Hati vs Logika

Momo_cha

New member
Hati vs Logika

Rumus yang gue pegang selama ini adalah 70:30 jika berbicara mengenai hati. Batas maksimal cinta untuk pasangan : Batas minimal cinta untuk diri sendiri. Sisain persenan untuk cinta terhadap diri sendiri. Yah, biar ga terlalu terasa berat jika terjadi sesuatu yang tidak diharapkan. Syukur-syukur bisa dengan mudah merotasi susunan persentase jika sedang dibutuhkan.

Eh, ini hanya untuk pasangan yah. Bukan keluarga. Cinta untuk keluarga, khususnya orangtua pola-nya lebih sulit dibaca. Satu, karna baru punya pengalaman sebagai anak. Dua, belum punya pengalaman menjadi orangtua. Jadi, mau bikin hipotesa yang akan diuji untuk melawan teori Kasih orang tua sepanjang masa, kasih anak sepanjang galah, rasanya belum kompeten.

Kembali ke topik. Selama ini gue pikir apa yang gue tau dan coba terapkan, meski kadang sulit, tersebut sudah termasuk OK, baik dan benar serta sangat bermanfaat. Ternyata oh ternyata.. kemaren ini gue mendapatkan rumus baru. 20:80, untuk Hati : Logika. Itu adalah takaran yang harus kita pakai jika sedang menghadapi suatu masalah membingungkan terkait dengan urusan hati.

Hemm, sepertinya rumus ini bisa membantu menyelesaikan permasalahan. Gue seh belum pernah menerapkan sendiri atau pun nanyain contoh kasus dan efek sampingnya setelah teman gue menerapkan rumus tersebut. Kayanya neh kayanya, dia sukses. Soale waktu membagi jurus ini, dia tampak yakin dan percaya diri sekali. Hehehe..

Buat yang tengah bermasalah dengan hatinya, bisa coba diterapkan rumus yang satu ini. Dengan catatan.. Nanti bagi-bagi yah hasilnya apa dan bagaimana. Yah, hitung-hitung berbagi pengalaman dan membantu mereka yang sedang dalam proses mencari pengalaman. :p

Kalo statistiknya udah ada, kan jadinya rumus-an ini bisa diajukan sebagai hipotesa. Ga semua yang terukur bisa diukur, dan ga semua yang tak terukur ga bisa diukur. Gimana? misi yang sangat besar, bukan? Jadi, tunggu apalagi.. Mari terlibat dalam proses yang sangat berarti ini.. Hipotesa di atas terbukti atau tidak? Mari cari tahu bersama ^^
 
kalo rumusan gw sih 80% cinta diri sendiri n cinta logika, 20% cinta ma pasangan n cinta emosional. hasilnya?? gw jd lbh tegar dlm ngadepin situasi sulit dlm bercinta. tetep bs tersenyum meski hati menjerit, coz gw sadar cinta tanpa logika hanya akan menghancurkan diri sendiri.

pegangan gw adalah kata2 yg diucapkan oleh mafia itali: "Emotion is dangerous".

pengalaman gw?? ada yg coba ganggu ketenangan emosi gw dgn slalu gangguin org2 yg jd inceran gw. but, gw enjoy aja. coz gw slalu mikir pake kepala, gak pake emosi, apalagi pake dengkul. hasilnya?? dia cape ndiri coz permainan dia dah mainin emosi dia ndiri. gw cm ketawa di dpn dia. . gw dah pengalaman ma sakitnya cinta. hal2 kecil macam gitu gak akan bs ganggu emosi gw. .
 
hmm,..hati vs logika?
kita liat dari sudut pandang tertinggi.
orang besar mengatakan, akal (logika) itu jendela nya hati. jika baik hatinya, akalnya akan memancarkan pencerahan2, tiada putus.
tapi kl untuk sekedar menjawab kehausan akan pengetahuan, hati dan logika adalah hal yang berdiri tunggal dan berdiri sendiri, punya otoritas dan tanggung jawab masing2. seperti kata Albert Einstein, jgn sekali2 hati ikut campur urusan logika, dan logika harus berhenti ikut campur urusan hati.
tapi diantaranya ada penyambung, bahwa apapun rasa dalam hati, akal harus mampu menjelajah, dan mengingat, serta identifikasi perasaan.
dan berharaplah, alam membantu untuk kita, jika kebuntuan terjadi karena akal dan hati sedang berantem...hehehe
 
Back
Top