ACFTA Memberikan Dampak Yang Buruk Bagi Dunia Perekonomian Kita Pada Umumnya, Dan Dunia Industri Kecil Menengah Pada Khususnya

Posisi tim anda


  • Total voters
    11
  • Poll closed .
Status
Not open for further replies.

Dipi76

New member
Pelaksanaan Kerja sama antara AFTA dan China dengan Free-trade nya dikhawatirkan berdampak secara langsung kepada perekonomian kita.

  • Pro
    Dampak yang ditimbulkan oleh pelaksanaan ACFTA akan sangat dirasakan oleh industri kita khususnya UKM. Di mana UKM saat ini masih sangat memerlukan perlindungan dari pemerintah.
  • Kontra:
    ACFTA justru akan memberikan keuntungan bagi sektor industri kita, dimana kita bisa meningkatkan competitive dan comparative advantage tanpa perlu jadi bermanja-manja karena tergantung dari pemerintah.
 
Kelompok merah memiliih tim pro...
Jadi silahkan kelompok merah untuk memulainya...

Debat berlangsung seperti sebelumnya, yaitu sekitar 2 minggu...


Let's take the action...



-dipi-
 
Rakyat Indonesia sekitar 62% nya bekerja di sektor informal. Dengan adanya ACFTA, sudah pasti, pekerja informal kita yang bekerja di UKM akan semakin bertambah, salah satunya dikarenakan adanya pengurangan tenaga kerja di industri2 besar, ditambah lagi ini justru UKM juga terancam. Sudah sewajarnya UKM mendapat perhatian pemerintah.
 
Last edited:
Sebelum daku bahas soal Cina-AFTA, kita lihat dulu secara G to G nya dulu.
Ekspor China ke Indonesia itu nilainya surplus, yang berarti dalam perdagangan G to G nya kita mengalami defisit terhadap China. Arti lebih lanjutnya, barang-barang produksi dari China lebih banyak masuk ke Indonesia daripada barang produksi Indonesia masuk ke China. Itu yang jadi perhatian pertama.

Perhatian yang kedua adalah soal waktu perjanjian ASEAN - China ini dibuat. Agreement ini ditandatangani sekitar 10 tahun yang lalu pada tahun 2001, dan pelaksanaannya baru tahun 2010. Dan ini berarti ada spare waktu sekitar 9 tahun lebih. Ketika hal ini dilakukan dengan "benar" free trade semacam ini akan sangat menguntungkan bagi kedua pihak. Apalagi dengan spare waktu yang sengaja dibuat. Jika pemerintah mengantisipasinya dengan baik, tentu nggak akan terjadi hal-hal yang dikhawatirkan banyak kalangan. Apa antisipasi itu? Pembangunan infrastruktur, deregulasi, debirokratisasi, penambahan nilai kredit, perubahan regulasi perpajakan dll. Tapi apa yang terjadi selama 9-10 tahun ini? Nothing special.

Yang ketiga adalah soal "lawan" kita, yaitu China. Di dalam negerinya sana investasi digenjot habis-habisan. Regulasi dibikin sangat mudah, birokrasi dipangkas dan pembangunan infrastruktur berlangsung gila-gilaan. Hasilnya adalah produk-produk masal bisa dihasilkan secara masive dengan ongkos produksi yang jauh sangat murah, dan itu berarti punya daya saing dari segi harga karena harga jualnyapun bisa ditekan habis.

Kondisi itu terbalik dengan yang terjadi pada kita. Ongkos produksi terlalu tinggi, karena banyak faktor. Infrastruktur yang belum memadai, proses regulasi yang bisa bikin penambangan biaya, belum lagi soal pungli dll. Daku sengaja nggak menyoroti soal upah buruh karena kita equal dengan China kalau dalam hal ini. Dan itu semua bikin harga jual juga nggak bisa ditekan.

Sekarang dengan berlangsungnya ACFTA ini, apa yang bisa kita tarik?
Produk China sudah sedari awal sangat bersaing dalam hal harga jual, ditambah dengan terbukanya pasar dan zero tarif, itu akan bisa mematikan produsen-produsen dalam negeri yang didominasi oleh usaha kecil dan menengah.

Itu dulu.
 
Rakyat Indonesia sekitar 62% nya bekerja di sektor informal. Dengan adanya ACFTA, sudah pasti, pekerja informal kita yang bekerja di UKM akan semakin bertambah, salah satunya dikarenakan adanya pengurangan tenaga kerja di industri2 besar, ditambah lagi ini justru UKM juga terancam. Sudah sewajarnya UKM mendapat perhatian pemerintah.

hmm...
bentuk perhatiannya gimana cak..??

and.. setahu saya anda tidak membahas dampak AFCTA terhadap industri (apalagi perekonomian) di Indonesia deh.. eh.. apa belum ya..??
xixixi..



Sebelum daku bahas soal Cina-AFTA, kita lihat dulu secara G to G nya dulu.
Ekspor China ke Indonesia itu nilainya surplus, yang berarti dalam perdagangan G to G nya kita mengalami defisit terhadap China. Arti lebih lanjutnya, barang-barang produksi dari China lebih banyak masuk ke Indonesia daripada barang produksi Indonesia masuk ke China. Itu yang jadi perhatian pertama.

Perhatian yang kedua adalah soal waktu perjanjian ASEAN - China ini dibuat. Agreement ini ditandatangani sekitar 10 tahun yang lalu pada tahun 2001, dan pelaksanaannya baru tahun 2010. Dan ini berarti ada spare waktu sekitar 9 tahun lebih. Ketika hal ini dilakukan dengan "benar" free trade semacam ini akan sangat menguntungkan bagi kedua pihak. Apalagi dengan spare waktu yang sengaja dibuat. Jika pemerintah mengantisipasinya dengan baik, tentu nggak akan terjadi hal-hal yang dikhawatirkan banyak kalangan. Apa antisipasi itu? Pembangunan infrastruktur, deregulasi, debirokratisasi, penambahan nilai kredit, perubahan regulasi perpajakan dll. Tapi apa yang terjadi selama 9-10 tahun ini? Nothing special.

Yang ketiga adalah soal "lawan" kita, yaitu China. Di dalam negerinya sana investasi digenjot habis-habisan. Regulasi dibikin sangat mudah, birokrasi dipangkas dan pembangunan infrastruktur berlangsung gila-gilaan. Hasilnya adalah produk-produk masal bisa dihasilkan secara masive dengan ongkos produksi yang jauh sangat murah, dan itu berarti punya daya saing dari segi harga karena harga jualnyapun bisa ditekan habis.

Kondisi itu terbalik dengan yang terjadi pada kita. Ongkos produksi terlalu tinggi, karena banyak faktor. Infrastruktur yang belum memadai, proses regulasi yang bisa bikin penambangan biaya, belum lagi soal pungli dll. Daku sengaja nggak menyoroti soal upah buruh karena kita equal dengan China kalau dalam hal ini. Dan itu semua bikin harga jual juga nggak bisa ditekan.

Sekarang dengan berlangsungnya ACFTA ini, apa yang bisa kita tarik?
Produk China sudah sedari awal sangat bersaing dalam hal harga jual, ditambah dengan terbukanya pasar dan zero tarif, itu akan bisa mematikan produsen-produsen dalam negeri yang didominasi oleh usaha kecil dan menengah.

Itu dulu.

first.. kenapa cuma di sorot China nya..??

kedua..
mmhh.. tidak bisakah dianggap sebagai invincible hand dalam memaksa agar UKM kita meningkatkan fighting spiritnya, Innovative way of think nya dan juga teknologi produksinya ??

bahkan.. tidak bisakah dianggap juga sebagai invicible hand dalam memaksa agar pemerintah serius dalam menyediakan infrastruktur pendukung untuk menunjang geliat pertumbuhan ekonomi yang di idam idamkan agar terjadi
 
first.. kenapa cuma di sorot China nya..??
Kita lagi bicara soal ASEAN - China Free-Trade Agreement (ACFTA), bukan?
kedua..
mmhh.. tidak bisakah dianggap sebagai invincible hand dalam memaksa agar UKM kita meningkatkan fighting spiritnya, Innovative way of think nya dan juga teknologi produksinya ??
Yap, jawaban seperti ini pasti akan keluar untuk pertama kali.
Yang perlu diingat, disini kita bicara soal sektor riel, yang otomatis real time juga, bukan untuk hal jangka panjang. Dalam arti, kita nggak bisa menunggu terlalu lama karena implant technology dan berbagai pendukung lainnya itu nggak bisa diperoleh secara sekejap. Itulah kenapa ada spare waktu sekitar 10 tahun sebelum terlaksananya free trade ini, dengan maksud salah satunya adalah mempersiapkan industri dalam negeri Asean.

Tapi yang terjadi sekarang apa seperti landasan ideal tersebut? Tidak.
Contoh nyata adalah hantaman terhadap industri tekstil baik skala besar maupun menengah/kecil, yang harus berdarah-darah mencari pasar di tanah sendiri karena susah menghadapi daya saing harga dengan produk-produk China.

Sekarang coba kita bicara sedikit soal data. Dari data Institute for Global Justice, lonjakan nilai ekspor china ketika ACFTA diimplementasikan adalah sekitar 45 persen, berbanding dengan nilai ekspor kita ke china yang hanya sebesar 34 persen kenaikannya. Itu punya nilai defisit sebesar 5 milyar US dollars. Dan akibat langsungnya adalah banyak industri yang memangkas produksinya secara kuantitas, bahkan ada yang gulung tikar pada 3 segmen industri seperti industri tekstil, industri makanan dan industri paku kawat. Itu kalau kita bicara dampak langsungnya, belum dampak tak langsung seperti PHK dll.

Yang jadi pertanyaan adalah seberapa cepat dan bagaimana kemampuan kita dalam menghadapi serbuan kilat ini? Cukupkah fighting spirit kita untuk melawannya? Seberapa lama alih teknologi ini bisa segera terwujud?

bahkan.. tidak bisakah dianggap juga sebagai invicible hand dalam memaksa agar pemerintah serius dalam menyediakan infrastruktur pendukung untuk menunjang geliat pertumbuhan ekonomi yang di idam idamkan agar terjadi
Kita memang layak berharap kepada pemerintah karena pemerintah adalah regulatornya. Tapi apa yang sudah dilakukan pemerintah 10 tahun ke belakang? Daku yakin pemerintah saat itu pasti nggak menafikan dampak yang akan terjadi bagi industri nasional ketika ACFTA mulai berlaku, tapi apa kesiapan yang sudah dilakukan? I don't see it in the big screen.
Malaysia dan Singapura, bahkan kamboja pun sudah ancang-ancang penuh persiapan ketika agreement itu ditandatangani, dan mereka akhirnya survive. Bahkan Malaysia dan Singapura berhasil melakukan renegotiate dengan China.

Kita? Negosiasipun kita gagal.

Anyway, buat kelompok merah, pernyataan "ACFTA Memberikan Dampak Yang Buruk Bagi Dunia Perekonomian Kita Pada Umumnya, Dan Dunia Industri Kecil Menengah Pada Khususnya" bukan lagi sekedar sebuah hipotesa, tapi sudah menjadi kenyataan, karena sudah ada bukti yang terjadi.
 


hmm, gitu ya kak, hehe, terus, menurut kelompok merah, dampaknya itu nanti jangkanya gimana..?? panjang juga apa hanya temporary..??

sebab, kita semua tahu lah kalau memang China saat ini memang ekonominya sedang leading, selain karena pelemahan ekonomi Eropa dan Amerika yang memang sedang dlm tahap recovery ditambah kebodohannya menggalakkan war industry,

belum lagi masalah strategy mata uang China yang ditahan dilevel lemah sehingga memang otomatis terjadi boost up dalam neraca perdagangan China.

pertanyaan besarnya adalah, benarkah ACFTA yang menyebabkan menguatnya posisi perdagangan China terhadap mitra dagangnya..?? hehe, please explain it to us.


 
@ juri, apakah kalau kelompok kontra itu berarti berhak selalu meminta penjelasan? dan kelompok pro haruslah selalu menjawabnya??
 
Selama pertanyaannya itu memang bertujuan untuk menyanggah maka tim pro wajib menjawab...
Dan pasti juri mengamati juga soal kesesuaian dengan topik yang dibahas tanpa perlu memberikan pemberitahuan karena itu bisa dijadikan untuk melakukan penilaian...

Silahkan dilanjutkan...

Ini kelompok Hijau kenapa terlalu tergantung pada ketua kelompoknya ya? :D



-dipi-
 


hmm, gitu ya kak, hehe, terus, menurut kelompok merah, dampaknya itu nanti jangkanya gimana..?? panjang juga apa hanya temporary..??

sebab, kita semua tahu lah kalau memang China saat ini memang ekonominya sedang leading, selain karena pelemahan ekonomi Eropa dan Amerika yang memang sedang dlm tahap recovery ditambah kebodohannya menggalakkan war industry,

belum lagi masalah strategy mata uang China yang ditahan dilevel lemah sehingga memang otomatis terjadi boost up dalam neraca perdagangan China.
Kalau itu tergantung dari apa yang akan dilakukan pemerintah. Dari proses renegotiate aja, pemerintah kita perlu merevisi sekitar 200 lebih (hampir 300 kalau nggak salah) pos tarif, dan itu belum selesai sampai sekarang padahal FTA ini udah berlangsung lebih dari setahun.
Pembenahan ke dalam juga masih belum maksimal, seperti pembangunan prasana dan sarana, ok lah kalau dibilang pembangunan-pembangunan itu sedang dalam proses, tapi yang terjadi di lapangan adalah bukan sedang berlangsung tapi macet atau tersendat, contohnya pembangunan pelabuhan peti kemas di Sumatera Selatan yang lagi-lagi tersandung masalah klasik yaitu korupsi. Belum kalau kita bicara soal kebijakan lain semacam kerja komite anti dumping, serta pengamanan pasar domestik melalui jalur bea cukai.
Di sini yang dibutuhkan itu mobil formula 1, bukan bajaj. Kalau kita harus naik bajaj, bukan nggak mungkin dampaknya akan jangka panjang.

pertanyaan besarnya adalah, benarkah ACFTA yang menyebabkan menguatnya posisi perdagangan China terhadap mitra dagangnya..?? hehe, please explain it to us.
Bukan satu-satunya penyebab, tapi dengan ACFTA cengkeraman China semakin kuat karena tidak ada tembok yang perlu diterjang.
Dengan regulasi soal tarif itu sudah menguat, apalagi tanpa regulasi soal tarif?
 
OK, this is what i read.

Gw mau bicara secara globalize aja. Bagaimana bisa ACFTA berdampak buruk kalau nilai ekspor kita terhadap china itu naik secara kuantitas?

Selain itu, gimana kita mau punya daya saing kalau cenderung menghindari persaingan?
Free trade pada masa sekarang itu bukanlah hal yang bisa dihindari, semua negara akan melakukannya. Dan kalaupun seandainya ACFTA dikatakan mematikan UKM, yang jadi pertanyaan adalah benarkah demikian? Apakah yang mematikan UKM bukannya regulasi dalam negeri? bukannya ekonomi biaya tinggi yang ada di negeri ini?
Di sisi lain, dengan membuka pasar seluas-luasnya, akan selalu ada kemungkinan sektor tertentu di dalam negeri yang dikorbankan. Artinya, mungkin ada sektor ekonomi tertentu di dalam negeri yang terancam karena tidak mampu bersaing. Tapi hal itu juga tidak berarti bahwa sektor tersebut kalah total. Karena, hal itu memberikan petunjuk bahwa sektor bersangkutan memang lemah dan perlu pembenahan. Jadi, kerugian itu bisa diminimalisasi dengan meningkatkan efisiensi serta daya saing.

Oleh karena itu, kalaupun ada produsen yang gugur, itu hanyalah jangka pendek. Contohnya aja, ketika batik china merajai pasar beberapa bulan yang lalu, ini jadi seperti blessing in disguise, karena kemudian produsen-produsen kita mulai berbenah dan terbukti bisa mulai bersaing pada sektor harga. Tidakkah itu cukup menguntungkan untuk iklim industri kita? Mengajari bagaimana industri kita untuk menciptakan daya saing? Tidakkah kita melihat bahwa China adalah pangsa pasar yang teramat sangat besar?
 


xixixi, extremely nice point by kak Depe_3rd i'm trembeling with excitement already.

yuk kita lihat apa yang melandasi sesuatu yang dikatakan sebagai perekonomian.
hmm.. gimana cara melukiskannya ya..??

now, perekonomian tidak dibangun atas dasar perjanjian apapun, dimasa awal dahulu, perekonomian mulai muncul ketika terdapat kelangkaan terhadap suatu komoditas utk pemenuhan kebutuhan tertentu, kemudian, dilakukanlah sistem yang dikenal sebagai barter, kemudian uang ditemukan sebagai alat pembayaran yang diakui utk memudahkan proses barter tadi, bergulirlah apa yang kita kenal sekarang sebagai perekonomian.

dari uraian singkat diatas, bisa kita lihat akarnya adalah kebutuhan dan pemenuhan atas kebutuhan tersebut dengan sumberdaya yang terbatas.

mari kita lihat koneksitasnya dengan topik debat kita sekarang. tentang UKM kita yang konon disebut terpengaruh secara negative terkait diberlakukannya ACFTA,

di postingannya diatas, kak Dipe dari team merah sudah mengakui bahwa, ACFTA bukan merupakan satu satunya penyebab naik turunnya tingkat keberhasilan UKM dalam menunjang perekonomian Indonesia terhadap China, (yang oleh team merah di indikasikan dengan neraca perdagangan antar negara).

dan jika bukan satu satunya, mau kah team merah memberi pencerahan kepada kita semua tentang faktor faktor lainnya..?? xixixi

sebab jika menurut kelompok hijau, yang sudah terlebih dahulu di bongkar oleh kak Depe_3rd, shapping up (mmh tulisannya bener gak ya..??) UKM utk kemudian menjadi lebih sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh perekonomian Indonesia bukanlah suatu hal yang buruk, justru malah baik.
hehehe..

@ to cak ketua kelompok merah... xixixi, kan pertanyaannya adalah pertanyaan yang related to topic toh cak, exploring one malah.. *claim mode on*

eh..eh... kepanjangan gak sih..?? jiahahaha


 
Last edited:
setdahhh barter??? klo ingin jalan2 gak gitu2 amat kalee, smpe harus kembali ke jaman 'sepur lempung' segala
kini sudah masuk jaman uang bung.. :D

'dunia perekonomian kita' adalah mengacu kepada pelaku2 usaha, yaitu swasta dan pemerintah. Swasta sendiri dibagi dua, individu dan business (rumah tangga perusahaan). Klo di perekonomian Liberal maka hampir seluruhnya dimainkan oleh pihak swasta, ke depan sepertinya akan menuju seperti itu terbukti dengan adanya ACFTA ini. Tapi untuk saat ini? Pemerintah jelas terlalu memaksakan. Karena bila kita melihat ke proses awal, setidaknya harus ada 4 faktor untuk melakukan kegiatan produksi ;
1. Tanah
2. Tenaga kerja
3. Modal
4. Manajerial Skill
Yang kurang di UKM kita adalah pendanaan, dalam hal ini modal. Dan yang terpenting adalah Manajerial Skill, apa yang dikemukakan non depe tentang bagaimana menciptakan daya saing, melihat pasar dll itu adalah entrepreneurship/manajerial skill. Sementara di lapangan, UKM, yang hanya bermodal maksimal 200 jt dan dengan manajemen 'tradisional' seadanya, jelas sulit untuk bersaing apalagi untuk membuat produk berdaya saing, untuk mendapatkan bahan baku saja susah yang jelas akan mempengaruhi biaya produksi, masak iya harga jual tetep murah? Apalagi bersaing dengan produk china, dimana biaya produksi mereka jauh lebih rendah. Belum lagi ada pos2 yang dikuasai penuh oleh pemerintah seperti pupuk, bahan bakar, yang distribusinya terkadang amburadul. Klo dah begini, masak iya UKM tidak mempedulikan pemerintah? Lagipula sistem ekonomi kita bukan Liberal lo, tapi taraaaaaaa.. sistem ekonomi (lagi2) Pancasila! <3D

@ ketua kolor ijo, ente ini sukanya ngetest
 
setdahhh barter??? klo ingin jalan2 gak gitu2 amat kalee, smpe harus kembali ke jaman 'sepur lempung' segala
kini sudah masuk jaman uang bung.. :D

'dunia perekonomian kita' adalah mengacu kepada pelaku2 usaha, yaitu swasta dan pemerintah. Swasta sendiri dibagi dua, individu dan business (rumah tangga perusahaan). Klo di perekonomian Liberal maka hampir seluruhnya dimainkan oleh pihak swasta, ke depan sepertinya akan menuju seperti itu terbukti dengan adanya ACFTA ini. Tapi untuk saat ini? Pemerintah jelas terlalu memaksakan. Karena bila kita melihat ke proses awal, setidaknya harus ada 4 faktor untuk melakukan kegiatan produksi ;
1. Tanah
2. Tenaga kerja
3. Modal
4. Manajerial Skill
Yang kurang di UKM kita adalah pendanaan, dalam hal ini modal. Dan yang terpenting adalah Manajerial Skill, apa yang dikemukakan non depe tentang bagaimana menciptakan daya saing, melihat pasar dll itu adalah entrepreneurship/manajerial skill. Sementara di lapangan, UKM, yang hanya bermodal maksimal 200 jt dan dengan manajemen 'tradisional' seadanya, jelas sulit untuk bersaing apalagi untuk membuat produk berdaya saing, untuk mendapatkan bahan baku saja susah yang jelas akan mempengaruhi biaya produksi, masak iya harga jual tetep murah? Apalagi bersaing dengan produk china, dimana biaya produksi mereka jauh lebih rendah. Belum lagi ada pos2 yang dikuasai penuh oleh pemerintah seperti pupuk, bahan bakar, yang distribusinya terkadang amburadul. Klo dah begini, masak iya UKM tidak mempedulikan pemerintah? Lagipula sistem ekonomi kita bukan Liberal lo, tapi taraaaaaaa.. sistem ekonomi (lagi2) Pancasila! <3D

@ ketua kolor ijo, ente ini sukanya ngetest


Mantabs

 
sepi amirrrr..
komen lagi ah..
menarik pernyataan non depe tentang ekspor kita terhadap china naik secara kuantitas. apa bener tuh??? perasaan Hatta Radjasa beberapa waktu lalu -april 2011- menagih janji kepada pemerintah china untuk menyeimbangkan perdagangan di ASEAN, dalam hal ini Indonesia karena industri kita sudah terpukul bahkan gulung tikar dengan berlakunya ACFTA ini, yaitu industri tekstil, alas kaki, elektronika, furnitur dari kayu dan rotan, mainan anak, permesinan, besi baja, makanan dan minuman, serta kosmetik. Sementara kita tahu, klo china menguasai sektor non-migas, sementara ekspor kita paling besar kan justru di migas dan itu sama skali bukan oleh UKM.
 
Last edited by a moderator:
sepi amirrrr..
komen lagi ah..
menarik pernyataan non depe tentang ekspor kita terhadap china naik secara kuantitas. apa bener tuh??? perasaan Hatta Radjasa beberapa waktu lalu -april 2011- menagih janji kepada pemerintah china untuk menyeimbangkan perdagangan di ASEAN, dalam hal ini Indonesia karena industri kita sudah terpukul bahkan gulung tikar dengan berlakunya ACFTA ini, yaitu industri tekstil, alas kaki, elektronika, furnitur dari kayu dan rotan, mainan anak, permesinan, besi baja, makanan dan minuman, serta kosmetik. Sementara kita tahu, klo china menguasai sektor non-migas, sementara ekspor kita paling besar kan justru di migas dan itu sama skali bukan oleh UKM.
Data dari BPS hingga akhir maret nilai ekspor kita ke china naik 17,9 persen per tahun.

Yang menarik dari data BPS ini, gw membaca bahwa ACFTA tidaklah semenakutkan perkiraan banyak orang. Yang gw maksud begini (gw mengulang lagi pertanyaan gw), benarkah ACFTA yang menyebabkan (jika benar) gulung tikar dan matinya UKM di Indonesia? Tidakkah ada pertimbangan menyorot juga 'partisipasi' dari negara lain yang juga punya FTA dengan kita?

Gw ambil contoh, data BPS menunjukkan bahwa neraca perdagangan kita dengan Singapura mengalami defisit, bahkan dengan nilai yang jauh lebih besar dari China, yakni sebesar US$ 6,5 miliar. Yang menakutkan pula, bahwa perkembangan impor dari Negara ini dalam lima tahun terakhir mencapai rata-rata 30,3% per tahun secara fluktuatif, dibandingkan tren kenaikan ekspor kita yang hanya mencapai rata-rata 13,4% pertahun.

Lalu bagaimana dengan 'partisipasi' dari Jepang, Selandia Baru, Australia, ataupun South Korea?? Yang rata-rata mengekspor barang produksi ke kita. Mesin-mesin industri yang datang dari beberapa negara itu dipakai oelh produsen besar kita. Tidakkah itu yang lebih bisa mematikan UKM?

ACFTA memang menjadi ancaman, tapi ancamannya belumlah signifikan. Kalau ada pabrik batik rumahan di pekalongan yang gulung tikar, kita nggak bisa serta merta mengatakan bahwa industri batik kita mati. Kalau ada pabrik tekstil di bandung yang merumahkan karyawannya, kita nggak serta merta bisa bilang bahwa industri tekstil kita mati.
Adakah selama ini diberitakan bahwa petani-petani sawit kita mengalami pelonjakan pendapatan secara luar biasa karena ekspor CPO kita ke China melonjak secara hebat? Itu petani kecil lho, yang cuma punya lahan 1 - 2 hektar.
 
Lalu apakah pernyataan pak menteri itu berarti bualan belaka ya? :D
ekspor CPO meningkat? lalu bagaimana dengan 'employment' nya? apa iya perkebunan sawit itu menyerap banyak tenaga kerja dibanding UKM di jawa yang dlm ketenagakerjaan tentunya jauh lebih masif? dalam sistem perekonomian manapun kan setidaknya ada 2 masalah utama yaitu 'Limits of Resources' dan 'Population Problems', yang nantinya tentu sasaran politik atau kebijakan ekonomi tersebut adalah 'full employment' atau keadaan dimana dalam perekonomian tsb tidak ada lagi faktor produksi (tenaga kerja) yang menganggur, belum lagi inflasi. Lagi pula, CPO itu kan masih bersifat intermediate goods bukan final goods. Sementara produk china membanjiri pasar Indonesia dengan final goods dengan harga murah. Dengan asumsi daripada membuat produk sendiri mendingan beli produk china, karena klo buat sendiri toh pasti rugi, masih dibebani taxes pula, inilah yang 'mematikan' produksi dalam negeri.
Kelompok merah disini bukan menolak ACFTA secara keseluruhan lo ya.. tapi menuntut percepatan pembenahan terkait pemberlakuan pasca ACFTA ini, karena mau ndak mau pemerintah sebagai penentu kebijakan ini harus bertindak cepat seperti apa yang dijelaskan non dipe di atas, khususnya di UKM, denger2 nih bunga pinjaman untuk modal UKM mencapai 13-15% loo.
 
Data dari BPS hingga akhir maret nilai ekspor kita ke china naik 17,9 persen per tahun.

Yang menarik dari data BPS ini, gw membaca bahwa ACFTA tidaklah semenakutkan perkiraan banyak orang. Yang gw maksud begini (gw mengulang lagi pertanyaan gw), benarkah ACFTA yang menyebabkan (jika benar) gulung tikar dan matinya UKM di Indonesia? Tidakkah ada pertimbangan menyorot juga 'partisipasi' dari negara lain yang juga punya FTA dengan kita?

Data dari BPS itu apa benar dari pengaruh FTA?
gulung tikar memang gak mematikan UKM setidaknya untuk mereka yang mau bertahan karna persaingannya terhadap pengeksporan dari China.

"Tidakkah ada pertimbangan menyorot juga 'partisipasi' dari negara lain yang juga punya FTA dengan kita?"

coba saya tilik, dari awal pembentukan AFTA ini, terutama FTA itu sudah terjadi kurang lebih satu dekade silam, ada alasan-alasan, yaitu salah satunya yang saya tau adalah kerja sama dengan sistem perdagangan ekonomi untuk memudahkan mereka sebagai FTA untuk bekerjasama membentuk prekonomian yang baik kan? Dan, mungkin saya kurang mengerti tentang penyorotan 'partisipasi' ini? apa maksudnya mencoba cara yang dilakukan mereka untuk menghadapi negara China?
hm, mungkin seharusnya anda yang menjelaskan pertanyaan anda tentang 'partisipasi', benarkah ada 'partisipasi' (seperti alasan terbentuknya) FTA untuk menghadapi kencaman buruk dalam bergabungnya negara China ke AFTA ini, yang nyatanya membawa dampak buruk ke salah satu anggota AFTA ini yaitu Indonesia?



Gw ambil contoh, data BPS menunjukkan bahwa neraca perdagangan kita dengan Singapura mengalami defisit, bahkan dengan nilai yang jauh lebih besar dari China, yakni sebesar US$ 6,5 miliar. Yang menakutkan pula, bahwa perkembangan impor dari Negara ini dalam lima tahun terakhir mencapai rata-rata 30,3% per tahun secara fluktuatif, dibandingkan tren kenaikan ekspor kita yang hanya mencapai rata-rata 13,4% pertahun.

Lalu bagaimana dengan 'partisipasi' dari Jepang, Selandia Baru, Australia, ataupun South Korea?? Yang rata-rata mengekspor barang produksi ke kita. Mesin-mesin industri yang datang dari beberapa negara itu dipakai oelh produsen besar kita. Tidakkah itu yang lebih bisa mematikan UKM?

ACFTA memang menjadi ancaman, tapi ancamannya belumlah signifikan. Kalau ada pabrik batik rumahan di pekalongan yang gulung tikar, kita nggak bisa serta merta mengatakan bahwa industri batik kita mati. Kalau ada pabrik tekstil di bandung yang merumahkan karyawannya, kita nggak serta merta bisa bilang bahwa industri tekstil kita mati.
Adakah selama ini diberitakan bahwa petani-petani sawit kita mengalami pelonjakan pendapatan secara luar biasa karena ekspor CPO kita ke China melonjak secara hebat? Itu petani kecil lho, yang cuma punya lahan 1 - 2 hektar.

anda menyebutkan 'partisipasi' (lagi, dan kali ini) dari Jepang. Bukannya karna pernyataan diatas ini, maka dari itu terbentuknya AFTA? Sebelumnya, dari saya, lagi, melihat sejarah AFTA ini, dibentuk karna anggota negara dapat saling berinvestasi, lainnya, transaksi perdagangan dan saling ketergantungan antar negara, dan menjaga hubungan ekonomi di dunia terutama dinegara teknologi Jepang, Amerika dsbg?

UKM itu usaha kecil menengah, usaha kecil yang perlu dilindungi untuk mencegah persaingan usaha yang tidak sehat. Jadi, yang paling dipermasalahkan disini adalah negara China yang bergabung dengan AFTA, China yang mempunyai perdagangan bebas membawa dampak buruk untuk para UKM, karna China terus memproduksi dan mengekspor dan mematikan produksi masyarakat UKM sendiri.
ini bukan hanya karna masalah petani sawit saja yang diliat, tapi seluruh Usaha Menengah yang jadi dampaknya jika terus berkembang untuk kedepannya.
 
Lalu apakah pernyataan pak menteri itu berarti bualan belaka ya? :D
ekspor CPO meningkat? lalu bagaimana dengan 'employment' nya? apa iya perkebunan sawit itu menyerap banyak tenaga kerja dibanding UKM di jawa yang dlm ketenagakerjaan tentunya jauh lebih masif? dalam sistem perekonomian manapun kan setidaknya ada 2 masalah utama yaitu 'Limits of Resources' dan 'Population Problems', yang nantinya tentu sasaran politik atau kebijakan ekonomi tersebut adalah 'full employment' atau keadaan dimana dalam perekonomian tsb tidak ada lagi faktor produksi (tenaga kerja) yang menganggur, belum lagi inflasi. Lagi pula, CPO itu kan masih bersifat intermediate goods bukan final goods. Sementara produk china membanjiri pasar Indonesia dengan final goods dengan harga murah. Dengan asumsi daripada membuat produk sendiri mendingan beli produk china, karena klo buat sendiri toh pasti rugi, masih dibebani taxes pula, inilah yang 'mematikan' produksi dalam negeri.
Kelompok merah disini bukan menolak ACFTA secara keseluruhan lo ya.. tapi menuntut percepatan pembenahan terkait pemberlakuan pasca ACFTA ini, karena mau ndak mau pemerintah sebagai penentu kebijakan ini harus bertindak cepat seperti apa yang dijelaskan non dipe di atas, khususnya di UKM, denger2 nih bunga pinjaman untuk modal UKM mencapai 13-15% loo.

ehehe.. cak ketua kelompok merah..
bukankah yang membawa alat ukur berupa neraca perdagangan adalah dari team anda..??
xixixi..
silahkan tanyakan kepada team anda lah..

kami dari awal juga sadar bahwa neraca perdagangan memang belum menunjukkan apakah ACFTA membawa dampak buruk bagi perekonomian Indonesia, lebih khusus lagi kepada sektor industri kecil

membawa pengaruh iya pasti, tapi apakah pengaruhnya buruk..??
xixixi.. that's what we're gontok gontokan about kan..??


-------------------------------------------------------------------------------------
@ mhh.. kalo postingan kak misa.. ane bingung gimana mau jawabnya.. na intinya aja ane bingung..

xixixi..

gini deh.. kak misa concern terhadap UKM kita ya..??
ehehe.. itu bagus.. sangat bagus..
than.. apa yang kak misa dan team merah khawatirkan dari UKM kita ??

kalau boleh saya petikkan dari postingan kak misa diatas..
kekhawatiran kak misa adalah dari aspek kemampuan utk berkompetisinya ya..?? (remember.. saya belum membahas berkompetisi dengan negara mana yaa.. bisa china.. bisa negara lain.. bahkan bisa dengan sesama ukm dalam negeri sendiri)

now.. jika kak misa concern dengan kemampuan UKM kita dalam berkompetisi.. apa kak misa punya cara cara gimana agar UKM kita mampu survive dalam kompetisi tersebut..??

lagi lagi coba saya petikkan dari postingan kak misa.. di postingan kak misa ada disebutkan tentang proteksi dari pemerintah.. ( dan saya belum membahas tentang proteksi yang bagaimanakah ini..??)
ini juga bisa.. ini juga salah satu cara dalam menjaga UKM kita di kancah persaingan..

namun.. cara ini tidak tepat kak..
selain ini bukan satu satunya cara..
cara ini juga memiliki kecenderungan untuk tidak mengajak UKM menjadi dewasa, tangguh dan mandiri sehingga mampu survive dengan kekuatannya sendiri..

ehehe..
cara ini lebih mendekati kepada cara orang tua yang membesarkan anaknya lewat memanjakan si anak..
si anak menjadi tidak memiliki kemandirian jika harus berjuang sendiri di dunia nyata.. hanya di dalam lingkungan rumah dan lindungan orang tuanya lah si anak mampu survive..

analogi diatas yang kira kira terjadi kepada UKM kita jika pemerintah terus menerus melakukan proteksi proteksi kepada UKM, belum lagi jika kita membahas kekuatan pemerintah dalam memberikan proteksi yang semakin hari semakin melemah.

Nah, melalui FTA FTA yang di rancang oleh pemerintah dengan negara (atau bahkan kawasan) manapun, setidaknya akan tercipta iklim yang memberikan tantangan kepada dunia Industri di Indonesia agar semakin memperkuat diri dalam menyambut peluang yang tercipta ataupun mengatasi ancaman yang datang..
ini jauh lebih sehat dibanding dengan mengharapkan proteksi demi proteksi dari pemerintah.. Dunia Industri.. akan dengan sendirinya berusaha sekuat tenaga untuk improve.. baik teknologinya.. target pasarnya.. dst.. dst..
memang dalam perjalanannya, ada yang akan kehabisan tenaga dalam usaha untuk improve tersebut (yang kita sebut sebagai gulung tikar)
ini tidak bisa dipungkiri memang pasti terjadi
namun, yang sanggup survive, dan yang baru muncul di dalam iklim yang sudah memberi tantangan tadi, akan jauh lebih kuat dan jauh lebih memberi kontribusi kepada perekonomian dibanding yang harus kehabisan tenaga tadi..

kira kira gitu kak misa..
ini saya belum bicara tentang ACFTA lho..

baru tentang apa yang menjadi concern kak misa dulu.. tentang kemampuan UKM kita dalam bersaing.. itu kan concernnya..?? :D


 
Status
Not open for further replies.
Back
Top