Bagaimana Mengukur Rasa Cinta Kita Kepada Pekerjaan?

xraith

New member
Kepada kita selalu dikatakan untuk mencintai pekerjaan. Sebab katanya, jika kurang mencintai pekerjaan yang kita miliki, maka tidak mungkin kita bisa mengoptimalkan potensi diri yang ada dalam diri kita. Nasihat ini sungguh masuk akal. Sebab, tidaklah mungkin bisa bersungguh-sungguh mencurahkan 100% kemampuan yang kita miliki untuk mengerjakan sesuatu yang tidak kita cintai. Tantangannya sekarang adalah; bagaimana mengukur rasa cinta kita kepada perkerjaan? Tahukah anda?

Hari jum’at pekan silam saya berkunjung kekantor seorang tokoh pengusaha sukses, sekaligus penulis buku best seller, dan trainer terkemuka yang sangat saya hormati. Beliau membekali saya dengan gift berupa tas yang didalamnya berisi brosur tentang salah satu bidang usaha pengembangan sumber daya manusia yang dikelolanya. Karena isinya cukup banyak, maka saya memutuskan untuk membaca informasi yang ada didalamnya sedikit demi sedikit. Satu demi satu modul dan majalah yang ada saya baca. Sampai pada akhirnya, saya mengeluarkan satu-satunya majalah yang masih tersisa didalam tas itu. Dan, dihadapan saya sekarang ada majalah tentang teknologi dan perkembangan dunia komputer.

Tidak seperti buku dan majalah referensi lain dalam paket itu, majalah komputer tersebut masih dibungkus plastik, layaknya benda pajangan di rak toko buku. Padahal, dalam diri saya tumbuh sebuah sistem nilai; ‘orang yang berhak membuka pembungkus buku adalah sang pemiliknya saja’. Jadi kalau anda bukan pemiliknya, maka anda tidak berhak untuk membuka plastik pembungkus majalah itu; kecuali atas seijin pemiliknya.

Dalam obrolan kami diruang kerjanya, saya memang mendapatkan ‘tambahan’ majalah bertema keluarga yang diberikan secara khusus mengingat didalamnya ada liputan tentang keluarga beliau. Jadi, majalah itu bukanlah paket standard gift perusahaan. Oleh karena itu, ketika saya menemukan majalah komputer tadi, maka langsung saya bepikir; “Ya Tuhan, Beliau membeli majalah ini untuk dibaca dan secara tidak sengaja terbawa oleh saya.” Lalu, saya bergegas ke kantor pos, dan mengirimkan majalah itu kembali dengan sepucuk surat berisi permohonan maaf. Dua hari kemudian, saya mendapat SMS dari beliau yang mengatakan bahwa majalah itu memang termasuk kedalam paket yang diberikan kepada saya!

Betapa noraknya saya ini, bukan? Tetapi, kenorakan yang memalukan itu terbayar lunas ketika saya teringat bahwa pada cover majalah komputer itu ada sebuah poster film animasi yang fenomenal. Anda bisa menebak film apa itu? SpongeBob. Ya, SpongeBob SquarePants. Anda suka menonton film itu? Saya menyukai saat-saat menikmati tayangannya bersama anak-anak.

Kembali kepada pertanyaan kita diatas; bagaimana mengukur rasa cinta kita kepada perkerjaan? Mungkin kita bisa mempertimbangkan untuk bertanya kepada SpongeBob. ‘Ayolah, jangan bercanda!” barangkali anda berpikir begitu. Tidak. Saya tidak sedang bercanda. Saya kira SpongeBob bisa mengajari kita tentang rasa cinta kepada pekerjaan. Saya tahu; tidak ada jaminan bahwa SpongeBob bisa memberikan jawaban eksak tentang cara mengukur dan alat ukurnya. Tetapi, SpongeBob bisa menunjukkan kepada kita bagaimana semestinya kita mencintai pekerjaan.

Ada banyak hal dalam kehidupan yang membuat SpongeBob sedih, kesal, atau marah. Dia bisa menangis tersedu-sedu karenanya. Lalu memelintirkan tubuhnya untuk memeras semua airmata yang dimilikinya agar terkuras habis. Dan, setelah pori-pori spon pada tubuhnya kehabisan air; dia segera tertawa kembali sambil menunjukkan gigi depannya yang besar-besar dan jarang. Begitulah SpongeBob. Dia bisa segera tertawa kembali; dan menemukan hidupnya, kembali normal. Namun demikian, tahukah anda bahwa ada satu hal didunia ini yang bisa membuat SpongeBob bersedih tanpa henti? Tahukah anda apa itu? Itu adalah saat dimana Tuan Krabs memintanya untuk berhenti bekerja. Ketika itulah SpongeBob bersedih alang kepalang, sehingga Patrick si bintang lautpun tidak dapat menghiburnya.

Anda boleh bilang; “Ya kalau itu sih bukan cuma SpongeBob. Gue juga bakal sedih betul kalau sampai diberhentikan dari pekerjaan!” Mungkin sama. Mungkin juga tidak. Sama, karena kebanyakan orang yang terkena PHK merasa bersedih. Kebanyakan: tidak semua. Sebab, ada saja yang malah senang mendapatkan paket PHK, bukan?. Tapi, pada umumnya orang bersedih jika di-PHK. Sponge bob juga bersedih. Jadi, itu adalah hal yang lumrah. Tetapi tidak sepenuhnya sama, karena kesedihan SpongeBob berbeda dengan kesedihan kita kalau kena PHK.

Kita, jika kena PHK bersedih karena memikirkan seribu tanya tak berjawab; “Saya mau kerja apa lagi setelah ini? Cari pekerjaan kan susah setengah mati? Anak istri saya mau dikasih makan apa?” Padahal kan sudah jelas; ya dikasih makan nasi-lah. Masa dikasih kerikil. Kita berputus asa. SpongeBob berbeda. Dia bukan mempertanyakan semuanya itu. Dia bersedih karena benar-benar mencintai pekerjaannya sebagai juru masak di restoran milik Tuan Krabs. Ukuran cinta SpongeBob ditunjukkan dengan kegembiraannya setiap kali dia bekerja. Tengoklah filmnya sesekali jika anda perlu membuktikan kata-kata saya ini. Ketika bekerja, SpongeBob selalu tampil ceria. Dan dia selalu didorong untuk membuat masakan terbaiknya hari itu. Kompor. Kuali. Minyak goreng. Api. Adonan roti. Sebut saja apa. Semua yang berhubungan dengan pekerjaannya dijadikan sahabat dimana dia bisa menikmati hidupnya. Menikmati proses menjalani pekerjaannya, sehari-hari.

Begitulah wujud sebuah cinta kepada pekerjaan adanya. Maka tidaklah mengherankan jika restoran Tuan Krabs sangat sulit untuk ditandingi. Bahkan, investor yang mendatangi Tuan Krabs untuk mengakuisisi Krusty Krab dengan imbalan uang yang melimpah ruah pun tidak berhasil menggeser kepemilikan restoran itu. Tahukah anda apa penyebabnya? Anda tahulah, jika mahluk rakus uang seperti Eugene H. Krabs ditawari cash yang melimpah; pasti dia akan menyerah begitu saja. Sekalipun itu berarti bahwa dia harus kehilangan restoran miliknya. Jadi, sudah tentu bukan keengganan Tuan Krabs penyebab kegagalan akuisisi itu. Lalu apa dong?

Jawabannya adalah; Kecintaan SpongeBob kepada pekerjaannya. Kita semua tahu betul bahwa bekerja yang dilandasi dengan rasa cinta akan memberikan hasil terbaik. Kualitas produk yang dibuat oleh orang-orang yang mencintai pekerjaannya pastilah berkelas nomor satu. Dan itulah yang terjadi pada SpongeBob. Karena cintanya pada pekerjaan, dia dapat menghasilkan masakan yang paling enak diseluruh Bikini Bottom. Dan itu menyebabkan semua penduduk kota menyukainya.

Ketika investor kapitalis itu datang untuk mengakuisisi restoran Tuan Krabs. Dan dihadapannya sudah terhampar sejumlah nyaris tak terbilang uang. Surat perjanjian jual beli siap untuk ditanda tangani. Tiba-tiba, penduduk dunia ikan seisi kota air mendatangi restoran itu. Mereka berdemo, untuk menghentikan transaksi itu. Mereka tidak menginginkan akuisisi itu. Lalu, apa hak mereka? Bukankah restoran itu milik Tuan Krabs?

Benar. Restoran itu milik Tuan Krabs. Tetapi, ada satu komponen penting di restoran ini yang dimiliki oleh semua orang seisi kota. Tahukah anda apa gerangan itu? SpongeBob. Ya, SpongeBob SquarePants dengan cita rasa masakan yang dibuatnya berkat bumbu rahasia bernama cinta kepada pekerjaan. Cinta itu melahirkan dedikasi. Dan dedikasi memunculkan kesungguhan. Sementara, kesungguhan menghasilkan keunggulan.

Kembali kepada pertanyaan kita diatas; bagaimana mengukur rasa cinta kita kepada perkerjaan? Apakah sekarang anda sudah menemukan jawabannya?

source :
dadangkadarusman
 
Bls: Bagaimana Mengukur Rasa Cinta Kita Kepada Pekerjaan?

si spongebobo makhluk yang selalu merasa dunia itu indah...
mungkin squibword sendiri adalah gambaran manusia2 yang tidak menyukai pekerjaannya seperti qt....

Menurutku itu film yg aneh tapi bagus...
bukankah mencintai sesuatu itu perasaan yang menyenangkan?
 
Bls: Bagaimana Mengukur Rasa Cinta Kita Kepada Pekerjaan?

itulah sebabnya aku suka banget nonton spongebob. biarpun semua orang ngeledek "masa dah gede masih nonton spongebob? anak umur 7 tahun aja dah nonton sinetron dewasa", dan komentar2 lain semacam itu.
tapi aku ga peduli. aku tetep suka spongebob krn film itu selain lucu, juga banyak nilai moral yg bisa kita pelajari. salah satu contoh spt di atas. spongebob juga selalu positive thinking, jadi hal2 yg menyebalkan juga bisa terasa menyenangkan baginya.
kadang kalo aku lagi bete dan sumpek dan putus asa, aku suka nonton dvd nya, untuk buat aku semangat lagi.
anyway, thanks untuk OP karena dah bikin thread ini. km layak di klik.
thanks juga buat spongebob.
 

Attachments

  • spongebob.jpg
    spongebob.jpg
    190.7 KB · Views: 2,681
Kepada kita selalu dikatakan untuk mencintai pekerjaan. Sebab katanya, jika kurang mencintai pekerjaan yang kita miliki, maka tidak mungkin kita bisa mengoptimalkan potensi diri yang ada dalam diri kita. Nasihat ini sungguh masuk akal. Sebab, tidaklah mungkin bisa bersungguh-sungguh mencurahkan 100% kemampuan yang kita miliki untuk mengerjakan sesuatu yang tidak kita cintai. Tantangannya sekarang adalah; bagaimana mengukur rasa cinta kita kepada perkerjaan? Tahukah anda?

Hari jum’at pekan silam saya berkunjung kekantor seorang tokoh pengusaha sukses, sekaligus penulis buku best seller, dan trainer terkemuka yang sangat saya hormati. Beliau membekali saya dengan gift berupa tas yang didalamnya berisi brosur tentang salah satu bidang usaha pengembangan sumber daya manusia yang dikelolanya. Karena isinya cukup banyak, maka saya memutuskan untuk membaca informasi yang ada didalamnya sedikit demi sedikit. Satu demi satu modul dan majalah yang ada saya baca. Sampai pada akhirnya, saya mengeluarkan satu-satunya majalah yang masih tersisa didalam tas itu. Dan, dihadapan saya sekarang ada majalah tentang teknologi dan perkembangan dunia komputer.

Tidak seperti buku dan majalah referensi lain dalam paket itu, majalah komputer tersebut masih dibungkus plastik, layaknya benda pajangan di rak toko buku. Padahal, dalam diri saya tumbuh sebuah sistem nilai; ‘orang yang berhak membuka pembungkus buku adalah sang pemiliknya saja’. Jadi kalau anda bukan pemiliknya, maka anda tidak berhak untuk membuka plastik pembungkus majalah itu; kecuali atas seijin pemiliknya.

Dalam obrolan kami diruang kerjanya, saya memang mendapatkan ‘tambahan’ majalah bertema keluarga yang diberikan secara khusus mengingat didalamnya ada liputan tentang keluarga beliau. Jadi, majalah itu bukanlah paket standard gift perusahaan. Oleh karena itu, ketika saya menemukan majalah komputer tadi, maka langsung saya bepikir; “Ya Tuhan, Beliau membeli majalah ini untuk dibaca dan secara tidak sengaja terbawa oleh saya.” Lalu, saya bergegas ke kantor pos, dan mengirimkan majalah itu kembali dengan sepucuk surat berisi permohonan maaf. Dua hari kemudian, saya mendapat SMS dari beliau yang mengatakan bahwa majalah itu memang termasuk kedalam paket yang diberikan kepada saya!

Betapa noraknya saya ini, bukan? Tetapi, kenorakan yang memalukan itu terbayar lunas ketika saya teringat bahwa pada cover majalah komputer itu ada sebuah poster film animasi yang fenomenal. Anda bisa menebak film apa itu? SpongeBob. Ya, SpongeBob SquarePants. Anda suka menonton film itu? Saya menyukai saat-saat menikmati tayangannya bersama anak-anak.

Kembali kepada pertanyaan kita diatas; bagaimana mengukur rasa cinta kita kepada perkerjaan? Mungkin kita bisa mempertimbangkan untuk bertanya kepada SpongeBob. ‘Ayolah, jangan bercanda!” barangkali anda berpikir begitu. Tidak. Saya tidak sedang bercanda. Saya kira SpongeBob bisa mengajari kita tentang rasa cinta kepada pekerjaan. Saya tahu; tidak ada jaminan bahwa SpongeBob bisa memberikan jawaban eksak tentang cara mengukur dan alat ukurnya. Tetapi, SpongeBob bisa menunjukkan kepada kita bagaimana semestinya kita mencintai pekerjaan.

Ada banyak hal dalam kehidupan yang membuat SpongeBob sedih, kesal, atau marah. Dia bisa menangis tersedu-sedu karenanya. Lalu memelintirkan tubuhnya untuk memeras semua airmata yang dimilikinya agar terkuras habis. Dan, setelah pori-pori spon pada tubuhnya kehabisan air; dia segera tertawa kembali sambil menunjukkan gigi depannya yang besar-besar dan jarang. Begitulah SpongeBob. Dia bisa segera tertawa kembali; dan menemukan hidupnya, kembali normal. Namun demikian, tahukah anda bahwa ada satu hal didunia ini yang bisa membuat SpongeBob bersedih tanpa henti? Tahukah anda apa itu? Itu adalah saat dimana Tuan Krabs memintanya untuk berhenti bekerja. Ketika itulah SpongeBob bersedih alang kepalang, sehingga Patrick si bintang lautpun tidak dapat menghiburnya.

Anda boleh bilang; “Ya kalau itu sih bukan cuma SpongeBob. Gue juga bakal sedih betul kalau sampai diberhentikan dari pekerjaan!” Mungkin sama. Mungkin juga tidak. Sama, karena kebanyakan orang yang terkena PHK merasa bersedih. Kebanyakan: tidak semua. Sebab, ada saja yang malah senang mendapatkan paket PHK, bukan?. Tapi, pada umumnya orang bersedih jika di-PHK. Sponge bob juga bersedih. Jadi, itu adalah hal yang lumrah. Tetapi tidak sepenuhnya sama, karena kesedihan SpongeBob berbeda dengan kesedihan kita kalau kena PHK.

Kita, jika kena PHK bersedih karena memikirkan seribu tanya tak berjawab; “Saya mau kerja apa lagi setelah ini? Cari pekerjaan kan susah setengah mati? Anak istri saya mau dikasih makan apa?” Padahal kan sudah jelas; ya dikasih makan nasi-lah. Masa dikasih kerikil. Kita berputus asa. SpongeBob berbeda. Dia bukan mempertanyakan semuanya itu. Dia bersedih karena benar-benar mencintai pekerjaannya sebagai juru masak di restoran milik Tuan Krabs. Ukuran cinta SpongeBob ditunjukkan dengan kegembiraannya setiap kali dia bekerja. Tengoklah filmnya sesekali jika anda perlu membuktikan kata-kata saya ini. Ketika bekerja, SpongeBob selalu tampil ceria. Dan dia selalu didorong untuk membuat masakan terbaiknya hari itu. Kompor. Kuali. Minyak goreng. Api. Adonan roti. Sebut saja apa. Semua yang berhubungan dengan pekerjaannya dijadikan sahabat dimana dia bisa menikmati hidupnya. Menikmati proses menjalani pekerjaannya, sehari-hari.

Begitulah wujud sebuah cinta kepada pekerjaan adanya. Maka tidaklah mengherankan jika restoran Tuan Krabs sangat sulit untuk ditandingi. Bahkan, investor yang mendatangi Tuan Krabs untuk mengakuisisi Krusty Krab dengan imbalan uang yang melimpah ruah pun tidak berhasil menggeser kepemilikan restoran itu. Tahukah anda apa penyebabnya? Anda tahulah, jika mahluk rakus uang seperti Eugene H. Krabs ditawari cash yang melimpah; pasti dia akan menyerah begitu saja. Sekalipun itu berarti bahwa dia harus kehilangan restoran miliknya. Jadi, sudah tentu bukan keengganan Tuan Krabs penyebab kegagalan akuisisi itu. Lalu apa dong?

Jawabannya adalah; Kecintaan SpongeBob kepada pekerjaannya. Kita semua tahu betul bahwa bekerja yang dilandasi dengan rasa cinta akan memberikan hasil terbaik. Kualitas produk yang dibuat oleh orang-orang yang mencintai pekerjaannya pastilah berkelas nomor satu. Dan itulah yang terjadi pada SpongeBob. Karena cintanya pada pekerjaan, dia dapat menghasilkan masakan yang paling enak diseluruh Bikini Bottom. Dan itu menyebabkan semua penduduk kota menyukainya.

Ketika investor kapitalis itu datang untuk mengakuisisi restoran Tuan Krabs. Dan dihadapannya sudah terhampar sejumlah nyaris tak terbilang uang. Surat perjanjian jual beli siap untuk ditanda tangani. Tiba-tiba, penduduk dunia ikan seisi kota air mendatangi restoran itu. Mereka berdemo, untuk menghentikan transaksi itu. Mereka tidak menginginkan akuisisi itu. Lalu, apa hak mereka? Bukankah restoran itu milik Tuan Krabs?

Benar. Restoran itu milik Tuan Krabs. Tetapi, ada satu komponen penting di restoran ini yang dimiliki oleh semua orang seisi kota. Tahukah anda apa gerangan itu? SpongeBob. Ya, SpongeBob SquarePants dengan cita rasa masakan yang dibuatnya berkat bumbu rahasia bernama cinta kepada pekerjaan. Cinta itu melahirkan dedikasi. Dan dedikasi memunculkan kesungguhan. Sementara, kesungguhan menghasilkan keunggulan.

Kembali kepada pertanyaan kita diatas; bagaimana mengukur rasa cinta kita kepada perkerjaan? Apakah sekarang anda sudah menemukan jawabannya?

source :
dadangkadarusman

Kebanyakan orang berpikir akan mencintai pekerjaan yang sesuai keinginannya, dengan posisi tinggi, dan gaji mumpuni. Padahal, mencintai pekerjaan adalah bagian dari proses menuju kesuksesan dan membuntuhkan kerja keras, strategi, serta komitmen.
 
Back
Top