Kalina
Moderator
Per 1 April, Losisi Puger Ditutup
JEMBER - Lokalisasi (losisi) Puger bakal segera tinggal nama. Sebab, pada 1 April mendatang Pemkab Jember akan menutup total aktivitas kawasan prostitusi terbesar di Jember itu. Solusinya, pemkab akan memberikan pembekalan keterampilan kepada para pekerja seks komersial (PSK) di tempat itu.
"Memang benar losisi Puger akan segera ditutup pada 1 April mendatang," kata HM. Fadallah, Asisten II Pemkab Jember, kemarin. Bahkan, Bupati MZA Djalal telah menyampaikan rencana penutupan losisi Puger dalam acara Dialog Solutif Bedah Potensi Desa di Sukorambi, belum lama ini.
Dia menjelaskan, pada 2002 bupati Jember menerbitkan keputusan yang menetapkan losisi Puger diubah status menjadi Tempat Pelayanan Sosial Transisi (TPST). Status sebagai TPST hanya diberi waktu selama tiga tahun. Setelah tiga tahun, losisi Puger harus ditutup total.
Kini jangka waktu tiga tahun itu telah terlewati. Seharusnya, pada 2005 losisi pengganti Kali Putih itu sudah ditutup. Saat status losisi Puger menjadi TPST, lanjut Fadallah, diharapkan losisi itu akan sepi pengunjung. Tapi yang terjadi justru sebaliknya, pengunjung meningkat pesat. "Karena sudah lima tahun, pemkab segera mengambil tindakan tegas untuk menutup total segala aktivitas di losisi tersebut," tukasnya.
Dari pendataan yang dilakukan Pemkab Jember, jumlah PSK di losisi Puger saat ini mencapai 169 orang dengan jumlah mucikari sekitar 46 orang. Menariknya, dari 169 PSK itu, yang asli warga Jember hanya 20 orang. Sedangkan sisanya kebanyakan dari daerah di luar Jember.
Terkait dengan penutupan itu, sambung dia, pemkab telah membuat beberapa tahapan. Yang pertama memulangkan para PSK yang berasal dari luar Jember. "Bekerja sama dengan Dinas Sosial di mana para PSK itu berasal, mereka akan dipulangkan ke daerah asalnya," tuturnya.
Sedangkan 20 PSK yang berasal dari Jember, menurut dia, Pemkab Jember akan diberikan pembekalan keterampilan kerja sehingga tidak lagi berprofesi sebagai PSK. Setelah mendapat keterampilan kerja, mereka bakal diberi modal untuk hidup mandiri.
Soal nasib para mucikari, Pemkab Jember akan memikirkan setelah nasib para PSK teratasi. Setelah penutupan losisi Puger, pemkab menargetkan, sebulan kemudian 17 titik yang selama ini menjadi kawasan prostitusi liar akan segera menyusul untuk ditutup pula.
Menanggapi rencana penutupan losisi tersebut, Didik Wahyudi, ketua RW di losisi Besini Puger mengakui, pihaknya tak akan bisa membantah keinginan pemkab. Namun demikian, pihaknya menginginkan adanya solusi yang benar-benar konkret. "Kami tidak minta ganti rugi, tapi ganti untung. Harus ada jaminan bahwa akan ada solusi bagi kebaikan bersama. Karena rencana pembinaan seperti itu sejak dulu selalu gagal dan tak pernah menghasilkan manfaat yang jelas," tuturnya.
Gagalnya program semacam itu, kata dia, bukannya disebabkan para PSK yang menolak atau enggan mengikuti pembinaan, melainkan karena pihak pemkab yang tak konsisten dengan programnya. Menurut Pak Yit, pemilik kamar 07, tahun 2005 sudah ada program pembinaan semacam itu dengan memberikan pelatihan bordir, rias kecantikan, dan menjahit.
Program itu direncanakan akan dilakukan selama tiga bulan dan kalau PSK lulus akan mendapat bantuan modal berupa mesin jahit. "Tapi kenyataannya mereka yang mblendes. Bukannya PSK yang nggak mau pembekalan, malah senang, tapi mereka yang menghilang. Akhirnya ya nggak ada manfaatnya. Dan PSK kembali lagi ke pekerjaannya," jelasnya.
Lagipula, tambah dia, dia juga meralat pernyataan Bupati Djalal yang mengatakan jumlah PSK asli Jember bukan 20 orang. Melainkan sepertiga dari total 169 PSK teregistrasi yaitu sekitar 60 PSK lebih. Sedangkan sisanya berasal dari kota lain, bahkan dari luar pulau.
Sementara itu langkah Pemkab Jember untuk menutup losisi tersebut disambut positif kalangan DPRD Jember. Menurut Ketua DPRD Jember HM Madini Farouq, penutupan losisi Puger merupakan amanat dari Perda TPST Puger. "Dalam perda, tiga tahun TPST harus ditutup. Karena sudah lebih dari tiga tahun, maka wajar jika pemkab menutupnya," ujarnya.
Terkait dengan banyaknya PSK yang berasal dari luar Jember, Gus Mamak -sapaan akrab Madini Farouq- menilai, hal itu wajar saja. Sebab, warga Jember yang malu berprofesi sebagai PSK, memilih tempat di luar kota. Begitu pula PSK dari luar kota yang malu beroperasi di daerah asalnya, memilih Jember sebagai tempat operasi.
Hanya, dewan minta agar kebijakan itu disertai solusi yang bijaksana. Terlepas losisi Puger dicap negatif, harus diakui banyak pihak yang ikut mengais rezeki dari losisi Puger. Misalnya, dengan membekali keterampilan dan modal bagi para PSK sehingga bisa mengais rezeki yang halal.
Rencana Pemkab Jember untuk menutup losisi Puger ini disambut baik oleh para kiai. Menurut KH Hamid Hasbullah, ketua Lajnah Pembinaan Akhlak Islami (LPAI) Jember, para kiai sejak lama menginginkan Losisi Puger segera ditutup. "Syukur alhamdulillah kalau memang segera ditutup. Itu memang yang kami harapkan sejak dulu," ujarnya.
Namun, Gus Hamid -panggilan akrabnya-meminta agar pemkab juga memberikan pembekalan keterampilan kerja pada para PSK sehingga bisa mandiri tanpa harus kembali ke lembah hitam. "Kami para kiai sangat siap jika dibutuhkan tenaga untuk membimbing mental spiritual para PSK itu," tegasnya.
JEMBER - Lokalisasi (losisi) Puger bakal segera tinggal nama. Sebab, pada 1 April mendatang Pemkab Jember akan menutup total aktivitas kawasan prostitusi terbesar di Jember itu. Solusinya, pemkab akan memberikan pembekalan keterampilan kepada para pekerja seks komersial (PSK) di tempat itu.
"Memang benar losisi Puger akan segera ditutup pada 1 April mendatang," kata HM. Fadallah, Asisten II Pemkab Jember, kemarin. Bahkan, Bupati MZA Djalal telah menyampaikan rencana penutupan losisi Puger dalam acara Dialog Solutif Bedah Potensi Desa di Sukorambi, belum lama ini.
Dia menjelaskan, pada 2002 bupati Jember menerbitkan keputusan yang menetapkan losisi Puger diubah status menjadi Tempat Pelayanan Sosial Transisi (TPST). Status sebagai TPST hanya diberi waktu selama tiga tahun. Setelah tiga tahun, losisi Puger harus ditutup total.
Kini jangka waktu tiga tahun itu telah terlewati. Seharusnya, pada 2005 losisi pengganti Kali Putih itu sudah ditutup. Saat status losisi Puger menjadi TPST, lanjut Fadallah, diharapkan losisi itu akan sepi pengunjung. Tapi yang terjadi justru sebaliknya, pengunjung meningkat pesat. "Karena sudah lima tahun, pemkab segera mengambil tindakan tegas untuk menutup total segala aktivitas di losisi tersebut," tukasnya.
Dari pendataan yang dilakukan Pemkab Jember, jumlah PSK di losisi Puger saat ini mencapai 169 orang dengan jumlah mucikari sekitar 46 orang. Menariknya, dari 169 PSK itu, yang asli warga Jember hanya 20 orang. Sedangkan sisanya kebanyakan dari daerah di luar Jember.
Terkait dengan penutupan itu, sambung dia, pemkab telah membuat beberapa tahapan. Yang pertama memulangkan para PSK yang berasal dari luar Jember. "Bekerja sama dengan Dinas Sosial di mana para PSK itu berasal, mereka akan dipulangkan ke daerah asalnya," tuturnya.
Sedangkan 20 PSK yang berasal dari Jember, menurut dia, Pemkab Jember akan diberikan pembekalan keterampilan kerja sehingga tidak lagi berprofesi sebagai PSK. Setelah mendapat keterampilan kerja, mereka bakal diberi modal untuk hidup mandiri.
Soal nasib para mucikari, Pemkab Jember akan memikirkan setelah nasib para PSK teratasi. Setelah penutupan losisi Puger, pemkab menargetkan, sebulan kemudian 17 titik yang selama ini menjadi kawasan prostitusi liar akan segera menyusul untuk ditutup pula.
Menanggapi rencana penutupan losisi tersebut, Didik Wahyudi, ketua RW di losisi Besini Puger mengakui, pihaknya tak akan bisa membantah keinginan pemkab. Namun demikian, pihaknya menginginkan adanya solusi yang benar-benar konkret. "Kami tidak minta ganti rugi, tapi ganti untung. Harus ada jaminan bahwa akan ada solusi bagi kebaikan bersama. Karena rencana pembinaan seperti itu sejak dulu selalu gagal dan tak pernah menghasilkan manfaat yang jelas," tuturnya.
Gagalnya program semacam itu, kata dia, bukannya disebabkan para PSK yang menolak atau enggan mengikuti pembinaan, melainkan karena pihak pemkab yang tak konsisten dengan programnya. Menurut Pak Yit, pemilik kamar 07, tahun 2005 sudah ada program pembinaan semacam itu dengan memberikan pelatihan bordir, rias kecantikan, dan menjahit.
Program itu direncanakan akan dilakukan selama tiga bulan dan kalau PSK lulus akan mendapat bantuan modal berupa mesin jahit. "Tapi kenyataannya mereka yang mblendes. Bukannya PSK yang nggak mau pembekalan, malah senang, tapi mereka yang menghilang. Akhirnya ya nggak ada manfaatnya. Dan PSK kembali lagi ke pekerjaannya," jelasnya.
Lagipula, tambah dia, dia juga meralat pernyataan Bupati Djalal yang mengatakan jumlah PSK asli Jember bukan 20 orang. Melainkan sepertiga dari total 169 PSK teregistrasi yaitu sekitar 60 PSK lebih. Sedangkan sisanya berasal dari kota lain, bahkan dari luar pulau.
Sementara itu langkah Pemkab Jember untuk menutup losisi tersebut disambut positif kalangan DPRD Jember. Menurut Ketua DPRD Jember HM Madini Farouq, penutupan losisi Puger merupakan amanat dari Perda TPST Puger. "Dalam perda, tiga tahun TPST harus ditutup. Karena sudah lebih dari tiga tahun, maka wajar jika pemkab menutupnya," ujarnya.
Terkait dengan banyaknya PSK yang berasal dari luar Jember, Gus Mamak -sapaan akrab Madini Farouq- menilai, hal itu wajar saja. Sebab, warga Jember yang malu berprofesi sebagai PSK, memilih tempat di luar kota. Begitu pula PSK dari luar kota yang malu beroperasi di daerah asalnya, memilih Jember sebagai tempat operasi.
Hanya, dewan minta agar kebijakan itu disertai solusi yang bijaksana. Terlepas losisi Puger dicap negatif, harus diakui banyak pihak yang ikut mengais rezeki dari losisi Puger. Misalnya, dengan membekali keterampilan dan modal bagi para PSK sehingga bisa mengais rezeki yang halal.
Rencana Pemkab Jember untuk menutup losisi Puger ini disambut baik oleh para kiai. Menurut KH Hamid Hasbullah, ketua Lajnah Pembinaan Akhlak Islami (LPAI) Jember, para kiai sejak lama menginginkan Losisi Puger segera ditutup. "Syukur alhamdulillah kalau memang segera ditutup. Itu memang yang kami harapkan sejak dulu," ujarnya.
Namun, Gus Hamid -panggilan akrabnya-meminta agar pemkab juga memberikan pembekalan keterampilan kerja pada para PSK sehingga bisa mandiri tanpa harus kembali ke lembah hitam. "Kami para kiai sangat siap jika dibutuhkan tenaga untuk membimbing mental spiritual para PSK itu," tegasnya.