Megha
New member
KOMPAS - JAKARTA - Lapangan kerja yang ada tidak mampu lagi menampung lulusan perguruan tinggi yang jumlahnya jutaan setiap tahun. Penyerapan tenaga kerja tidak bisa hanya bergantung pada perusahaan yang sudah ada. Dibutuhkan 4,4 juta wirausaha sejati untuk membantu menyelesaikan masalah itu.
Demikian disampaikan Presiden Komisaris PT Ciputra Tbk Ciputra dalam peluncuran program Ernst and Young ”Entrepreneur of the Year 2008” di Jakarta, Rabu (11/6). Pengusaha properti terkemuka ini menjadi peraih penghargaan Indonesia Entrepreneur of The Year 2007. Tahun ini penghargaan bagi wirausaha terbaik Indonesia diselenggarakan untuk ke-8 kalinya.
Untuk mengatasi masalah ketenagakerjaan, menurut Ciputra, tidak ada lain kecuali melahirkan wirausaha-wirausaha. Ini menjadi tantangan berat buat Indonesia. ”Dan pengusaha yang ada jangan melakukan pemutusan hubungan kerja,” kata Ciputra.
Menurut Ciputra, seorang wirausaha atau entrepreneur adalah orang yang dapat mengubah kotoran dan rongsokan menjadi emas. Wirausaha sejati tidak hanya mampu mengubah rongsokan jadi emas, tetapi juga dapat melahirkan wirausaha sukses lainnya. ”Di Eropa, kewirausahaan sudah populer 6-7 tahun lalu, sementara di Amerika 30 tahun lalu. Pemerintah di negara-negara Eropa aktif membantu dan menjadikan entrepreneur sebagai gerakan nasional,” kata Ciputra.
Menurut pakar manajemen Universitas Indonesia, Rhenald Kasali, pendidikan kewirausahaan harus ditanamkan sejak dini, misalnya cara berdagang kecil- kecilan.
Mata kuliah kewirausahaan, kata Rhenald, acapkali gagal karena dosennya tidak mempunyai pengalaman kewirausahaan. Siswa hanya diajarkan membuat perencanaan bisnis, bukan bisnis riil. Selain itu, ada kekeliruan dalam memahami wirausaha. ”Sebagian besar kaum muda menggambarkan wirausaha sebatas perdagangan. Bagaimana mendapat modal, lokasi, dan punya produk untuk dijual,” tuturnya. Untuk itu, kata Rhenald, meski bersifat sesaat, pikiran entrepreneur harus ditingkatkan.
”Bagaimana memproduksi sesuatu dan memiliki keberanian mengambil risiko,” ujarnya.
Untuk mendorong kemajuan bangsa, Indonesia membutuhkan wirausaha sebanyak 2 persen dari total jumlah penduduk. ”Saat ini kita hanya punya 0,1 persen atau sekitar 400.000 entrepreneur,” kata Ciputra.
Pemerintah, kata Ciputra, terlalu bangga menyebut Indonesia punya 48 juta wirausaha. Padahal, itu baru wirausaha, belum menjadi wirausaha sejati. (Stefanus Osa Triyatna )