Apa tidak ada liberal terpimpin?
Kalau ada bagus benar
Rakyat tidak terpinggirkan
Sebagai penganut paham ekonomi terbuka, privatisasi itu hal yang nggak bisa dihindarkan, dan bukan lantas dimasukkan dalam liberalisme yang an sich.ya liat aj udah berapa banyak bumn kita yang diswastakan. privatisasi itu kan ciri ekonomi liberal. slaen itu bgsa kita udah terlalu kelewat batas kebebasannya. negara seakan gak bisa ngatur semua yang diperbuat rakyatnya...
kalo salah mohon kritiknya...hehe
terlalu bertele2 bos... liberal ya liberal, sosialis ya sosialis... sdgkan tetua bangsa kita dulu kan maunya kita tidak condong ke keduanya... tp pancasila........
:finger:
Sebagai penganut paham ekonomi terbuka, privatisasi itu hal yang nggak bisa dihindarkan, dan bukan lantas dimasukkan dalam liberalisme yang an sich.
Ketika ekonomi liberal dijalankan oleh suatu pemerintahan, justru Pemerintah tidak ikut campur tangan secara langsung dalam kegiatan ekonomi. Semua dijalankan oleh pasar.
Di era sekarang, tidak ada penganut paham ekonomi terbuka yang tidak mengikuti pola pasar bebas, tapi tidak serta merta itu adalah liberal. Kecuali kita mau seperti korea utara, yang ekonominya tertutup.
Perundang-undangan kita pun nyatanya tidak lepas dari tuntutan sinkronisasi dengan perkembangan ekonomi global yang mau tidak mau bersentuhan dengan pasar bebas dan liberalisasi ekonomi. Contohnya, undang-undang tentang penanaman modal/investasi, perbankan, ekspor impor, suku bunga dan lain-lain.
-dipi-
memang benar, tapi juga seharusnya tidak seliberal itu pemerintah kita mengambil langkah kebijakan2 ekonomi pada sektor yang sangat vital. misalnya saja sektor pertambangan, baik migas ataupun barang2 mineral. kita tentu kini menyadari betapa kayanya negara kita jika sektor tambang dikuasai secara penuh oleh negara. emas di papua harusnya dikelola antam, bukan freeport. begitu juga blok2 eksplorasi migas diberbagai tempat. perusahaan asing multinasional masih mendominasi di negeri kita. lalu bagaimana pertamina kita bisa maju? minimal semaju petronas milik malaysia?. kita terlalu terfokus pada globalisasi tanpa mempertimbangkan kerugiannya bagi bangsa kita sendiri.
Yap...dan itu sudah saya jelaskan di postingan diatas.memang tidak bisa dipungkiri, warna ekonomi dunia saat ini memang berasas ekonomi pasar. namun jiga tidak serta merta pasar juga yang mampu berkuasa melakukan eksplorasi SDA di negara kita. Indonesia sampai saat ini masih sebagai negara berkembang. kita tidak akan mampu untuk beranjak menjadi negara maju kalau kita tidak mampu dan berani untuk mandiri.
Ini bicara pragmatis ya?globalisasi dapat digunakan sebagai alat bagi korporasi2 besar dunia untuk kembali melakukan penjajahan di negara-negara miskin dan berkembang. negara seakan takluk dan tunduk kepada korporasi2 besar tersebut....
apalah beda Freeport dg VOC? sama2 korporasi besar asing yang menjajah bangsa kita...
ya soal globalisasi...Ok, Berarti diskusi kita bergeser dari soal liberalisme ke soal di atas itu ya?
Kita bicara yang riel aja, jangan bicara pragmatis dan sekedar wacana dengan bahasa dewa2
Bicara hal ini, kita mau2 nggak mau flash back ke tahun 1967, saat kita masih cupu, kita masih bego, kita masih belum tau apa yang bisa kita lakukan dengan SDA kita. Masuklah keparat2 itu ke Indonesia, menawarkan kerja sama. Lalu...jreng..jreng...ada kontrak. Kontrak kerja (KK) I ditandatangani dan membuat Freeport menjadi perusahaan satu-satunya yang ditunjuk untuk menangani kawasan Ertsberg seluas 10 kilometer persegi. KK I ini lamanya 30 tahun. Kontrak dinyatakan mulai berlaku saat perusahaan mulai beroperasi. Bulan Desember, eksplorasi Ertsberg dimulai.
Lalu jreng..jreng..lagi...Desember 1991,KK I berakhir dan Freeport memperoleh kembali KK II selama 30 tahun. Bagi banyak orang, KK II ini berlangsung tidak transparan, bahkan tertutup. Anehnya, pemerintah yang ditawari untuk memperbesar sahamnya menyatakan tidak berminat, padahal perusahaan ini jelas-jelas menguntungkan.
Intinya adalah secara nyata dan bukan pragmatis kita terbentur kontrak. Itu yang nggak diliat oleh orang2 yang selalu teriak2 seakan2 pemerintahan setelah orba semuanya menjual negara ini ke asing. Selalu berasumsi dengan pragmatisme, tidak mau melihat kenyataan yang terjadi.
Oklah kalo begitu..ya soal globalisasi...
Bermimpi tentu saja boleh, tapi bermimpi disertai dengan hal2 pragmatis tanpa menyentuh masalah itu sama saja bakalan bermimpi terus tanpa pernah bisa diwujudkan.tak ada salahnya bermimipi Mbak...
Pertama, saya tidak memposisikan berada pada kutub yang dipijak oleh pemerintah dalam pembahasan ini, saya hanya berusaha melihat secara obyektif berdasarkan kenyataan yang ada di lapangan.oke-oke... emang kita harus akui semua karena kebodohan kita di masa lalu. tapi trus apa usaha yang dilakukan pemerintah sekarang untuk berubah menjadi negara yang mandiri? untuk masalah yang tadi itu emang pemerintah bisa mengelak, lalu gimana dg blok cepu? jelas2 pertamina menyatakan sanggup menggarap blok itu, tapi tidak langsung serta merta pertamina yg berhak exploitasi. malah harus bersaing dulu sama exon mobile. eh lha malah ujung2nya pun exxon mobile juga kan yg diberi hak exploitasi. meskipun smpek saat ini pengelolaanya masih berantakan. inikah niat serius pemerintah mau galakkan kemandirian bangsa? lihat saja, rakyat sendiri udah dianggap gak becus. ahli geologi se-indonesia merasa terhina oleh keputusan pemerintah yang memberikan cepu ke exxon, mereka dirasa tidak cukup mampu untuk mengolah sendiri sda.
Saya nggak akan cerita bagaimana carut marutnya keadaan indosat saat itu, sehingga sampai2 saham indosat di-suspend bahkan oleh BEJ. Juga bagaimana pemerintah saat itu berteriak2 dan memohon agar saham indosat dibeli oleh investor dalam negeri, bahkan mendorong2 lembaga2 dana pensiunan plat merah untuk membeli.privatisasi yang smpek Indosat-indosat plus satelit yang sekian tahun kita banggakan dijual ke temaseknya singapura itu? ya emang orang yang teriak2 itu yang ingin sekali para penguasanya bangun dan tidak sebodoh itu menjual aset2 bangsa.
Yap, saya setuju soal IMF yang kebijakannya sering norak.privatisasi2 yg dilakukan pemerintah waktu itu hanyalah paksaan dari imf. wktu itu kita dengan bodonya mengundang imf untuk memulihkan ekonomi kita yang porak-poranda, tetapi imf tak begitu saja mau membantu. imf memberikan syarat2 tertentu agar indonesia mengikuti konsensus washington, yang salah satu isinya adlh indonesia harus melakukan privatisasi bumn dan menerima pasar bebas dunia. akhirnya itulah yg terjadi di negeri kita. organisasi bajingan itu yg telah meracuni ideologi mulia bangsa kita.
Semenderita apa kita?sekali lagi bolehlah kita berandai2, andai kita ikuti malaysia yang menolah mentah2 tawaran imf. kita tidak akan menderita seperti ini....
Bermimpi tentu saja boleh, tapi bermimpi disertai dengan hal2 pragmatis tanpa menyentuh masalah itu sama saja bakalan bermimpi terus tanpa pernah bisa diwujudkan.
saya juga bukan murni oposan pemerintah. )Pertama, saya tidak memposisikan berada pada kutub yang dipijak oleh pemerintah dalam pembahasan ini, saya hanya berusaha melihat secara obyektif berdasarkan kenyataan yang ada di lapangan.
Kedua, bicara masalah pendayagunaan eksplorasi, ini nggak lepas dari bisnis. Pemerintahan megawati saat itu tentunya punya pertimbangan sendiri kenapa share yang dilepas adalah 45%, 45%, dan 10% untuk Exxon Indonesia, pertamina dan pemda. Nggak semudah dengan cukup merujuk ke hukum positif soal pengusaan SDA untuk hajat hidup orang banyak. Waktu itu saya cukup heran dengan sikap Pak Kwik yang ngotot agar Pertamina mau menjadi pengelola 100%. Orang seperti pak Kwik mestinya tahu gimana history dari pengelolaan blok cepu, harusnya dia juga tahu kenapa exxon cukup ngotot sampe2 merengek2 ke pemerintah dan mengadukan pertamina. Pak Kwik harusnya juga tahu darimana akar permasalahannya ini, bagaimana saat Pengelolaan blok Cepu pada awalnya dilakukan oleh PT. Humpuss Patragas, milik Tomy Soeharto, dengan penandatangan Technical Assistance Contract (TAC) antara Pertamina, sebagai satu-satunya BUMN yang memiliki hak pengelolaan migas di Indonesia dengan Humpuss Patragas pada April 1990. kontrak ini berlangsung selama 20 tahun, dari tahun 1990 hingga tahun 2010. hingga akhirnya Humpuss melepas sahamnya sebesar 49 % kepada Ampolex Cepu Ltd, perusahaan Australia, pada 1996. Tidak lama setelah hampir sebagian saham Humpuss dilepas ke Ampolex, pada 1996 Mobil Oil membeli Ampolex. Dan pada pertengahan 1997, Mobil Oil mengambil alih saham-saham Ampolex Cepu Ltd seluruhnya. Pada tahun 1999, Exxon Corporation merger dengan Mobil Oil dan menjadi ExxonMobil Oil yang kantor pusatnya berada di Irving, Texas Amerika Serikat. Jadilah pada saat itu ExxonMobil Oil sebuah perusahaan minyak raksasa. Pada saat yang bersamaan, Mobil Oil sedang dalam proses mengambil alih saham Humpuss Patragas yang tersisa pada TAC Cepu. Pada tahun 2000, Mobil Cepu Ltd (MCL), anak perusahaan yang dibentuk ExxonMobil Oil untuk menjadi operator lapangan di blok Cepu, mengambil alih pengoperasian dan 51% sisa saham TAC Cepu dari Humpuss Patragas. Mulai saat itu, ExxonMobil Oil memiliki 100 % TAC blok Cepu.
Ketiga, sungguh saya mau tahu siapa itu ahli2 geologi yang merasa terhina. Ini bukanlah soal mampu tidak mampu mengelola, tapi sudah lebih rumit dengan melibatkan unsur bisnis dan politik.
Saya nggak akan cerita bagaimana carut marutnya keadaan indosat saat itu, sehingga sampai2 saham indosat di-suspend bahkan oleh BEJ. Juga bagaimana pemerintah saat itu berteriak2 dan memohon agar saham indosat dibeli oleh investor dalam negeri, bahkan mendorong2 lembaga2 dana pensiunan plat merah untuk membeli.
Tapi sekali lagi, ini tidaklah semudah yang orang bayangkan. Sebuah persoalan yang rumit dan penuh intrik. Yang salah dari pemerintah saat itu, termasuk DPR, adalah melepas tangan dan mengembalikan proses devistasi nya ke Indosat sendiri.
Keadaan indosat saat itu, gambaran secara garis besar adalah, jika tidak dijual akan mati sendiri.
untunglah kita ada sependapatnya...)Yap, saya setuju soal IMF yang kebijakannya sering norak.
Semenderita apa kita?
Kelaparan? nggak bisa beli beras? nggak bisa beli motor? nggak bisa beli rumah mewah? atau menderita seperti apa?
Loh, memang nggak ada yang bilang gak mungkin terjadi. )gak ada yang gak mungkin... asal generasi mendatang bangsa faham betul apa yang terjadi selama ini dan mau mencari cari kesalahan2 para pendahulunya...pun juga teman2 mahasiswa2 yg teriak2 itu juga gak sembarangan neriak. mereka juga kaum terpelajar yang ingin setidaknya berbuat untuk bangsa sejauh yang mereka bisa..Hidup Mahasiswa, Hidup rakyat Indonesia... (
Loh, anda kira saya tahu semua itu darimana? dari mencuri dokumen negara? )pertimbangan2 itulah yang mungkin tidak diketahui secara mendetail oleh publik kita. atau juga mereka seakan2 menutup2i. bukankah sebaiknya semuanya di share ke publik, biar rakyat juga ikut andil, ikut mikirin nasib bangsa ini selanjutnya... rakyat kita sekarang udah gak bodoh lagi. ya emang waktu itu pers tidak se maju sekarang. sekarang apa coba yang tidak diliput wartawan? jadi, peneriak2 itupun tidak serta merta bisa disalahkan juga. toh waktu awal pengambilan kebijakan dulu mereka juga dak dilibatkan kan?
Yap akupun sudah membaca buku itu, dan itu memang penilaian subyektif Pak Amien Rais. He's Talking about politics. that's it.aku pun tak tau pasti siapa2 orangya. yg jelas aku dpet pernyataan itu dari bukunya pak Amien Rais Selamatkan Indonesia. disana secara jelas banget membahas persoalan globalisasi, korporatokrasi, neolib, neo imperialisme, dan semua hal tentang carut marut pengelolaan sda bangsa kita. dibuku itu yg saya inget malah nyebut organisasinya (persatuan ahli geolog indonesia), bukan perorangan.
OK kita bicara secara mikro saja kalo begitu, karena saya lihat anda sama sekali belum paham soal ini. Pertama, yang dijual itu adalah saham dalam bentuk divestasi besarnya 41,94% yang dibeli oleh STT. Kenapa bisa jatuh ke STT? Pemerintah mengemis sana sini agar supaya investor dalam negeri yang membeli. Tapi siapa yang mau membeli saham busuk? saham yang bahkan di BEJ pun di-suspend. Adakah orang yang dengan gagah berani mau membelinya? None. Ditawarkan ke organisasi laba punya pemerintah yang punya dana besar macam lembaga2 keuangan dana pensiun pun nggak ada yang mau. Itu bunuh diri namanya. Lalu datanglah STT dengan penawaran 12 ribu rupiah per lembar sahamnya. Hanya orang gila yang mau menolak tawaran macam ini. Saat itu semua pihak senang. STT senang bisa ekspansi, pemerintah senang dapat masukan 5 T, Indosat senang nggak jadi mati perlahan.saya pula masih cupu dan kanak2 saat apa yang terjadi di waktu itu, yang katanya indosat cuma dijual 5 trilyun saja ke singapura. sungguh yang sangat saya sayangkan adalah satelit palapa kebanggaan kita semua jatuh ketangan negara yang jauh lebih kecil dari kita. bayangkan angkasa indonesia telah tercakup secara menyeluruh oleh satelit yang dikuasai singapura, dimana harga diri dan kedaulatan bangsa kita?
Oh sudah pasti saya nggak akan hanya melihat dari satu sisi. Itu kan pertanyaan saya berkaitan dengan postingan anda sebelumnya.tak bisa dipungkiri masyarakat miskin kita masih melimpah ruah... tak adil kalau anda hanya melihat masyarakat di jawa, walaupun desa masyarakat2 di jawa memang tak semenderita itu. tapi bagaimana dengan di papua?maluku?nusa tenggara?dan pulau2 terpencil lain?rakyat papua miskin dibelakang kemewahan tambang freeport yang begitu kaya... namun menyisahkan kerusakan lingkungan yang sangat tragis dan tidak dapat dimaafkan..........
ntah apapun yg mbak utarakan... pasti ada sedikit atau banyak kesalahan kebijakan yg diambil pemerintah kita dulu maupun sekarang. melihat "hebatnya" negeri kita yg kaya.. pulau yg berjajar sari sabang smpai merauke mmbuat bntuk negeri kita sungguh unik dan sepantasnya menjadi negeri maju di dunia... tapi itu tidak terjadi di ngeri ini.Saya intinya hanya bilang, tinggalkan budaya pragmatis. Lihat secara jernih, dan yang real2, jangan sekedar melihat permukaan lantas berteriak.
terus artian dilibatkan itu gimana maksudnya? Dari ujung sabang sampe merauke ikut semua diajak rembugan? apa cukup seputar Blora dan Bojonegoro? Atau siapa?
Yap akupun sudah membaca buku itu, dan itu memang penilaian subyektif Pak Amien Rais. He's Talking about politics. that's it.
Soal persatuan geolog itu namanya IAGI (ikatan ahli geologi Indonesia) dan kebetulan saya masih punya keanggotaannya, walaupun saya sekarang sudah tidak bekerja lagi di bidang industri perminyakan. Dan saya paham benar apa yang menjadi sikap IAGI saat itu.
OK kita bicara secara mikro saja kalo begitu, karena saya lihat anda sama sekali belum paham soal ini. Pertama, yang dijual itu adalah saham dalam bentuk divestasi besarnya 41,94% yang dibeli oleh STT. Kenapa bisa jatuh ke STT? Pemerintah mengemis sana sini agar supaya investor dalam negeri yang membeli. Tapi siapa yang mau membeli saham busuk? saham yang bahkan di BEJ pun di-suspend. Adakah orang yang dengan gagah berani mau membelinya? None. Ditawarkan ke organisasi laba punya pemerintah yang punya dana besar macam lembaga2 keuangan dana pensiun pun nggak ada yang mau. Itu bunuh diri namanya. Lalu datanglah STT dengan penawaran 12 ribu rupiah per lembar sahamnya. Hanya orang gila yang mau menolak tawaran macam ini. Saat itu semua pihak senang. STT senang bisa ekspansi, pemerintah senang dapat masukan 5 T, Indosat senang nggak jadi mati perlahan.
Setiap negara memiliki masa kejayaannya masing-masing, demikianpula yang dialami negara Indonesia. Siapapun pasti pernah mengatakan negara ini pernah jaya dan saat ini kondisinya menurun seperti macan ompong. Kejayaan negara sangat dipengaruhi oleh kebijakan pemimpinnya yang cerdas, berani dan adil. Indonesia akan maju bila pemimpinnya kuat dan rakyatnya bersatu.
Yap, sudah pasti itu.ntah apapun yg mbak utarakan... pasti ada sedikit atau banyak kesalahan kebijakan yg diambil pemerintah kita dulu maupun sekarang. melihat "hebatnya" negeri kita yg kaya.. pulau yg berjajar sari sabang smpai merauke mmbuat bntuk negeri kita sungguh unik dan sepantasnya menjadi negeri maju di dunia... tapi itu tidak terjadi di ngeri ini.
Terlalu gegabah untuk menyebutkan jutaan rakyat indonesia. Parameternya tidak jelas sama sekali.juga penilaian subyektif saya pribadi dan jutaan rakyat Indonesia yang merindukan perubahan dan kemandirian bangsa...! Subyektif yang mendekati obyektif...
Pandangan2 saya yang seperti apa?? pandangan yang obyektif? pandangan yang tidak nasionalis? pandangan yang liberal? Anda bisa menyimpulkan secepat itu parameternya dari mana? Apakah dari postingan saya yang terbatas anda sudah bisa menyimpulkan tentang diri saya, tentang pandangan saya, tentang kutub dimana saya berdiri?oya?brarti mbak praktisi perminyakan?Pertaminakah?atau asing multinasional kah?aku rasa asing kalau melihat pandangan2 anda mengenai hal ini...
Saya setuju soal kita yang terjebak dalam kondisi yang sulit. Tapi saya ingin mengetahui secara jelas soal ada kelompok yang berkonspirasi ingin membangkitkan budaya imperialisme. Saya minta penjelasan lebih lanjut soal ini, penjelasan yang nyata dan bukan pragmatis dari anda. Siapa tahu menambah wawasan saya mengenai ini. Saya tunggu.Jika kita melihat kebelakang, dan melihat apapun alasannya, Indonesia memang sudah terjebak. terjebak dalam suatu kondisi yang sulit dimana Indonesia telah membuka pasarnya secara luar biasa blak2an. jelas pula ada kelompok2 yang berkonspirasi ingin kembali membangkitkan budaya imperialisme di muka bumi, dan itu kini sudah berhasil.
lagi2 pengambilan kesimpulan yang gegabah dari anda. Coba katakan saya berada pada kutub seperti apa?ntah apapun pandangan orang2 yang berkutub seperti anda..... teman2 yang merindukan kejayaan negeri ini tidak akan pernah berhenti sedetikpun menyuarakan + mengusahakan negeri tercinta ini agar menjadi negeri mandiri yang tak tunduk menghamba pada kekuasaan barat... Reformasi 12 tahun yang lalu ternyata tak ckup mampu mengangkat harkat bangsa. kita butuh Revolusi atau Restorasi...........!