Megha
New member
KONTAN - JAKARTA. Keputusan pemerintah menaikkan harga bahan bakar (BBM) bersubsidi masih berbuntut panjang Rapat Paripurna. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang berlangsung kemarin akhirnya menyetujui pelaksanaan hak angket terhadap keputusan pemerintah menaikkan harga BBM rata-rata 28,7% pada 24 Mei 2008.
Keputusan hak angket juga tercapai sewaktu ribuan demonstran berhasil membohkan pagar Kompleks Gedung DPR di Senayan, Jakarta. DPR memutuskan kesepakatan tersebut lewat voting. Voting tersebut juga untuk membatalkan hak interpelasi. Sebab dari hasil voting menyatakan sebagian besar anggota DPR tak setuju. Padahal sabelunmya DPR berencana. untuk melaujutkan hak angket atau hak interpelasi, atau sekaligus mengajukan dua hak itu kepada pemerintah,
Sebagai catatan, hak angket adalah hak DPR untuk menelisik kebijakan pemerintah yang dianggap kontroversial. Untuk kali ini, adalah keputusam pemerintah menaikkan harga BBM. Hak ini memiliki kadar yang lebih serius daripada hak interpelasi yang cuma "hak bertanya" kepada pemerintah. Artinya, jika DPR menemukan kejanggalan, pemerintah harus membatalkan kenaikan harga BBM.
Bahkan,dua fraksi pendukung utama pemerintah, yakni Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Golkar, ikut-ikutan setuju dengan hak angket tersebut. "Kami harus memilih antara setuju hak angket atau setuju hak interpelasi, dan kami memilih hak angket," kata Wakil Ketua Fraksi Partai Demokrat Soetan Batoegana, Selasa (24/6).
Keputusan ini jelas membuat partai yang selama ini berseberangan dengan pemerintah senang bukan kepalang. Ambil contoh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). "Partai Demokrat dan Golkar yang pro pemerintah saja setuju, apalagi kami," ucap Ketua Fraksi Partai Demokrasi Perjuangan Indonesia Tjahjo Kumolo.
Pemerintah tampaknya tidak gentar, Pemerintah juga mangklaim telah memiliki jawaban. "Pemerintah siap menjalaskan alasan kebijakan ini kepada DPR," kata Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa.
Munculnya hak angket ini, pada sisi lain, membuktikan bahwa kenaikan harga BBM sudah bergeser menjadi isu politik. Padahal kebijakan itu melupakan skenario terburuk akibat pemerintah tak kuasa menanggung beban subsidi karena terus melambunguya harga minyak.
Dalam UU APBN Perubahan 2008, DPR sebenarnya telah menyerahkan kepada pemerintah untuk menempuh kebijakan yang dianggap perlu jika harga minyak melonjak.