, dimaksudkan untuk memberikan faedah dari gerakan
  • Latihannya tidak memberikan kegembiraan karena untuk hidup.
Seperti halnya sistem Jerman, kelemahan pokok sistem Swedia adalah kurang memperhatikan aspek-aspek psikologis atau aspek kejiwaan, karena itu kurang diminati oleh anak-anak. Karena kelemahannya inilah sistem Swedia pun terdesak oleh sistem Austria.

bersambung ke bag. 3

sumber : dok. pribadi "Buku Sejarah dan Filsafata Olahraga"
 
lanjutan bagian 3 (terakhir)

PERKEMBANGAN OLAHRAGA JAMAN AUSTRIA


Bersamaan dengan perkembangan di negeri Belanda, setelah perang dunia ke-1 (1914 – 1918), masuklah sistem Austria. Sistem Austria diciptakan oleh Dr. Karl Gaulhofer dan Dr. Margarete Streicher, didorong oleh keadaan anak-anak akibat perang yang memerlukan perubahan pendidikan. Sistem Austria berpangkal pada anak “Von Kinde Aus” dengan memperhatikan aspek paedagogis dalam menyajikan latihan-latihannya. Latihan disusun secara sistematik dengan kategori berjenjang ; normalisasi, pembentukan prestasi dan seni gerak. Setiap latihan harus mempunyai bentuk dan isi. Bentuk ditentukan oleh keadaan tubuh dan kemampuan, sedangkan isi memberikan arti dari latihan yang diberikan. Setiap pelajaran disusun menurut urutan tertentu yang dimulai dengan latihan-latihan pendahuluan sebagai pemanasan fisik dan mental untuk menghadapi latihan yang sesungguhnya setelah pendahuluan. Latihan yang sesungguhnya atau latihan inti disusun berurut sesuai dengan sistematikayg diakhiri dengan latihan-latihan penutup sebagai penenang, agar anak-anak dapat kembali ke dalam kelas dengan tertib.
Ada enam prinsip pokok dari sistem Austria yaitu sebagai berikut :
  1. Sistem ini diciptakan dan dipelopori oleh Dr. Karl Gaulhofer dan Dr. Margarete Streicher.
  2. Sistem ini didasari oleh pandangan bahwa dalam pendidikan itu tidak ada dinding pemisahnya, sehingga hanya ada satu pendidikan, yang meliputi manusia sebagai suatu pendidikan. Jadi tidak mungkin ada pendidikan moral, pendidikan intelek dan sebagainya.
  3. Sistem ini tidak berpangkal pada bulan latihan, tetapi sebaiknya berpangkal pada anak yang akan diberikan latihan. Oleh karena itu segi-segi pendidikandan kejiwaan anak memegang peran penting, sehingga pelajaran yang diberikan pada anak itu hanya merupakan alat saja untuk membentuk individu. Latihan fisik itu disatu padukan dengan isi yang berbobot perasaan, intelek, kejiwaan dan sikap lahir yang serasi dengan batin.
  4. Faktor-faktor anatomi, fisiologis, dan kesehatan juga diperhatikan dalam membuat sistem ini, dan dalam membuat jenis-jenis latihannya.
  5. Jenis senam yang dilakukan oleh mereka diberi keterangan “alamiah”, karena semua keserasian tersebut, terdapat pada alam. Oleh karena itu, senamnya diusahakan mendekati alam. Sikap alamiah ini ditentukan oleh tiga komponen, yaitu (a) bentuk, yang dipengaruhi oleh bentuk badan dan keadaan perototan, (b) perbuatan, yang berisi kemampuan berbuat atau berprestasi, (c) isi, yang ditentukan oleh kecerdasan dan keadaan batin.
  6. Susunan jam pelajaran dibagi sebagai berikut : (a) latihan pendahuluan, sebagai pengantar dan pemanasan, (b) latihan inti, yang terdiri atas latihan-latihan togok, keseimbangan, kekuatan, dan ketangkasan, jalan dan lari, serta lempar dan lompat, (c) latihan penenangan, yang merupakan latihan penutup.
Masuknya sistem Austria ke Indonesia tidak lepas dari berubahnya haluan negeri Belanda dalam bidang keolahragaan. Sistem yang timbul setelah perang dunia tahun 1914 – 1918 disebabkan karena dorongan dan keinginan untuk mengadakan pembaharuan pendidikan itu, akhirnya meluas tersebar di Eropa termasuk negeri Belanda. Karena sistem Austria ini sesuai dengan kemajuan jaman, maka sampai berakhirnya penjajahan Belanda di Indonesia, sistem tersebut tetap digunakan di sekolah-sekolah , bahkan guru-guru yang dididik antara tahun 1950 – 1960 masih menerima pelajaran sesuai dengan gagasan Gaulhofer dan Streicher. Selain sekolah senam dan sport militer di Bandung (1922), sebelum perang dunia II di Surabaya juga didirikan suatu lembaga pemerintah untuk mendidik guru-guru olahraga yaitu Gemeentelijk Institut Voor Lichamelijke Opvoeding (GIFLO), dan pada tahun 1941 didirikan pula suatu lembaga untuk mendidik guru-guru pendidikan jasmani Academisch Intitut Voor Lichamelijke Opvoeding (AILO) di Surabaya.

Cabang olahraga yang populer dan digemari oleh masyarakat belum banyak jumlahnya, yang menonjol pada waktu itu adalah sepak bola, bola keranjang, tenis, tinju, dan renang. Pada waktu itu, olahraga digunakan sebagai sarana untuk memelihara semangat nasionalisme bangsa Indonesia. Misalnya untuk menandingi Netherlands Indische Voetbal Unie (NIVU) didirikan Persatuan sepak Bola Indonesia (PSSI) oleh bangsa Indonesia yang hingga kini terus melaksanakan kegiatannya.

Kekuasaan Belanda berakhir dengan datangnya Jepang pada perang dunia ke-2. Jepang mencoba menarik simpati rakyat untuk bersama-sama mendirikan Asia Timur Raya yang bebas dari penjajahan bangsa barat. Rakyat diajak ikut serta mendukung tentara Jepang dalam perangnya melawan Sekutu. Jepang membuka perang terhadap Amerika Serikat dengan mengadakan pengeboman terhadap Pearl Harbour (Hawai) pada tanggal 8 Desember 1941. Setelah pemboman dilakukan, baru Jepang menyatakan perang secara resmi. Hindia Belanda sebagai sekutu Amerika Serikat mengumumkan pula perang terhadap Jepang, lima jam setelah peristiwa tersebut. Jepang bergerak masuk Asia Tenggara dangan taktik gerak cepat, yang sasarannya adalah Vietnam, Muangthai, Malaya, Philipina, dan Hindia Belanda. Kekuatan Amerika Serikat dengan sekutunya Inggris, Belanda, dan Australia dipusatkan di pulau Jawa.

Perkembangan olahraga saat itu di masyarakat kurang intensif karena kondisi sosial ekonomi yang sangat menekan kehidupan rakyat sehari-hari. Bahkan organisasi induk cabang olahraga yang ada juga pada umumnya hidup tersendat-sendat. Kemudian Jepang berusaha membangkitakan semangat olahraga dengan mendirikan federasi baru dengan nama “Tai Iku Kai” yang diawasi langsung dan kemudian nama ini diganti dengan Gerakan Latihan Olahraga Rakyat (GELORA). Pembinaan wasit maupun pelatih untuk berbagai cabang olahraga ada, tetapi untuk sekolah, guru-guru olahraga dipersiapkan seperlunya. Alat-alat sangat minim dan pada umumnya fasilitas olahraga tidak bertambah, karena segala daya dan dana diarahkan untuk keperluan pertahanan tentara “Dai Nippon” (Jepang).

Melalui pendidikan olahraga di sekolah, para siswa belajar baris berbaris, perang-perangan dengan senapan bersangkur (tiruan) dan latihan fisik lainnya yang berat dan termasuk gotong royong, menggali lubang -lubang perlindungan, membuat lapangan terbang, dan sebagainya. Demikian pula latihan-latihan disiplin baik di sekolah maupun pada berbagai latihan yang diberikan orang Jepang kepada kelompok-kelompok tertentu membentuk pemuda Indonesia menjadi pemuda yang mempunyai daya tahan tinggi dan siap menghadapi berbagai kesukaran. Hal inilah yang menguntungkan dan sangat membantu manakala bangsa Indonesia menghadapi Belanda yang ingin menjajah kembali.

the end​
 
Udah non waktu posting bag. 1, tapi kalo mau di kirim lagi ga apa2 koq non, dgn tangan terbuka aku menerimanya he...he...he...
 
Back
Top