jmw01
New member
JAKARTA (Berita SuaraMedia) - Pengamat politik dari Charta Politika Yunarto Wijaya mengatakan, media asing menampilkan citra positif terkait Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
"Media asing lebih menunjukan kecenderungan positif dalam berita terkait SBY karena kunjungan SBY yang sering ke luar negeri dan SBY mendapatkan berbagai penghargaan internasional," kata Yunarto di Jakarta, Minggu.
Hal itu berbeda dengan pemberitaan di dalam negeri. Sejak 10 bulan pemerintahan Presiden Yudhoyono periode kedua ini, pemberitaannya lebih banyak negatif dari pada positifnya.
"Saya mengamati, sejak 10 bulan terakhir ini, pemberitaan terhadap SBY lebih banyak negatif, yakin 42 persen, pemberitaan yang netral 44 persen dan 14 persen pemberitaan yang positif," kata Yunarto.
Ia mengatakan, pemberitaan yang negatif terhadap Presiden Yudhoyono itu karena Presiden dinilai tidak bisa mengontrol dan menyelesaikan masalah nasional, salah satunya adalah menyelesaikan masalah perbatasan RI-Malaysia.
"Pemberitaan yang negatif itu karena bangunan politik yang dibangun oleh SBY sendiri dengan memilih menteri yang berasal dari partai politik," katanya.
Karena itu, dia menyarankan agar Presiden Yudhoyono segera mengambil langkah-langkah tepat. Salah satu langkah yang perlu dilakukan adalah dengan me-`reshuffle` menteri-menteri KIB II.
"Mumpung satu tahun KIB II, ini merupakan momentum bagi SBY untuk melakukan `reshuffle` guna memperbaiki popularitas dan kinerjanya serta menjadi awal yang baik untuk membuka ruang gerak SBY," kata dia.
Ketika ditanya dari kalangan mana saja yang harus di-`reshuffle`, Yunarto mengatakan, sebaiknya yang harus di`reshuffle` itu adalah menteri-menteri yang partai politik karena dipilih secara politik yang akibatnya menyandera Presiden Yudhoyono.
"Kinerja kabinet yang berasal dari partai politik tidak optimal dan menyandera SBY sendiri. Jangan menteri-menteri yang profesional yang diganti," kata Yunarto.
Sementara itu, Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Wiranto meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersikap lebih tegas lagi terhadap pemerintah Malaysia.
"Pengiriman surat protes tidak cukup. Kami minta pemerintah lebih tegas lagi terhadap Malaysia," kata mantan Panglima TNI itu usai meresmikan kantor DPD Hanura Jatim di Surabaya, Minggu malam.
Ia menganggap perlakuan Malaysia terhadap Indonesia akhir-akhir ini sudah tidak mencerminkan hubungan yang baik antarkedua negara bertetangga itu.
"Kita harus menunjukkan diri kalau masih memiliki kehormatan karena ini adalah persoalan harga diri sebuah bangsa," kata mantan Cawapres 2009 itu.
Menurut dia, kebenaran hukum harus tetap ditegakkan untuk menenangkan hati masyarakat. Oleh sebab itu, kata dia, perlu tindakan yang lebih konkret dan maksimal untuk menjawab keraguan rakyat tentang nasionalisme.
"Tidak ada salahnya kalau memberi `warning` pada negara tetangga. Jangan main-main dengan hak asasi manusia yang dicederai," kata Menko Polkam di era pemerintahan Abdurrahman Wahid itu.
Wiranto merasa yakin pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden SBY mampu mengatasi arogansi Malaysia.
"Kalau tidak segera diselesaikan, amuk massa di tingkatan bawah semakin kencang. Semua itu terjadi akibat efek domino atas lambannya sikap pemerintah Indonesia terhadap Malaysia," katanya.
Ia juga meminta pemerintah tidak melarang aksi unjuk rasa anti-Malaysia. "Pemerintah juga tidak boleh melarang aksi protes yang dilakukan warga, asalkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," katanya.
Pemerintah diminta menunjukkan kekuatannya agar tidak mudah disepelekan bangsa lain. "Jangan sampai terjadi lagi, aksi penangkapan seperti kemarin. Pemerintah perlu menunjukkan kekuatannya," kata Pangdam Jaya periode 1994-1996.
Memperhitungkan kekuatan pasukan tempur, Wiranto mengemukakan, Indonesia lebih unggul dibandingkan dengan Malaysia.
Namun soal peralatan persenjataan, mantan Panglima Kostrad itu tidak berani menjamin karena selama ini anggaran untuk TNI relatif kecil.
Bahkan, untuk biaya pemeliharaan dan pengadaan alat utama sistem persenjataan, TNI masih sering mengalami kekurangan.
Menurut Wiranto, TNI tidak boleh memiliki nyali yang ciut dengan kondisi persenjataan seperti itu. Seorang prajurit harus siap ditugaskan di medan perang.
Oleh sebab itu, dia mengingatkan pejabat tinggi militer di Indonesia untuk selalu memiliki kesiapan. "Jangan jadi panglima, kalau tidak berani berperang," kata Menhankam/Pangab pada Kabinet Pembangunan VII/1998 dan Kabinet Reformasi Pembangunan 1998-1999 itu.
Ia juga tidak setuju adanya razia yang dilakukan terhadap warga Malaysia di Indonesia itu. "Protes boleh saja, asalkan tetap memperhatikan aturan. Dan jangan sampai melanggar hukum, seperti razia," katanya
"Media asing lebih menunjukan kecenderungan positif dalam berita terkait SBY karena kunjungan SBY yang sering ke luar negeri dan SBY mendapatkan berbagai penghargaan internasional," kata Yunarto di Jakarta, Minggu.
Hal itu berbeda dengan pemberitaan di dalam negeri. Sejak 10 bulan pemerintahan Presiden Yudhoyono periode kedua ini, pemberitaannya lebih banyak negatif dari pada positifnya.
"Saya mengamati, sejak 10 bulan terakhir ini, pemberitaan terhadap SBY lebih banyak negatif, yakin 42 persen, pemberitaan yang netral 44 persen dan 14 persen pemberitaan yang positif," kata Yunarto.
Ia mengatakan, pemberitaan yang negatif terhadap Presiden Yudhoyono itu karena Presiden dinilai tidak bisa mengontrol dan menyelesaikan masalah nasional, salah satunya adalah menyelesaikan masalah perbatasan RI-Malaysia.
"Pemberitaan yang negatif itu karena bangunan politik yang dibangun oleh SBY sendiri dengan memilih menteri yang berasal dari partai politik," katanya.
Karena itu, dia menyarankan agar Presiden Yudhoyono segera mengambil langkah-langkah tepat. Salah satu langkah yang perlu dilakukan adalah dengan me-`reshuffle` menteri-menteri KIB II.
"Mumpung satu tahun KIB II, ini merupakan momentum bagi SBY untuk melakukan `reshuffle` guna memperbaiki popularitas dan kinerjanya serta menjadi awal yang baik untuk membuka ruang gerak SBY," kata dia.
Ketika ditanya dari kalangan mana saja yang harus di-`reshuffle`, Yunarto mengatakan, sebaiknya yang harus di`reshuffle` itu adalah menteri-menteri yang partai politik karena dipilih secara politik yang akibatnya menyandera Presiden Yudhoyono.
"Kinerja kabinet yang berasal dari partai politik tidak optimal dan menyandera SBY sendiri. Jangan menteri-menteri yang profesional yang diganti," kata Yunarto.
Sementara itu, Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Wiranto meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersikap lebih tegas lagi terhadap pemerintah Malaysia.
"Pengiriman surat protes tidak cukup. Kami minta pemerintah lebih tegas lagi terhadap Malaysia," kata mantan Panglima TNI itu usai meresmikan kantor DPD Hanura Jatim di Surabaya, Minggu malam.
Ia menganggap perlakuan Malaysia terhadap Indonesia akhir-akhir ini sudah tidak mencerminkan hubungan yang baik antarkedua negara bertetangga itu.
"Kita harus menunjukkan diri kalau masih memiliki kehormatan karena ini adalah persoalan harga diri sebuah bangsa," kata mantan Cawapres 2009 itu.
Menurut dia, kebenaran hukum harus tetap ditegakkan untuk menenangkan hati masyarakat. Oleh sebab itu, kata dia, perlu tindakan yang lebih konkret dan maksimal untuk menjawab keraguan rakyat tentang nasionalisme.
"Tidak ada salahnya kalau memberi `warning` pada negara tetangga. Jangan main-main dengan hak asasi manusia yang dicederai," kata Menko Polkam di era pemerintahan Abdurrahman Wahid itu.
Wiranto merasa yakin pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden SBY mampu mengatasi arogansi Malaysia.
"Kalau tidak segera diselesaikan, amuk massa di tingkatan bawah semakin kencang. Semua itu terjadi akibat efek domino atas lambannya sikap pemerintah Indonesia terhadap Malaysia," katanya.
Ia juga meminta pemerintah tidak melarang aksi unjuk rasa anti-Malaysia. "Pemerintah juga tidak boleh melarang aksi protes yang dilakukan warga, asalkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," katanya.
Pemerintah diminta menunjukkan kekuatannya agar tidak mudah disepelekan bangsa lain. "Jangan sampai terjadi lagi, aksi penangkapan seperti kemarin. Pemerintah perlu menunjukkan kekuatannya," kata Pangdam Jaya periode 1994-1996.
Memperhitungkan kekuatan pasukan tempur, Wiranto mengemukakan, Indonesia lebih unggul dibandingkan dengan Malaysia.
Namun soal peralatan persenjataan, mantan Panglima Kostrad itu tidak berani menjamin karena selama ini anggaran untuk TNI relatif kecil.
Bahkan, untuk biaya pemeliharaan dan pengadaan alat utama sistem persenjataan, TNI masih sering mengalami kekurangan.
Menurut Wiranto, TNI tidak boleh memiliki nyali yang ciut dengan kondisi persenjataan seperti itu. Seorang prajurit harus siap ditugaskan di medan perang.
Oleh sebab itu, dia mengingatkan pejabat tinggi militer di Indonesia untuk selalu memiliki kesiapan. "Jangan jadi panglima, kalau tidak berani berperang," kata Menhankam/Pangab pada Kabinet Pembangunan VII/1998 dan Kabinet Reformasi Pembangunan 1998-1999 itu.
Ia juga tidak setuju adanya razia yang dilakukan terhadap warga Malaysia di Indonesia itu. "Protes boleh saja, asalkan tetap memperhatikan aturan. Dan jangan sampai melanggar hukum, seperti razia," katanya