Doppelganger -end-

Randy_Muxnahtis

New member
This story contains a scene of implicit fact and fiction (g ambil dr catatan pembuka game horor buatan capcom, bangsanya Resident Evil, Dino Crisis, dll. Cuma g modif n g "tantang" pembaca buat menemukan mana yg fact n mana yg fiction) ^^ Selamat membaca. ^^



Cerita ini dimulai sekitar 9 tahun lalu. Namaku Rick. Pada waktu itu, aku masih anak sekolah biasa. Aku memiliki seorang paman yang sudah menikah cukup lama, namun masih belum mendapatkan seorang anak. Istri dari pamanku itu sebetulnya pernah hamil, namun, mengalami keguguran. Setelah menunggu cukup lama untuk mendapatkan kesempatan mempunyai anak, namun harapan itu sepertinya pupus, maka pamanku itu dan istrinya menimbang kemungkinan bahwa mereka akan mengadopsi seorang bayi untuk dijadikan anak mereka. Akhrinya, setelah menimbang dan berkonsultasi, mereka memutuskan untuk mengadopsi seorang bayi. Mereka mengadopsi seorang bayi perempuan dan mereka beri nama Xanrosh. Xan merupakan nama marga keluarga, dan Rosh..... mungkin itu kata dari bahasa asing? Pamanku itu dan istrinya sangat menyayangi Xanrosh ini. Demikian juga dengan semua anggota keluarga besarku. Nenek, kakek, ibuku, dan lainya (nenek-ku mempunyai 5 orang anak, ibuku anak pertama, itulah mengapa aku menyebut "keluarga besar", sedangkan pamanku yang mengadopsi anak ini, adalah anak dari nenek-ku yang nomor 3). Kami semua menyayangi Xanrosh ini layaknya anggota keluarga kami sendiri. Bahkan, pada ulang tahun xanrosh yang pertama, pamanku itu mengadakan pesta ulang tahun yang cukup mewah dan tentu saja, menghabiskan biaya yang sangat besar. Aku pribadi juga menyayangi Xanrosh. Apalagi, aku tidak mempunyai adik laki-laki ataupun adik perempuan, jadi, aku menganggap Xanrosh ini sebagai adik sendiri. Meskipun, yah, jujur saja, usia aku dan Xanrosh yang terpaut jauh, membuat kami agak sulit untuk bermain bersama, apalagi aku laki-laki, sedangkan dia perempuan, yang berarti permainan kesukaan kami berbeda. Yah.... tapi toh, aku memutuskan untuk melupakan hal bahwa dia itu sebetulnya anak adopsi, dan menganggapnya sebagai saudara sepupu sendiri. Xanrosh ini cukup enerjik, dan, seiring dengan bertumbuhnya, aku berpikir, dia agak tomboy. Meskipun, aku sendiri masih mempertimbangkan apakah batasan tomboy itu, namun, bermain sepatu roda, skateboard, dan basket, menurutku cukup tomboy, terutama skateboard, sedangkan sepatu roda dan basket, yah, masih dapat diterima. Tapi anak perempuan bermain skateboard, menurutku, adalah hal yang tidak umum. Xanrosh ini juga memiliki hobi seperti berenang dan menari. Jika liburan datang, ayah dan ibunya mengajaknya jalan-jalan, dan cukup sering ke luar kota.

Masa kini, 3 tahun yang lalu. Aku baru saja lulus SMA, dan sedang bersiap-siap untuk masuk kuliah. Aku memutuskan untuk kuliah Bahasa Inggris di sebuah universitas swasta. Kehidupanku secara umum berjalan seperti biasa. Kuliah, belajar, ujian, berjalan-jalan ke mall bersama teman-temanku waktu SMA, atau bersama teman kampus. Berjalan biasa. Tak terasa, aku akan masuk semester 2. Yah.... kurasa inilah yang membuat keadaan berputar-balik secara drastis dan dramatis.... Karena kita tak pernah tau apa yang akan terjadi di masa depan.....

Nila pelajaranku waktu aku semester 1 cenderung baik, hanya ada 1 pelajaran yang aku tidak lulus. Indeks prestasiku semester 1 juga cukup memuaskan, paling tidak, menyentuh angka 3. Jadi, aku-pun menikmati liburan semester yang sekaligus libur natal dan tahun baru (karena ujian akhir semesterku berlangsung sekitar bulan Desember). Setelah libur semester yang cukup lama, aku mulai masuk semester 2. Suatu ketika, aku melihat papan pengumuman lowongan pekerjaan di kampusku. Di sana, aku melihat, sebuah lowongan mengajar Bahasa Inggris part time di sebuah tempat kursus. Setelah aku melihat alamat yang tertera, aku agak terkejut, karena letak tempat kursus itu dekat dengan rumah salah seorang sahabatku waktu aku masih SMP (sampai sekarang, kami juga masih berteman). Karena aku dulu sering bermain ke rumah sahabatku itu, aku jadi tau lokasi tempat kursus yang memasang lowongan pekerjaan ini. "Lumayan, buat 'tantangan' kemampuan bahasa Inggris gue n buat tambahan duit jajan," kataku ketika membaca iklan lowongan tersebut. aku mengeluarkan secarik kertas dan sebuah pen dan mencatat alamat dan nomor telepon tempat kursus tersebut. Setelah pulang dari kampus, aku segera menghubungi tempat tersebut. Aku ingin menanyakan informasi lebih lanjut, mengenai syarat-syarat melamar pekerjaan dan persiapan yang dibutuhkan. Di sebelah sana, terdengar suara seorang perempuan, "halo." Aku membalas salam tersebut, "halo, selamat siang, apakah ini tempat kursus yang sedang mencari tenaga pengajar? Saya melihat lowongan yang anda pasang di kampus saya. Saya berminat untuk mencoba melamar di tempat anda. Kira-kira, syaratnya apa saja? Karena saya masih di semester awal, dan saya belum mempunyai pengalaman." Di sebelah sana, perempuan tersebut menjawab, "Oh, iya, benar. Saya memang lagi membutuhkan tenaga pengajar. Anda kuliah di mana?" Aku menyebutkan universitas tempatku kuliah. Lalu perempuan itu meneruskan, "iya, saya memang tidak mengajukan syarat-syarat tertentu. Jadi, anda silahkan saja jika ingin mencoba melamar. Dengan siapa saya bicara?" "Nama saya Rick. Baiklah, saya akan mengirim surat lamaran ke anda. Terima kasih atas informasinya," aku mengakhiri pembicaraan di telepon tersebut. Merasa senang karena aku memiliki peluang untuk berbuat sesuatu yang berguna, meskipun belum tentu aku diterima, namun tak ada salahnya mencoba, karena, aku percaya bahwa urusan jodoh, rejeki, dan umur, adalah urusan Yang Maha Kuasa. Jadi, kalaupun aku tidak diterima melamar di sana, yah, anggap saja, rejeki-ku bukan di tempat itu. Jadi, aku-pun mengurus segala sesuatu yang diperlukan, mulai dari membuat surat lamaran, membuat CV, dan sebagainya.

Singkat cerita, aku menerima panggilan untuk wawancara di tempat tersebut. Yah, menurut teori, katanya, apabila sebuah perusahaan bersedia memanggil pelamar pekerjaan untuk tes wawancara, itu artinya bahwa ada kemungkinan 50% pelamar tersebut diterima. Jadi, aku merasa cukup senang. Maka, aku pun mebuat janji untuk tes wawancara dengan perempuan tersebut. Pada waktu yang sudah disepakati, aku mendatangi tempat kursus tersebut. ketika aku datang, aku melihat cukup banyak anak-anak, yang menurut dugaanku, pasti murid-murid tempat kursus tersebut. Mereka sedang bermain. Entah apakah mereka sudah selesai belajar, atau baru akan mulai belajar. Aku memberi salam kepada seorang 'maid' yang saat itu sedang memperhatikan anak-anak yang sedang bermain. Aku menjelaskan kepada 'maid' tersebut bahwa aku akan melakukan tes wawancara. 'Maid' tersebut berkata kepadaku untuk menemui 'majikan' yang kebetulan pada saat itu sedang mengajar di lantai atas. Jadi, aku pun masuk ke tempat tersebut, dengan ditemani oleh 'maid' tersebut. 'Maid' tersebut mengantarku ke sebuah kelas di lantai 2. Dia mengetuk pintu sebuah kelas, lalu masuk dan berbicara kepada seorang perempuan. Tak lama kemudian, 'maid' tersebut keluar, di belakangnya ada seorang perempuan yang berusia sekitar akhir 20. Pada saat itu, aku mengira bahwa perempuan yang baru ini adalah asisten dari manager tempat tersebut. Perempuan itu dan aku saling memperkenalkan diri. Perempuan itu bernama Miss Sasha. Namun, karena pada saat itu Miss Sasha sedang mengajar, jadi aku diminta untuk menunggu sebentar untuk tes wawancara. Sekitar 10 menit kemudian, pelajaran selesai, dan Miss Sasha kembali menemuiku. Singkat cerita, aku pun dites. Tesnya ada 2 macam, yang pertama tes wawancara, lalu yang kedua, tes mengajar. Aku diberikan sebuah buku pelajaran Bahasa Inggris, dan diminta untuk menjelaskan pelajaran buku tersebut. Aku mempelajari bahan pelajaran buku tersebut. Rupanya tentang Present tense, namun dengan aplikasi yang lebih rumit. Dengan segera, aku menduga bahwa pelajaran tersebut mungkin digunakan untuk murid SMA yang mungkin belajar di tempat kursus tersebut. Aku mempelajari bahan pelajaran tersebut. Setelah siap, aku maju ke depan kelas, sedangkan Miss Sasha duduk di sebuah kursi untuk murid, lalu aku mulai mempresentasikan pelajaran tersebut. Yah, jujur saja, aku lumayan gugup. Meskipun aku paham tentang Present Tense, namun, aku belum pernah mempelajari aplikasinya yang lebih rumit sewaktu aku di sekolah ataupun waktu aku kuliah semester 1 lalu. Akhirnya, aku selesai presentasi. Setelah itu, aku dan Miss Sasha membahas beberapa hal. Jujur saja, karena pada saat itu aku masih berpikir bahwa Miss Sasha adalah asisten dari manager tempat tersebut, aku memberanikan diri bertanya, "maaf, apakah Miss adalah pemilik dari tempat ini?" Miss Sasha tidak tampak marah, malah, dia mengiyakan pertanyaanku itu. Bisa dibayangkan aku cukup terkejut, karena bayanganku selama ini manager tempat kursus tersebut adalah mungkin seorang wanita paruh baya, yang tampak galak dan tegas. Namun pada kenyataanya Miss sasha, pemilik tempat kursus tersebut adalah seorang perempuan yang masuh muda, bahkan agak 'funky', karena rambutnya diwarnai agak pirang. Dia bahkan tampak santai, hanya memakai kaos biasa dan celana jins. Begitu aku mengetahui bahwa Miss Sasha adalah calon manager-ku, aku meminta maaf atas kelancanganku, namun aku juga menjelaskan bahwa selama ini aku mengira bahwa manager tempat tersebut adalah seorang yang lebih tua, tampak berpengalaman, galak dan tegas. Miss Sasha bisa mengerti penjelasanku. Akhirnya aku bersalaman dengan Miss Sasha dan mengucapkan selamat tinggal, lalu pulang.

Sekitar 2 bulan kemudian, Miss Sasha menghubungiku. Rupanya aku diterima bekerja di tempat tersebut. Betapa senangnya hatiku. Bisa dikatakan, ini menjadi langkah awal dalam meniti karir. Jadi, aku diberi jadwal kapan aku bekerja, dan karena ini merupakan pekerjaan part time, aku masih memiliki waktu luang yang cukup banyak. Akhirnya, aku mulai bekerja sebagai guru Bahasa Inggris di tempat tersebut. Di hari pertama aku bekerja, aku masih merasa canggung, dan Miss Sasha juga banyak membantuku. Seiring berjalan waktu, kemampuan mengajarku juga menjadi lebih berkembang. Aku juga memetik manfaat pelajaran bahasa Inggris yang mungkin aku lupa, atau belum pernah dapat waktu aku di sekolah. Namun, kadang, aku juga membuat kesalahan, dan Miss Sasha memberi masukan yang positif. Aku berterima kasih atas saranya.

Harus ku-akui bahwa mengurus murid tidaklah mudah. Aku mengajar kelas SD di sore hari, dan kelas SMP ketika hari menjelang malam. Secara umum, murid-muridku baik-baik saja, meskipun ada beberapa muridku yang dari kelas SD yang nakal, atau kadang bertengkar dengan teman lain, atau sangat suka berbicara banyak, atau yang lucu, dan sebagainya. Itulah masyarakat. Tentu saja, apabila murid-murid tersebut membuat onar, aku menjadi pusing mengurusnya. Apabila aku sudah tidak mampu mengurus kenakalan mereka, maka Miss Sasha akan turun tangan. Aku memang termasuk guru yang sabar, mungkin itu sebabnya murid-murid itu lebih berani berbuat onar di depan mataku daripada di depan mata Miss Sasha.
 
Doppelganger (Part 2)

Jujur saja, semakin lama aku bekerja di tempat tersebut, aku semakin merasa tempat kursus tersebut seperti rumah ke-2. Bahkan, aku mempunyai beberapa murid kesukaan. Murid-murid kesukaanku itu seperti adiku atau mungkin, jika lebih ekstrem, seperti anaku sendiri. Karena, kadang-kadang beberapa murid lain, bahkan Miss Sasha juga menggoda kedekatanku dengan murid-murid kesukaanku tersebut. Yah, aku hanya bisa pasrah dan tersenyum mendengar godaan mereka. Lama-lama, aku menjadi terbiasa dengan godaan mereka. Di tempat kursus tersebut, aku juga mendapat teman guru yang juga bekerja di sana. Dan, yah.... aku juga jatuh cinta kepada salah seorang guru di tempat tersebut. Namun, sayangnya, cintaku ini bertepuk sebelah tangan.

Masa kini. Tak terasa, sudah sekitar 3 tahun aku bekerja di tempat kursus tersebut. Tempat kursus ini juga memiliki beberapa orang guru dan murid baru. Salah satu guru baru tersebut bernama Nicolas. Nicolas ini usianya sekitar 2 tahun lebih muda daripadaku. Aku jarang bertemu dengan Nicolas, karena jadwal mengajarku dan dia berbeda. Namun, aku juga mendapat 2 kelas baru, yang berarti, jumlah muridku juga bertambah. Jadi sekarang ini, aku mengajar 3 kelas SD dan 1 kelas SMP-SMA. Kebetulan, salah satu kelas baruku ini memiliki jadwal belajar setelah kelas Nicolas. Jadi, aku sering bertemu dengan Nicolas ini. Namun, sayangnya, Nicolas ini juga masih mahasiswa, dan dia juga cukup sibuk dengan urusan kuliahnya sendiri, sebagai akibatnya, kadang-kadang, dia tidak bisa masuk untuk mengajar kelasnya sendiri. Jika hal itu terjadi, kadang-kadang Miss Sasha memintaku untuk menggantikan Nicolas mengajar kelasnya. Apabila Miss Sasha sedang senggang, maka Miss Sasha sendiri yang menggantikan Nicolas. Namun, apabila Miss Sasha juga sedang sibuk, maka aku diminta untuk menggantikan Nicolas. Dan inilah yang menjadi masalah....

Aku sedang membuka facebook ketika HP-ku berbunyi. Segera kulihat HP-ku. Ternyata Miss Sasha mengirimku SMS. "Rick, can you help me to teach Nicolas' class tomorrow? Because he has some business on his campus," demikian isi SMS-nya. Aku membalas, "OK." Singkatnya, aku sedang mengajar di kelas yang seharusnya milik Nicolas. Di kelas Nicolas ini, ada seorang murid perempuan yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Ketika terakhir aku menggantikan Nicolas, murid ini belum ada. Maka dari itu, aku menyimpulkan bahwa dia ini murid baru. Anak perempuan ini berusia kira-kira 6 tahun. Aku mengurus kelas Nicolas ini seperti biasa, karena aku cukup sering menggantikan Nicolas dan dengan pengalamanku mengajar selama 3 tahun, jadi harusnya tidak ada masalah. Aku menjelaskan kelas tersebut mengenai pelajaran hari itu. Setelah itu, mereka mengerjakan soal latihan berkaitan dengan pelajaran yang baru saja aku jelaskan. Karena sebagian besar murid kelas ini berusia sekitar 6 tahun, maka pelajaran Bahasa Inggris mereka masih cenderung mudah. Mereka selesai mengerjakan soal latihan, lalu menyerahkan pekerjaan mereka kepadaku untuk aku periksa dan beri nilai. Murid baru ini juga berbuat hal demikian. Dia menyerahkan buku latihanya kepadaku. Aku iseng-iseng membaca namanya yang tertulis di bukunya. Nama murid baru tersebut adalah Jessica. Lalu aku fokus untuk memeriksa hasil pekerjaan murid-murid ini. Jessica ini mendapat nilai 100. Teman-temanya yang lain juga ada yang mendapat nilai 100, namun, karena Jessica ini adalah murid baru, maka aku menghampirinya untuk menyerahkan bukunya dan sedikit bertanya-tanya. Ketika aku mendekati Jessica dan menyerahkan bukunya, aku merasa bahwa wajah Jessica mirip dengan seseorang yang aku kenal, tapi aku tidak ingat siapa, dan aku tidak yakin sepenuhnya, karena, mungkin saja, itu hanyalah perasaanku. Jadi, aku mendiamkan hal itu. Akhrinya, pelajaran pun selesai. Setelah itu, aku menemui Miss Sasha untuk melaporkan bahwa pekerjaanku sudah selesai dan juga untuk bertanya tentang Jessica ini. "Miss, itu si Nicolas ada murid baru ya? Namanya Jessica? Soalnya waktu terakhir saya menggantikan Nicolas, saya gak merasa melihat dia?" Aku membuka pembicaraan. "Iya, emang kenapa?" Sahut Miss Sasha. "Oh, gak apa-apa Miss, cuma tanya aja. Pantesan saya gak liat dia waktu terakhir gantiin Nicolas. Dia pinter ya?" Jawabku. "Oh, iya," Miss Sasha mengangguk. Setelah itu, aku kembali ke kelas untuk mengajar kelasku yang biasa. Bayangan Jessica itu perlahan-lahan menghilang dari pikiranku.

Sekitar 6 minggu kemudian, Miss Sasha kembali mengirim SMS kepadaku. Seperti sebelumnya, dia juga memintaku untuk menggantikan kelas Nicolas karena saat itu Nicolas sedang menghadapi ujian semseter di kampusnya yang kebetulan, jadwal ujianya bersamaan dengan jadwal mengajar dia. Jadi, aku pun kembali menggantikan Nicolas mengajar di kelas yang waktu itu. Otomatis, aku bertemu dengan Jessica. Pertemuanku yang kedua dengan Jessica ini membangkitkan minatku. Diam-diam, aku mengamati Jessica dengan seksama. Dia saat itu sedang mengerjakan soal latihan. Semakin lama aku mengamati Jessica ini, aku semakin berpikir bahwa memang benar bahwa Jessica mirip dengan seseorang yang aku kenal. Tapi siapa? Lagipula, kalaupun itu benar bahwa Jessica ini mirip seseorang yang aku kenal, apakah itu betul, ataukah hanya perasaanku saja? Karena, cukup banyak orang di dunia ini yang wajahnya hampir mirip dengan orang lainya jika dilihat secara sepintas. Jadi, aku masih berpikir bahwa itu hanya perasaanku saja. Maka, aku pun melepas pandanganku dari Jessica dan kembali fokus pada pekerjaanku. Lagi-lagi, Jessica ini mendapat nilai 100 untuk jawaban soal latihan yang dia kerjakan. "Hm.. sayang, dia bukan murid kelasku. Coba kalau seandainya dia murid kelasku, sudah pasti dia akan menjadi murid kesukaanku," kataku dalam hati. Sekali lagi, dengan diam-diam, aku kembali memperhatikan Jessica. Entah kenapa, secara mendadak, aku merasa merinding ketika aku mengamati Jessica untuk kedua kalinya ini. "What the...?" Kataku dalam hati. Selesai kelas, aku menemui Miss Sasha untuk memberikan laporan pekerjaanku. Miss Sasha berterima kasih atas bantuanku. Setelah melapor, aku menambahkan kepada Miss Sasha, "Miss, si Jessica itu pintar ya, tambah lagi, dia kalem, kalau dia murid kelas saya, wah, bakal jadi murid favorit saya tuch," kataku. Miss Sasha hanya tersenyum. Dia sudah terbiasa dengan 'kebiasaan'-ku mengenai murid favorit. Pertemuanku dengan Jessica yang kedua kalinya ini membuat wajahnya tersimpan dalam memori otaku. Meskipun, jujur saja, secara umum, aku jarang memperhatikan orang-orang yang hanya bertemu denganku secara sepintas lalu, namun, aku merasa, ada sesuatu dengan Jessica ini. Atau paling tidak, aku punya pertanyaan, mengapa aku tiba-tiba merasa merinding ketika aku memperhatikan Jessica? Firasat apa ini?

Jawaban pertanyaan ini datang kepadaku dengan sendirinya sekitar 3 bulan kemudian. Pada waktu itu, lagi-lagi, Nicolas tidak bisa datang untuk mengajar kelasnya karena dia sedang sakit. Aku sebetulnya sudah tidak begitu memperhatikan Jessica ini, karena sudah lewat 3 bulan, ditambah lagi, aku juga punya masalah sendiri. Jadi, selama 3 bulan itu, secara bengangsur-angsur, aku melupakan Jessica. Tapi, sepertinya nasib berkata lain. Maka, jadilah aku, kembali menggantikan Nicolas mengajar. Lagi-lagi, aku bertemu dengan Jessica untuk ketiga kalinya. Mau-tidak mau, aku jadi teringat bagaimana aku mendadak merinding ketika memperhatikan Jessica pada pertemuanku denganya yang terakhir. Namun, aku juga tidak terlalu memikirkanya. Tapi, entah mengapa, ada sebuah perasaan ayng mengusik dan seolah memanggil-manggil aku dari diri Jessica. Maka, lagi-lagi aku memperhatikan Jessica secara diam-diam. Lalu, tiba-tiba aku sadar, bahwa Jessica memang mirip dengan seseorang yang aku kenal. Dan kali ini, aku cukup yakin, karena, sudah 3 kali aku bertemu Jessica, jadi aku cukup mengenalinya. "Holy shit," kataku pelan, ketika aku menyadari Jessica itu mirip siapa. Aku menyadari bahwa Jessica itu mirip sekali dengan sepupuku yang bernama Xanrosh.... "Shit, holy shit, shit, what the f*^#k?" Kataku pelan kepada diriku sendiri. Di saat yang sama, pertanyaan besar muncul di benaku, "kok bisa? Bagaimana? Mengapa? Siapa?"
 
Doppelganger (Part 3)

Sampai di rumah, aku terus memikirkan Jessica dan Xanrosh. "Shit, holy shit," kata-kata itu terus kuucapkan secara pelan. Aku sudah mempunyai dugaan hubungan antara Xanrosh dan Jessica. Meskipun aku juga masih tidak mempercayainya, namun ada kemungkinan bahwa Xanrosh adalah kakak kandung dari Jessica karena wajah mereka yang begitu mirip, meskipun aku juga setuju bahwa banyak orang di dunia ini yang punya wajah yang hampir mirip dengan orang lainya, tapi kemiripan antara Xanrosh dan Jessica itu nyaris identik, layaknya saudara kandung. Xanrosh sudah berusia 9 tahun sekarang. Jessica berusia 6 tahun. Jadi, aku harus mencari bukti untuk hal ini. Tapi bagaimana? Lagipula, kalaupun dugaanku ini benar, bagaimana dengan keluarga besarku, terutama keluarga Xanrosh, dan juga keluarga Jessica? Mereka pasti bakal terkejut, dan Xanrosh akan mengetahui bahwa dia adalah anak adopsi. Hal ini akan berbuntut panjang. Aku menghela napas. "Ok, ok, tenang. Belum tentu mereka betul saudara kandung. Yang penting, cari bukti dulu. Sisanya, biar kenyataan yang memperlihatkan dirinya sendiri, apakah Xanrosh dan Jessica itu betul saudara kandung atau bukan," kataku dalam hati. Sekarang, bagaimana cara mencari buktinya, terutama, secara perlahan tapi pasti. Aku tidak mau dugaanku, yang masih belum 100% betul ini, lantas membuat seluruh anggota keluarga besarku heboh. Aku memutuskan untuk memecahkan teka-teki ini sendirian. Setelah teka-teki ini terjawab, baru aku akan menceritakan hal ini kepada keluarga besarku. Sisanya, apakah keluarga besarku, terutama keluarga Xanrosh akan mengakui kepada Xanrosh bahwa dia itu anak adopsi dan mempertemukanya dengan keluarga aslinya atau tidak, itu urusan nanti. Proritasku adalah membuktikan bahwa dugaanku betul atau salah.

Sebetulnya aku sudah punya ide bagaimana cara membuktikan dugaanku, yaitu dengan melakukan tes DNA Xanrosh dan Jessica. Di lain pihak, aku mempunyai bukti visual, yaitu wajah Jessica yang begitu mirip dengan wajah Xanrosh, ditambah lagi, aku pernah melihat gigi Xanrosh pada suatu kesempatan, dan juga gigi Jessica pada lain kesempatan ketika aku menggantikan Nicolas mengajar. Kebetulan, pada saat aku menggantikan Nicolas, Jessia berbicara kepada salah seorang murid lain. Aku memperhatikan pembicaraan mereka, sehingga tanpa sadar dan tanpa sengaja, aku sempat melihat gigi Jessica ketika dia bicara, meskipun hanya sekilas. Dan, bentuk gigi Xanrosh dan Jessica juga mirip. Wajah yang begitu mirip, ditambah bentuk gigi yang juga mirip adalah bukti visual yang berhasil aku

dapatkan. Tapi, aku butuh bukti nyata, ilmiah. Dan bukti ilmiah itu melalui tes DNA. Secara teori, memang tes DNA. Tapi, masalahnya, bagaimana aku bisa mendapatkan sample DNA kedua orang itu? Aku mencari-cari artikel tentang DNA di internet, dan mendapat informasi bahwa tes DNA dapat dilakukan melalui rambut. OK, mungkin kau akan berpikir, yah, cuma rambut, apa susahnya sich? Sekali lagi, secara teori, memang demikian. Tapi, bakal konyol apabila aku mendatangi Jessica dan Xanrosh, lalu berkata, "maaf, boleh saya minta 2 helai rambut kalian?". Maka, aku memutar otak bagaimana cara mendapat rambut mereka tanpa menarik perhatian. Aku memejamkan mata, berpikir.

Hari itu hari minggu. Xanrosh dan orang tuanya datang berkunjung ke rumah kakek dan neneku. Aku dan orang tuaku juga sedang berkunjung ke sana. Kadang-kadang, keluarga besarku memang suka berkumpul di rumah kakek dan neneku, seperti pada kesempatan ini. Rumah kakek-neneku ini memang seperti markas besar. "Ini kesempatanku untuk mendapatkan contoh rambut Xanrosh," kataku dalam hati. Aku mendekati Xanrosh, berpura-pura melihat ada kotoran di rambutnya. "Xan, di rambut kamu ada kotoran nich," kataku kepada Xanrosh. Aku mengibaskan tanganku di atas kepala Xanrosh, layaknya orang yang ingin menjatuhkan sesuatu dari rambut mereka. Di saat yang sama, aku juga mencabut 2 helai rambut Xanrosh, tapi sepertinya Xanrosh tidak begitu menyadarinya karena saat itu dia juga sedang asyik menonton film Barbie. "Yes, berhasil!" Aku berseru girang dalam hati. Segera aku masuk ke kamar tidurku. Di kamar, aku mengambil sebuah wadah kecil yang memang sudah aku persiapkan sebelumnya, dan menyimpan contoh rambut Xanrosh di wadah tersebut. "Sekarang, tinggal gimana cara mendapatkan contoh rambut Jessica?" kataku kepada diriku sendiri.

Sepertinya untuk sementara, keberuntungan sedang tidak berada di pihaku. Karena sudah cukup lama aku tidak mendapat permintaan dari Miss Sasha untuk menggantikan Nicolas, yang berarti Nicolas sedang mengajar kelasnya sendiri, tanpa diganggu dengan urusan kuliahnya, dan juga berarti bahwa aku harus menunda kesempatan untuk membuktikan dugaanku ini. Contoh rambut Xanrosh masih tersimpan aman di kamarku. Sekitar 4 bulan kemudian, keberuntungan kembali mendatangiku. Aku sedang menonton TV ketika HP-ku berbunyi. Miss Sasha mengirim SMS kepadaku, minta aku untuk menggantikan Nicolas. Aku tersenyum senang sambil membalas SMS Miss Sasha, "OK." Maka, aku-pun kembali menggantikan Nicolas mengajar. Sekitar 30 menit sejak pelajaran dimulai, aku mendekati tempat duduk Jessica. Kebetulan pada saat itu, kelas itu sedang ujian kenaikan level kursus. Aku mendekati Jessica yang sedang konsentrasi menjawab soal ujian. Akan tetapi, aku tidak lantas menjalankan rencanaku. Aku berjalan melewati Jessica dan memeriksa setiap murid mengerjakan soal mereka. "Ayo, kamu, yang teliti. Ini perintah soalnya apa? Kok kamu jawabanya kayak begini? Kalau jawaban kamu ini, itu untuk fungsi apa?" Kataku kepada beberapa orang murid yang ceroboh dalam menjawab soal. Setelah selesai mengawasi murid-murid dalam mengerjakan soal ujian, aku kembali ke Jessica. Seperti yang aku lakukan ketika akan mengambil contoh rambut Xanrosh, aku berpura-pura melihat ada kotoran di rambut Jessica. "Jessica, sebentar, di rambut kamu ada kotoran," kataku. Dia berhenti menulis, aku segera memanfaatkan kesempatan itu untuk berpura-pura membersihkan rambutnya, sekaligus mencabut 2 helai rambutnya. Setelah itu, dia kembali mengerjakan soal ujian.

2 hari kemudian, aku pergi ke sebuah rumah sakit. Di sana, aku menemui seorang dokter dan memnitanya untuk menganalisa DNA di contoh rambut Xanrosh dan Jessica. Dokter tersebut berkata kepadaku bahwa proses tes DNA membutuhkan waktu beberapa hari dan membutuhkan biaya sebesar sekian juta. Aku yang sempat membaca artikel tentang tes DNA melalui internet, sudah memperkirakan hal ini, jadi, aku mengiyakan bahwa memang tes tersebut membutuhkan waktu beberapa hari. Setelah dokter itu pergi sambil membawa contoh rambut Xanrosh dan Jessica, aku pergi ke bagian administrasi untuk mengurus pembayaran. Karena kau sudah membaca artikel tentang tes DNA di internet, maka aku mengetahui perkiraan biaya yang dibutuhkan untuk tes tersebut. Sebelum aku pergi ke rumah sakit, aku mengambil sebagian tabunganku di bank untuk membayar tes ini. Seperti yang aku bilang, aku ingin menjawab teka-teki ini sendiri. Maka dari itu, aku mau-tidak mau menggunakan uang tabunganku sendiri untuk tes DNA. Kau mungkin akan bertanya, mengapa aku tidak mau melibatkan keluarga besarku? Pertanyaan pintar, dan inilah alasanku: Jessica adalah murid di tempat kursus di mana aku bekerja. Aku pernah mengajar Jessica beberapa kali, yang dapat dikatakan, secara tidak langsung, Jessica juga muridku. Muridku adalah urusan pribadiku. Segala hal yang terjadi di tempat kerjaku, adalah urusan pribadi-ku. Jadi, urusan Jessica ini kujadikan sebagai urusan pribadiku. Di samping itu, aku juga memang lebih senang bekerja sendiri, tambah lagi, aku memang memiliki sifat yang cenderung tertutup. Aku akan bekerja sendiri untuk memecahkan teka-teki ini. Apabila nanti ternyata hasil tes DNA itu positif bahwa Xanrosh dan Jessica adalah saudara kandung, baru aku akan membahas masalah ini dengan seluruh keluarga besarku, dengan disertai bukti tes DNA ini, tentu saja, itu juga artinya aku harus menjelaskan panjang lebar bagaimana aku bertemu Jessica, bagaimana aku mengambil rambut Xanrosh dan Jessica, bagaimana aku menemui seorang dokter untuk meminta melakukan tes DNA, dan hal-hal sebagainya. Tentu saja, aku juga siap menerima segala akibat dari perbuatanku ini, karena, aku yakin apabila kenyataan ini terungkap, aku yakin, keadaan keluarga besarku, terutama keluarga Xanrosh dan orang tuanya, tidak akan sama lagi. Tapi, jika hasil tes DNA ini negatif, yah, boleh aku katakan, aku lega karena dugaanku salah, dan aku bisa melanjutkan hidupku dengan tenang dan menganggap dugaanku yang salah ini adalah sebagai akibat karena aku terlalu banyak menonton film detektif dan membaca buku detektif. Tapi, aku juga belajar dari kesalahan ini agar tidak terulang lagi di masa depan.

Beberapa hari kemudian, dokter tersebut menghubungiku (aku memang memintanya untuk menghubungiku secara pribadi begitu hasil tes DNA keluar). "Rick, hasil tes DNA yang waktu itu kamu minta, sudah keluar. Kamu bisa mengambil hasil tes tersebut sekarang," kata dokter itu. Aku, yang saat itu sedang berada di kampus, menjawab, "oh, iya, dok. Tapi saya sedang tidak sempat sekarang, mungkin saya akan datang ke rumah sakit sekitar 1 jam lagi." "Baiklah, saya tunggu di kantor saya." Jawab dokter, setelah itu dia menutup teleponya. Sekitar 1 jam kemudian, aku tiba di rumah sakit, dan segera menemui dokter tersebut. "Bagaimana, dok?" Tanyaku agak takut-takut. Jantungku berdebar keras. Tegang. Dokter itu, karena tidak mengetahui permasalahanku dan menganggap itu hanya tes DNA biasa, tersenyum sambil menyerahkan amplop berisi hasil tes DNA itu. "Hasilnya positif. DNA yang ada di contoh rambut itu sama," kata dokter itu sambil tersenyum. Buru-buru aku membuka amplop tersebut dan mengeluarkan kertas print hasil tes DNA. Hasilnya menunjukan positif...... Aku hanya bisa lemas dan berkata, "oh my God. Shit. Holy shit." Aku merasakan wajahku menjadi pucat. Segera, aku mengucapkan terima kasih kepada dokter, dan meninggalkan ruangan tersebut. "Shit, ternyata dugaan gue betul. Jessica adalah adik kandung dari Xanrosh. Cuma bagaimana? Kok bisa? Kenapa? Terus, abis ini gue musti gimana?" Kalimat itu terus berputar di pikiranku.
 
Doppelganger (Part 4)

OK, aku mungkin sedikit merubah rencanaku. Aku memutuskan untuk tidak langsung meng-ekspose hasil penyelidikanku kepada seluruh anggota keluarga besarku, namun aku pertama-tama menceritakan hal ini kepada ibuku. AKu menjelaskan semua hal tentang bagaimana aku menggantikan kelas Nicolas, bagaimana aku memeperhatikan seorang murid bernama Jessica, bagaimana aku berpendapat bahwa Jessica mirip dengan Xanrosh tapi masih belum yakin, bagaimana aku akhirnya yakin bahwa Xanroh mungkin adalah kakak kandung dari Jessica, lalu bagaimana aku melakukan tes DNA. Ibuku mendengarkan ceritaku dalam diam dan serius. Dia juga tidak percaya. Selesai mendengarkan cerita, ibuku diam sebentar, berpikir, lalu menghela napas, lalu berkata, "Ibu masih belum begitu percaya cerita kamu. Tapi karena kamu udah melakukan tes DNA dan hasilnya positif, ibu menjadi cukup yakin. Meskipun ibu tidak setuju karena kamu bertindak sendiri tanpa pikir panjang dan tidak memikirkan akibatnya, terutama bagi Xanrosh dan orang tuanya. Tapi yaudah, untuk sementara, ini jadi rahasia kita berdua dulu. Terus terang, ibu juga gak percaya hal ini terjadi. Tapi, biar ibu jadi makin percaya sama cerita kamu, ibu minta 1 bukti lagi, yaitu, foto dari murid kamu yang bernama Jessica ini. Ibu jadi penasaran, memang semirip apa sich, wajah Jessica ini? Kalau nanti kamu berhasil mendapatkan fotonya, lalu ibu lihat, dan ternyata memang mirip, OK, ibu akan mengaku bahwa kamu benar. Tapi untuk sementara, ibu mau minta bukti foto Jessica buat perbandingan dengan wajah Xanrosh. Terus, hasil tes DNA ini ibu simpan dulu di lemari penyimpanan barang-barang berharga punya ibu," kata ibuku akhirnya. Aku bisa merasakan bahwa ibuku itu juga terguncang. Begini, sebetulnya, aku berpikir bahwa mungkin saja sich, orang tua kandung Xanrosh yang sebenarnya, setelah melahirkan Xanrosh, lalu menyerahkan kepada pamanku untuk diadopsi, orang tua kandung tersebut kemudian mengandung lagi dan melahirkan Jessica, dan kali ini, mereka merawat Jessica dengan baik, dan mungkin, mereka juga menyesali tindakan mereka terhadap anak mereka yang pertama, yaitu Xanrosh, dan bertanya-tanya bagaimana keadaan Xanrosh sekarang. Mungkin juga, mereka berbohong dalam merawat Jessica, dengan tidak menceritakan bahwa Jessica sebetulnya punya saudara kandung, dan malah berpura-pura bahwa Jessica anak tunggal mereka, meskipun aku yakin, hati nurani mereka juga tidak menyetujui tindakan mereka, namun, karena pertimbangan tertentu, mereka memutuskan untuk menutup kasus ini. Masalahnya, yang membuatku tidak percaya, dan aku rasa, ibuku juga berpikir yang sama, bagaimana bisa, Jessica ini menjadi murid di tempat kursus di mana aku, sebagai saudara sepupu dari Xanrosh, bekerja? Maksudku, apa dunia sekecil "itu"? Apa ini yang namanya takdir? Untungnya, tempat tinggal Xanrosh bersama orang tuanya berada cukup jauh, yaitu di bagian timur kota, jadi peluang bertemunya Xanrosh serta orang tua adopsinya (pamanku dan istrinya) dengan Jessica serta orang tuanya, yang berarti juga orang tua kandung asli Xanrosh, mungkin bisa diminimalisir. Meskipun, aku juga memikirkan kemungkinan bahwa mungkin saja mereka pernah bertemu, ketika mereka sedang berjalan-jalan di sebuah mall, atau apa, namun mereka tidak menyadarinya. Yah......

Ibuku memintaku untuk mendapatkan foto Jessica sebagai bukti untuk membuatnya percaya. Gampang, pikirku. Gak percuma aku punya HP yang ada kamera, aku bisa foto Jessica ini dengan diam-diam, ketika dia sudah selesai belajar. Dan, memang itulah yang aku lakukan. Seperti yang aku katakan sebelumnya, aku mempunyai kelas yang jadwalnya setelah Nicolas, jadi, begitu kelas Nicolas bubar, aku menyiapkan kamera HP-ku, dan, ketika Jessica keluar dari kelas, aku menjepretnya. Karena suasana kelas hampir selalu gaduh ketika murid-murid selesai pelajaran, maka aku rasa, tidak ada yang memperhatikanku memotret Jessica ini. Lagipula, kalaupun ada yang kebetulan melihatku, aku bisa dengan mudah berbohong. Gampang. Jadi, aku sudah berhasil mendapatkan foto Jessica. Singkatnya, ibuku melihat foto Jessica tersebut. Dan kali ini, ibuku benar-benar diam seribu bahasa. Dia akhirnya percaya. Dan aku melihat, dia juga sedang berpikir keras tentang apa yang harus dilakukan. "Ibu gak ngerti, kok bisa sich, Jessica ini kursus di tempat kamu?" Hanya itu yang bisa dikatakanya. Aku hanya menggelengkan kepala sambil berkata, "mungkin ini namanya takdir." "Jadi, terserah ibu, mau bagaimana? Apakah ibu mau menceritakan hal ini kepada seluruh keluarga besar, termasuk Paman Robert (Paman Robert adalah ayah angkat Xanrosh), atau mau diam saja?" Kataku lagi. "Gak, gak. Ibu akan membawa masalah ini ke keluarga besar. Karena, ibu pikir, mungkin ini yang namanya takdir. Selain itu, ibu takut nanti di masa depan, apabila Xanrosh dan Jessica ini sudah lebih dewasa, mungkin aja kan, tanpa sengaja, mereka bertemu di suatu tempat, mungkin di mall, atau apa, terus mereka sadar bahwa wajah mereka mirip satu sama lain, terus mereka saling bertanya-tanya. Apabila hal itu terjadi, masalahnya akan jadi lebih besar. Gak, kita selesaikan masalah ini secepatnya, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Sebentar, ibu mau telepon semua anggota keluarga yang lain, minta mereka untuk berkumpul di rumah nenek hari minggu besok. Kita bahas masalah ini nanti di rumah nenek." Kata ibuku sambil pergi ke arah telepon, lalu mulai menelepon anggota keluarga besarku yang lain, sedangkan aku berjalan menuju TV dan mulai menonton TV.

Maka, hari minggu itu, semua berkumpul di rumah nenek. Seperti yang kujelaskan sebelumnya, rumah neneku ini layaknya markas besar seluruh anggota keluarga besarku. Kami semua berkumpul di kamar tidur utama, yang memang berukuran cukup besar. Setelah itu, ibuku meminta Xanrosh untuk bermain di bagian lain rumah, lalu menutup pintu kamar dan menguncinya. Ibuku kemudian menjelaskan dengan singkat hasil penemuanku, dan memintaku menjelaskan secara lebih mendetil kepada seluruh anggota keluarga besar. Aku menarik napas panjang, menenangkan diri, lalu mulai menjelaskan apa yang terjadi. Aku dan ibuku juga memperlihatkan bukti-bukti yang berupa foto Jessica dan hasil tes DNA dan mengedarkanya kepada seluruh yang hadir di kamar tersebut, khususnya kepada paman Robert, yang merupakan ayah angkat Xanrosh dan istrinya. Mereka semua terdiam. Aku juga sudah menyiapkan rencana untuk mebuat mereka lebih yakin lagi, terutama paman Robert. "Begini, emang saya tau, ini hal yang ampir gak mungkin. Maka dari itu, saya punya rencana buat paman Robert. Paman Robert, paman boleh ikut saya ke tempat saya mengajar biar paman bisa lihat sendiri si Jessica ini. Kebetulan, besok sore saya punya kelas setelah kelas Jessica. Jadi, begini, paman besok antar saya naik mobil ke tempat saya mengajar, terus, paman parkir sebentar mobil paman dan tunggu sampai kelas Jessica bubar. Begitu Jessica keluar dari pintu gerbang tempat kursus, paman bisa mengamati Jessica dari dalam mobil, dan membuktikan sendiri betapa miripnya Jessica dengan Xanrosh. Paman pegang aja foto Jessica itu, biar paman bisa langsung mengenali yang-mana Jessica, soalnya murid di tempat kursus lumayan banyak," aku menjelaskan rencanaku. Paman Robert hanya bisa diam, begitu pula dengan istrinya. Mereka seakan sedang mengalami sebuah mimpi buruk yang sedang menjadi kenyataan. Akhirnya, Paman Robert dan istrinya sepakat dengan rencanaku.

Maka, kini aku berada di dalam mobil paman Robert. "Tuch, paman, tempat aku kerja, yang pintu besi warna hitam," kataku sambil menunjuk. Pamanku mengarahkan mobilnya ke pinggir jalan dan berhenti. Aku turun dari mobil dan bergerak menuju tempat aku biasa bekerja, sedangkan pamanku dan istrinya menunggu saat Jessica bubar kelas dan keluar dari tempat tersebut. Sekitar 15 menit kemudian, kelas Nicolas bubar, dan, seperti biasa, Jessica pergi menuju pintu gerbang untuk datang ke seseorang yang biasa menjemputnya. Aku memperhatikan Jessica sebentar. Di luar, dari dalam mobil, paman Robert bersama istrinya juga memperhatikan murid-murid yang baru bubar dengan was-was. Akhirnya, mereka melihat Jessica yang sedang berjalan pulang bersama seorang pria paruh baya. "Robert, itu kan ayahnya Xanrosh?!" Kata istri pamanku sangat terkejut sambil menunjuk ke arah mereka, tanpa melepas pandangan. Paman Robert juga memperhatikan mereka, mengangguk tanpa bicara apa-apa. Meskipun sekian tahun sudah terlewatkan, Paman Robert dan istrinya masih mengenali ayah kandung Xanrosh. Lalu, mobil itu menjadi sunyi senyap. "Jadi apa yang Rick bilang, itu betul," kata istri paman Robert dalam bisikan, namun masih terdengar jelas di dalam mobil tersebut. Paman Robert mengangguk lagi. Mereka berdua masih memperhatikan Jessica yang berjalan pulang dengan riang sambil bercerita tentang apa yang terjadi di kelas barusan kepada ayahnya. Mereka berdua berjalan ke arah yang berlawanan dengan tempat Paman Robert memarkir mobilnya. Paman Robert dan istrinya mulai berurai air mata, namun, dalam kesedihan ini, paman Robert kembali mengendarai mobilnya untuk pulang.

Pada hari yang sama, sekitar jam 9 malam, Paman Robert meneleponku. "Rick, apa yang kemarin kamu cerita ke keluarga besar, itu semuanya betul," kata paman Robert di telepon sambil menangis. " Paman tadi liat sendiri si Jessica ini, juga paman liat orang yang jemput Jessica, paman masih kenalin orang yang jemput Jessica, yaitu ayah kandung Xanrosh. Jadi sekarang, semuanya udah terbukti bahwa Xanrosh memang kakak kandung dari Jessica. Paman mau bilang terima kasih buat kamu, meskipun paman juga shock dengan kenyataan ini, tapi paman dan tante berusaha tegar," lanjut paman Robert masih sambil menangis. "Oh, ya, sama-sama, paman. Mungkin ini yang namanya takdir," kataku tanpa ekspresi. "Jadi, sekarang paman dan tante mau gimana?" Tanyaku, masih tanpa ekspresi. "Paman dan tante udah memutuskan untuk jujur kepada Xanrosh. Paman dan tante juga punya rencana untuk ketemu dengan orang tua kandung Xanrosh, sekaligus mempertemukan Xanrosh dengan orang tua kandungnya juga Jessica, adik kandung Xanrosh yang asli," kata Paman Robert dengan suara bergetar. "Sekarang Xanrosh udah tidur, jadi paman mau bahas masalah ini bersama Xanrosh besok," sahut paman Robert dengan nada mengakhiri pembicaraan, lalu memutuskan telepon. Aku hanya mengangkat bahu tanpa ekspresi sambil menutup telepon, lalu meneruskan bermain game komputer.

Yah, 'tugas'-ku selesai. Sisanya terserah mereka mau gimana. Tapi, sepertinya, kalau kayak gini terus, tempat kursus aku bekerja, Miss Sasha, dan Nicolas bakal jadi ikut terlibat. Padahal, selama ini, aku tidak menceritakan hal ini kepada Miss Sasha dan Nicolas. Aku menghela napas sambil terus bermain game komputer.
 
Doppelganger (Part 5-Ending)

Di rumah Paman Robert, Paman Robert dan istrinya menceritakan Xanrosh bahwa dia itu sebetulnya anak adopsi. Xanrosh terkejut bukan kepalang mendengar cerita itu. Paman Robert juga menceritakan bahwa aku tanpa sengaja menemukan adik kandung dan juga ayah kandung Xanrosh lewat tempat aku bekerja. Maka, Xanrosh meminta Paman Robert untuk mengajaknya menemui adik kandungnya dan juga ayahnya yang sesungguhnya. Paman Robert menyetujuinya. Kemudian Paman Robert menghubungiku, menjelaskan permintaan Xanrosh. Aku menyetujuinya, meskipun aku memiliki firasat bahwa masalah ini akan menjadi semakin rumit, dan mungkin bisa melibatkan tempat kursus, Miss Sasha, dan Nicolas, tapi, apabila ini memang takdir, aku mengesampingkan keterlibatan mereka. Lagipula, aku masih yakin bahwa setiap masalah ada jalan keluarnya, dalam hal ini, aku yakin, meskipun nantinya mungkin tempat kursus, Miss Sasha, dan Nicolas terlibat, keterlibatan mereka dapat di-minimalisir.

Akhirnya, Paman Robert, istrinya, dan juga Xanrosh pergi bersamaku ke tempat kursus. Seperti sebelumnya, mereka akan menunggu di mobil, mengawasi Jessica, sedangkan aku akan bekerja seperti biasa. Ketika Xanrosh melihat Jessica keluar dari tempat kursus, hendak pulang, dia hanya bisa diam seribu bahasa, melihat adik kandungnya berjalan bersama ayah kandungnya. Paman Robert dan istrinya juga diam. Mereka mengawasi kepergian Jessica bersama ayahnya. Xanrosh langsung percaya bahwa Jessica adalah adik kandungnya karena Xanrosh melihat betapa miripnya wajah Jessica dengan wajahnya sendiri, tambah lagi, ketika dia melihat Jessica, hati nuraninya juga mengatakan hal demikian. "Jadi itu adik Xanrosh, dan itu ayah Xanrosh yang asli," kata Xanrosh kepada Paman Robert. Paman Robert mengangguk. Mereka semua terdiam lagi. Tapi mereka sudah membuat keputusan. Mereka akan memecahkan masalah ini. Begitu juga aku. Mereka menungguku hingga aku selesai bekerja. Setelah itu, mereka semua turun dari mobil untuk menemui Miss Sasha dan menjelaskan masalahnya ke Miss Sasha. Aku mengajar di kelas terakhir, jadi, setelah aku selesai mengajar, tempat kursus akan sepi, sehingga tidak ada orang yang mendengar masalah ini. Jadi, Paman Robert, istrinya, dan Xanrosh masuk ke tempat kursus ketika tempat kursus sudah tampak sepi, lalu bertemu denganku yang memang sudah menunggu di dalam. Aku membawa mereka ke sebuah kelas kosong, hanya ada Miss Sasha. Miss Sasha agak terkejut karena serbuan ini. Aku memang belum menceritakan hal ini secara detil ke Miss Sasha, biar Paman Robert dan istrinya yang menjelaskan dengan detil, lengkap dengan bukti-buktinya kepada Miss Sasha. Aku hanya berkata kepada Miss Sasha bahwa ada beberapa orang dari pihak keluargaku ingin bertemu dengan Miss Sasha. Miss Sasha tersenyum ramah kepada mereka ketika mereka masuk dan mempersilahkan mereka duduk. Mereka duduk, dan langsung menceritakan masalahnya, bahwa ada salah seorang murid di tempat kursus ini adalah merupakan adik kandung dari Xanrosh. Mereka menjelaskan bahwa Xanrosh ini adalah anak adopsi dan bagaimana aku tanpa sengaja menemukan adik kandung Xanrosh, yang bernama Jessica ketika aku menggantikan kelas Nicolas. Sampai di sini, giliranku yang berbicara. Aku menjelaskan kepada Miss Sasha bagaimana aku berpikir bahwa Jessica tampak mirip dengan Xanrosh, bagaimana aku menduga kemungkinan bahwa Jessica adalah adik kandung Xanrosh, bagaimana aku melakukan tes DNA (di sini, Paman Robert menyerahkan hasil tes DNA kepada Miss Sasha biar Miss Sasha melihat sendiri bahwa hasil tes tersbut menunjukan hasil positif) bagaimana aku diam-diam memotret Jessica lewat kamera HP-ku. Miss Sasha melihat foto tersebut, mengamat-amatinya, lalu membandingkan wajah Jessica yang ada di foto dengan wajah Xanrosh yang ada di ruangan tersebut. Akhirnya, Miss Sasha juga sampai pada kesimpulan yang sama, bahwa Xanrosh adalah kakak kandung Jessica. Miss Sasha juga menambahkan bahwa memang wajah Xanrosh selain mirip dengan Jessica, juga mirip dengan ayah Jessica. Miss Sasha percaya bahwa memang Xanrosh adalah saudara kandung Jessica. Namun, Miss Sasha juga tidak bisa mengelak betapa terkejutnya dia dan juga tidak mengerti bagaimana bisa Xanrosh yang semula di adopsi oleh pamanku, terpisah dengan Jessica yang lahir beberapa tahun setelahnya, namun bertemu kembali di tempat kursus ini? Aku, Paman Robert dan istrinya memberi jawaban, "yah, Miss, mungkin ini yang namanya takdir."

Miss Sasha tampak berpikir sebelum berkata, "jadi, sebaiknya kita gimana? Karena masalah ini cukup rumit, salah satu murid di sini adalah saudara kandung Xanrosh yang sempat terpisah karena di adopsi. Kita berharap jangan sampai masalah ini sampai bocor ke masyarakat luas. Saya mengerti tujuan Bapak Robert ini yang ingin mempertemukan Xanrosh dengan Jessica dan juga orang tua kandung Xanrosh yang sesungguhnya. Saya juga harus menjelaskan masalah ini ke Nicolas, karena Jessica ini diajar oleh Nicolas. Besok saya akan bicara dengan Nicolas. Paling usul saya begini, saya akan susun rencana, mempertemukan keluarga Bapak Robert dangan keluarga Jessica biar nanti kedua keluarga bisa membahas masalah ini sama-sama. Hari Sabtu siang bagaimana? Kita akan ketemu lagi di sini." Paman Robert dan istrinya mengangguk. "Ok, saya akan menghubungi orang tua Jessica besok, untuk minta mereka datang hari Sabtu. Nanti hari Sabtu, kita akan pecahkan masalah ini sama-sama," kata Miss Sasha lagi. Kami semua mengucapkan terima kasih kepada Miss Sasha, lalu kami bubar.

Hari sabtu siang, kami semua kembali berkumpul di tempat kursus, Nicolas, sebagai guru Jessica, juga hadir. Kami semua tampak tegang sambil menunggu keluarga Jessica yang belum datang. Pintu kelas diketuk, lalu keluarga Jessica masuk. Jessica dan kedua orang tuanya. Tampaknya Miss Sasha belum menjelaskan duduk masalahnya kepada keluarga Jessica, karena mereka masuk ke kelas dengan wajah rileks. Akhirnya kami semua duduk. Miss Sasha berdiri, tampak tegang, lalu berkata kepada orang tua Jessica, "Bapak dan ibu, saya meminta anda untuk berkumpul di sini, karena ada sesuatu kejadian penting yang sebetulnya saya juga tidak sangka. Sebelum saya bercerita lebih jauh, ada baiknya keluarga anda berkenalan dengan keluarga yang duduk di sebelah anda, karena masalah yang terjadi, sebetulnya justru terjadi di pihak keluarga anda dan keluarga yang duduk di sebelah anda." Keluarga Jessica tampak bingung dan bertanya-tanya dalam hati, apa kiranya masalah yang terjadi antara keluarga kami dengan keluarga itu? Kami belum pernah bertemu, masa iya, bisa timbul masalah? Namun, keluarga Jessica tetap bersalaman dengan Paman Robert, istrinya, Xanrosh, dan aku. Setelah berkenalan, Miss Sasha berkata lagi, "Saya akan menjelaskan awal bagaimana masalah ini bisa terjadi, selanjutnya nanti biar kedua keluarga yang akan memecahkan." Dia diam sebentar, lalu meneruskan, "saya mempunyai 2 orang guru bahasa inggris di sini, yaitu Nicolas dan Rick. Mereka berdua bekerja part time di sela-sela kesibukan mereka sebagai mahasiswa. Kebetulan, ada kalanya, jadwal kuliah Nicolas bentrok dengan jadwalnya mengajar di sini. Ketika hal itu terjadi, saya terpaksa meminta Rick untuk menggantikan Nicolas mengajar. Nicolas ini adalah guru Jessica, sedangkan Rick juga mempunyai murid kelas sendiri. Waktu menggantikan Nicolas mengajar, otomatis Rick bertemu dengan Jessica. Ketika bertemu Jessica, Rick merasa bahwa Jessica ini mirip dengan salah satu saudara sepupunya. Kebetulan, Rick ini sempat beberapa kali menggantikan Nicolas, yang berarti Rick juga bertemu Jessica beberapa kali. Semakin Rick bertemu Jessica dia semakin merasakan betapa miripnya Jessica dengan salah satu saudara sepupunya itu." Miss Sasha berhenti bicara dan memandangku, lalu mengangguk singkat. Aku balas mengangguk, lalu berdiri dan maju ke depan kelas sambil membawa hasil tes DNA dan foto Jessica. "Perkenalkan, nama saya Rick," aku memperkenalkan diri kepada keluarga Jessica. "Saya akan menjelaskan masalah ini lebih lanjut, karena sayalah yang bertanggung jawab atas masalah ini," kataku. "Seperti yang dikatakan Miss Sasha sebelumnya, saya memang merasakan kemiripan antara Jessica dengan saudara sepupu saya tiap kali saya bertemu Jessica. Akhirnya saya sadar bahwa Jessica ini mirip dengan sepupu saya yang bernama Xanrosh," aku berkata sambil menunjuk Xanrosh. Semua yang ada di ruangan itu memandang Xanrosh, membuat Xanrosh menjadi gugup dan salah tingkah. Aku melanjutkan, "terus terang saja, Xanrosh ini adalah anak yang di adopsi oleh paman saya, yang duduk di sebelah sana," kataku sambil menunjuk ke Paman Robert. "Jadi, ketika saya menyadari betapa miripnya Jessica dengan Xanrosh, saya memikirkan kemungkinan bahwa Jessica mungkin adik kandung Xanrosh yang sesungguhnya. Tapi, saat itu saya masih belum yakin 100%, maka dari itu, saya mencari bukti untuk memastikan dugaan saya ini. Diam-diam saya mengambil contoh rambut Xanrosh dan Jessica, lalu membawanya ke rumah sakit untuk dilakukan tes DNA," kataku sambil mengeluarkan hasil tes DNA dan mengedarkanya ke kelas. "Selain itu, saya juga punya bukti lain, yaitu foto Jessica," kataku sambil mengedarkan foto Jessica ke kelas. "Saya minta maaf, karena saya mengambil foto Jessica tanpa ijin lewat kamera HP saya," kataku menambahkan. Mereka semua memperhatikan bukti-bukti yang aku edarkan. Aku diam sebentar, lalu berkata, "itu adalah bukti konklusif bahwa Jessica adalah adik kandung Xanrosh, dan orang tua Jessica yang duduk di sebelah sana adalah orang tua kandung Xanrosh yang asli." Aku mengakhiri penjelasanku. Mereka semua saling berpandangan dalam diam. Mereka sibuk mengenali dan menggali memori otak mereka. Mereka membandingkan wajah Jessica dengan wajah xanrosh, lalu wajah ayah Jessica dengan wajah Xanrosh. Orang tua Jessica juga mengamati wajah Paman Robert dan istrinya. Hasilnya positif. Mereka menemukan kemiripan di wajah Xanrosh, Jessica, dan ayahnya. Orang tua Jessica juga akhrinya mengenali bahwa memang betul, Paman Robert dan istrinya adalah orang yang mengadopsi Xanrosh sewaktu dia masih bayi. Semua kebenaran sudah terungkap.

Tangis pun meledak. Aku kembali ke tempat duduk. Siapa yang ingin bicara sekarang, terserah. Meskipun aku berharap orang tua Jessica akan bicara, karena, jujur saja, masih ada beberapa hal yang aku sendiri juga tidak mengerti. Harapanku terkabul. Ayah Jessica maju ke depan kelas dengan berurai air mata. Kami semua memperhatikan dia. Dia mulai berbicara, "sepertinya ini yang namanya takdir," suaranya bergetar karena tangis. "Saya sama sekali tidak menyangka bahwa saya akan bertemu kembali dengan anak pertama saya yang bernama Xanrosh, saudara kandung Jessica di tempat ini, tempat di mana Jessica belajar bahasa inggris, dan ternyata ada seorang guru di sini yang menjadi saudara sepupu Xanrosh. Tapi sepertinya takdir memang ingin hal ini terjadi. Dengan ini, saya ingin mengakui bahwa saya memang ayah kandung Xanrosh yang asli, dan itu adalah istri saya, dan Jessica adalah adik kandung Xanrosh. Saya juga mengenali bahwa Robert beserta istrinya adalah orang yang mengadopsi Xanrosh waktu masih bayi, meskipun, awalnya ketika saya masuk ke ruangan ini, saya tidak menyadarinya, namun, barusan, ketika saya mengamatinya dengan lebih teliti, saya baru mengenalinya," dia berhenti bicara sebentar, lalu meneruskan, "Pertama-tama, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Robert dan istrinya karena sudah merawat Xanrosh selama 9 tahun ini, lalu saya juga ingin minta maaf kepada Xanrosh," dia memandang Xanrosh, "Xanrosh, ayah dan ibu sangat menyesali tindakan ayah dan ibu karena menyerahkan kamu kepada Robert ketika kamu masih bayi. Ayah dan ibu mohon kamu untuk memaafkan ayah dan ibu," katanya masih sambil menangis. Ibunya Xanrosh juga mengangguk ingin minta maaf kepada Xanrosh. Jessica, yang karena baru berusia 6 tahun, tidak begitu mengerti apa yang terjadi, hanya bisa memandang ke semua orang dengan bingung. Kami semua menunggu jawaban Xanrosh dengan tegang, namun Xanrosh hanya memandang lantai dan tidak berkata apa-apa. Kali ini, ayah dan ibunya menghampiri Xanrosh, lalu sujud memohon kepadanya "Xanrosh, ayah dan ibu mohon ampun dari kamu. Ayah dan ibu betul-betul menyesal atas perbuatan waktu itu. Maukan kamu memaafkan ayah dan ibu kamu?" Mereka berkata kepada Xanrosh dengan sangat memohon. Xanrosh menghela napas, lalu berkata tanpa ekspresi, "emangnya, apa alasan ayah dan ibu menyerahkan Xanrosh kepada 'paman' Robert?" Ibunya menjawab, "waktu itu, ayah dan ibu kamu sangat miskin. Kami hidup dengan terbelit hutang banyak, rumah kami pun selalu pindah-pindah, karena kami dikejar-kejar oleh penagih hutang. Kami waktu itu tidak mau merawat kamu karena kami tidak mau melibatkan kamu dengan masalah kami, maka kami pikir, satu-satunya cara untuk menjauhkan kamu dari masalah kami adalah dengan menyerahkan kamu ke orang lain, dan kamu bisa hidup dengan tenang dan bahagia bersama orang lain. Tapi, kami juga hidup dengan rasa bersalah dan menyesal. Sekitar 2 tahun setelah kejadian kamu, nasib baik menghampiri kami, keadaan ekonomi keluarga menjadi lebih baik, hutang kami perlahan-lahan terlunasi. Akhirnya kami hidup tenang secara ekonomi, tapi tetap saja, nurani kami tidak tenang, terus memikirkan kamu dan penyesalan. Kami kemudian berusaha mencari tau keberadaan kamu, tapi selalu tidak berhasil. Hingga hari ini, kami akhirnya berhasil ketemu kamu. Takdir sudah mempunyai rencana ini." Dia kemudian memandangku, Miss sasha, dan Nicolas dengan penuh terima kasih. Aku hanya mengangguk. Paman Robert juga menghampiri Xanrosh, katanya, "sekarang terserah kamu, Xanrosh, mau gimana. Itu orang tua kamu yang asli. Apapun pilihan kamu, kami semua rela menerimanya," dia juga menangis. Xanrosh menghela napas dan memejamkan matanya, lalu berkata...

"Baikalh, kalau itu mau kamu, Xanrosh, untuk mempunyai 2 orang tua, kami setuju, mungkin itu keputusan yang terbaik," kata ibunya Xanrosh sambil tersenyum senang. Dia dan suaminya kemudian bersalaman dengan Paman Robert dan istrinya. Mereka tersenyum bahagia sekarang atas jawaban Xanrosh yang mau memaafkan ayah dan ibu kandungnya dan ingin tetap menganggap Paman Robert dan istrinya sebagai orang tuanya juga. Aku, Miss sasha dan Nicolas juga menangis. "Jadi aku sekarang punya 2 ayah, 2 ibu, dan 1 adik," kata Xanrosh, ada nada senang ketika dia berbicara. Merasa pertanyaanku belum terjawab semua, aku pun memberanikan diri menghampiri ayah Xanrosh yang asli, lalu berkata, "maaf, kalau saya lancang, tapi saya belum mengerti akan satu hal, mengenai Jessica. Apa yang terjadi setelah anda menyerahkan Jessica untuk di adopsi?" Laki-laki tersebut mengajaku duduk di kursi lain, agak terpisah dari keramaian reuni keluarga, lalu menjelaskan, "3 tahun setelah Xanrosh lahir, kami sudah mulai hidup dengan lebih baik, dan istri saya hamil anak kedua. Kami tidak mau mengulangi peristiwa Xanrosh, maka dari itu, kami memutuskan untuk merawat Jessica dengan baik. Tentu saja, kami menutupi tentang Xanrosh dari Jessica dan berpura-pura bahwa Jessica adalah anak pertama kami. Namun, hati kami gelisah. Kami membesarkan Jessica dengan perasaan bersalah. Segala upaya kami lakukan untuk mencari tau keberadaan Xanrosh, namun hasilnya nihil, karena ketika kami menyerahkan Xanrosh kepada Robert, kami segera putus kontak dengan Robert setelah itu, karena waktu itu kami berpikir kami tidak mau berurusan dengan Robert, Robert juga setuju dengan kami, dia juga tidak mau apabila suatu saat, timbul kecurigaan dalam diri Xanrosh bahwa dia itu sebetulnya anak adopsi. Maka dia juga setuju untuk putus kontak dengan kami. Tapi ternyata takdir berkata lain.Tak kusangka tempat di mana Jessica belajar bahasa inggris justru malah mempertemukan aku dengan Xanrosh." Dia tersenyum, begitu pula aku. "Yah, semua kebenaran akhirnya terungkap, dan penyelesaianya pun berakhir bahagia," kataku dalam hati.

The End...
 
Note: Setelah anda membaca cerita ini, saya akan senang sekali jika anda berkenan memberi tanggapan/komentar atas cerita ini. Terima kasih.
 
Back
Top