Kronologi Pentahbisan Didalam Buddhasasana

singthung

New member
Kronologi Pentahbisan Didalam Buddhasasana


Kronologi Pentahbisan Didalam Buddhasasana (Upasampada)


Oleh: Khemanando Bhikkhu


Melalui rubrik ini saya ingin memperkenalkan cara-cara

Pentahbisan yang telah Buddha berikan kepada para Thera danTheri

Yang telah merealisasi Nibbana. Semoga kita umat Buddha bisa

Mengenal dan memahami cara-cara pentahbisan ini.


Pendahuluan

Didalam Buddhisme, pabbhajita merupakan tingkatan yang sangat penting dalam menempuh kehidupan spiritual, yaitu sebagai seorang bhikkhu atau bhikkhuni, samanera atau samaneri. Pabbhajita merupakan perbuatan yang mengarah kedalam kehidupan religius yang mampu membawa seseorang kedalam pemutusan, penghentian, pengetahuan yang tinggi dan merealisasi Nibbana. Dan itu merupakan suatu pilihan untuk memasuki sebuah kehidupan menjadi seorang bhikkhu atau bhikkhuni dengan diawali menjadi seorang samanera karena semua itu bukan suatu kewajiban bagi kita yang menganut buddhasasana. Menurut komentar Samantha Pasadika, pada awal-awal Buddha baru mencapai kebuddhaan, beliau memberikan beberapa methode untuk menempuh kehidupan pabbhajita. Dijelaskan didalamnya ada 8 jenis methode untuk menjadi pabbhajita;

1. Ehi Bhikkhu Upasampada

Pentahbisan dengan cara memanggil

“Datanglah O Bhikkhu”

2. Sarana Gamana Upasamapada

Pentahbisan dengan cara berlindung kepada Buddha Dhamma Sangha

3. Ovada Patiggahana Upasamapada

Pentahbisan dengan memberikan nasehat

4. Panha Byakarana Upasamapada

Pentahbisan dengan cara menjawab pertanyaan

5. Garudhamma Patiggahana Upasampada

Pentahbisan dengan menerima 8 aturan keras

6. Dutena Upasampada

Pentahbisan dengan cara memberi pesan

7. Atthavacika Upasampada

Pentahbisan khusus untuk Bhikkhuni

8. Natti Catuttha Kamma Upasamapada

Pentahbisan khusus untuk Bhikkhu

(Samantha Pasadika, p.223)

Jika kita benar-benar mempelajari cara-cara pentahbisan ini, kita akan mengerti apa yang Buddha tentukan sebagai cara untuk menentukan seseorang menjadi seorang bhikkhu atau bhikkhuni. Maka komunitas Sangha akan hidup dengan harmonis tanpa ada kesalahpahaman diantara para bhikkhu. Selama kehidupan Buddha, mereka mempraktekkan kedisiplinan yang sangat ketat melalui tiga pintu yaitu pikiran, ucapan dan perbuatan. Mari kita telusuri asal-muasal terjadinya cara-cara pentahbisan diatas dan kita akan mengetahui juga siapa saja yang menerima pentahbisan tersebut.

1. Ehi Bhikkhu Upasampada

Pentahbisan dengan cara memanggil “Datanglah O Bhikkhu”

Pada suatu ketika Buddha sedang membabarkan Dhamma Chakka Pavatthana Sutta, pertapa Kondanna telah menjadi orang suci pertama didalam Buddhasasana, mencapai tingkatan kesucian Sotapanna. Setelah Lima pertapa menerima Ajaran Buddha mereka mengungkapkan keinginan untuk menjadi Savaka (murid) Buddha. Mereka telah menyerahkan harta benda dan telah menghabiskan waktu yang sangat lama menjalankan kehidupan sebagai seorang pertapa. Buddha telah mengetahui bahwa mereka akan segera mencapai tingkatan kesucian yang sangat cepat. Lalu, Buddha dengan cara memanggilnya “Datanglah O’ Bhikkhu”. Dikarenakan didalam kehidupan lampaunya mereka telah menanam jasa atau perbuatan baik maka pada saat itu pula mereka dengan suatu keajaiban, mereka secara sinkron langsung memakai jubah lengkap tanpa ada seorang upathambaka atau seorang pendonatur. (lebih lengkapnya baca di Samatha Pasadika).

Beberapa kemudian hari, seorang anak millioner bernama “Yasa” dan beserta Lima Puluh Empat temannya mengunjungi Buddha ditempat peristirahatanNya. Lalu mereka mendengarkan Dhamma yang dibabarkan secara langsung oleh Buddha sendiri dan akhirnya mereka dapat merealisasi kebenaran Mutlak. Mereka akhirnya memohon kepada Buddha untuk menjadi Savaka (murid) Buddha atau menjadi Bhikkhu. Kemudian Buddha dengan cara yang sama seperti diatas memanggilnya dengan “Datanglah O’ Bhikkhu” dan secara otomatis mereka semua telah menerima sebuah pentahbisan dan menjadi seorang bhikkhu. Disamping itu pula, ketika Buddha sedang melakukan perjalanan ke Uruvela, Beliau bertemu dengan Tiga Puluh Pangeran Bhaddha Vaggiya. Mereka juga mendengarkan Dhamma dari Buddha dan menjadi bhikkhu, menerima pentahbisan yang sama “Datanglah O’ Bhikkhu”. Kami mempelajari semua kejadian-kejadian ini menurut komentar Samantha Pasadika. Kami mengatakan demikian bahwa semua pentahbisan diatas terjadi secara ajaib. Dikarenakan adanya dukungan perbuatan baik atau kusalakamma dikehidupan lampau mereka. Tetapi, kami merasakan apa yang Buddha maksudkan dengan cara memanggil “Datanglah O’ Bhikkhu” hanya bertujuan memberikan permisi atau izin untuk menjadi savaka atau muridNya, begitu Buddha mengucapkan “Datanglah O’ Bhikkhu” secara bersamaan rambut mereka tercukur dengan sendirinya dan mengenakan jubah dengan sendirinya serta mengikuti Dhamma dengan bebas. Kami juga bisa melihat kejadian yang sangat jelas yang terjadi dengan Tiga Jatila bersaudara dan pengikut-pengikutnya. Kejadian itu dijelaskan didalam Mahavagga. Didalam bahasa pali dikatakan “Athakho te Jatila kesamissam jatamissam barikajamissam aggihutamissam, udake pavadhetva yena bhagava tenupasamkaminsu upasamkamitva bhagavato padesu sirasani patitva bhagavata metada voca”. Lalu Jatila bersaudara secara ajaib telah tercukur rambutnya, mengenakan jubah lengkap dan muncul hiasan-hiasan api didalam sungai. Mereka lalu mengunjungi Buddha dan menjadi savaka (murid) Buddha. Buddha lalu memanggil mereka dengan sebutan “Datanglah O’ Bhikkhu” bahwa dengan cara itu mereka telah menerima sebuah pentahbisan. Kemudian mereka mendengarkan Dhamma, mempraktekkannya dan akhirnya mereka dapat merealisasi Dhamma itu sendiri atau telah melenyapkan segala kekotoran batin (kilsa).

Melalui kejadian ini kami bisa mengerti bahwa kaum laki-laki yang menerima pentahbisan dengan cara ajakan “Datanglah O’ Bhikkhu” atau Ehi Bhikkhu Upasampada, dengan ajaib rambut mereka tercukur dengan sendirinya dan berganti baju mereka menjadi jubah seorang samana. Dengan demikian kami berpikir tentang ajakan “Datanglah O’ Bhikkhu” hanya sebuah ajakan atau sebuah izin untuk mengikuti atau mempraktekkan Dhamma dengan menjadi seorang Bhikkhu.

2. Sarana Gamana Upasampada

Pentahbisan dengan cara mengambil perlindungan kepada Tiratana

Setelah mentahbiskan Lima pertapa (Panca Vaggiya), Yasa dan teman-temannya, lalu Buddha mengirim mereka keseluruh penjuru untuk membabarkan Dhamma. Buddha memberikan pesan kepada para bhikkhu “Caratha bhikkhave carikam bahujana hithaya, bahujana sukhaya, lokanukampaya”. Artinya “Para Bhikkhu, pergilah keseluruh penjuru demi kebaikan semua makluk , demi sebuah ketenangan dan demi perdamaian didunia ini, babarkanlah Dhamma kepada mereka”. Buddha menginginkan para savaka atau murid-muridNya untuk mengajarkan Dhamma kepada orang-orang, bagaimana cara untuk mencapai sebuah kelayakan atau kemuliaan dalam hidup?, dan diwaktu yang sama juga Beliau menginginkan para bhikkhu untuk mengajar bagaimana cara untuk melenyapkan sebuah penderitaan yang berkepanjangan didalam samsara. Setelah itu, Beliau mengirim para savaka-savaka untuk membabarkan dhamma. Buddha pergi keUruvela untuk membabarkan Dhamma kepada Pangeran-Pangeran Bhadda Vaggiya, yang pada akhirnya mereka menjadi bhikkhu dan ikut andil dalam pembabaran Dhamma keseluruh penjuru India.

Pada saat para bhikkhu sedang membabarkan dhamma, orang yang mendengarkan Dhamma menginginkan untuk menjadi murid Buddha. Ribuan dari mereka datang untuk mengunjungi kediaman Buddha dan mengungkapkan keinginannya serta tujuan untuk memohon sebuah pentahbisan. Banyak diantara mereka melakukan perjalanan yang begitu jauh hanya untuk mengungkapkan tujuannya kepada Buddha. Dengan penuh karuna atau belas kasihan, Buddha mengijinkan murid-muridnya untuk mentahbiskan para perumah tangga yang datang untuk menjadi murid Buddha dengan memanjatkan sebuah kata perlindungan selama Tiga Kali yaitu “ Aku berlindung pada Buddha, Aku berlindung pada Dhamma dan Aku berlinding pada Sangha”. Dalam bahasa palinya “Buddham saranam Gacchami, Dhammam saranam Gacchami, Sangham Saranam Gacchami”.

Banyak orang yang mendengarkan dhamma yang dibabarkan oleh para para bhikkhu savaka Buddha dan akhirnya dapat merealisasikan sebuah kebenaran dalam hidup. Kemudian mereka juga menerima sebuah pentahbisan dengan berlindung kepada Tiratana; Buddha Dhamma dan Sangha. Semua bhikkhu yang ditahbiskan pada waktu itu paling sedikit mencapai tingkat kesucian sotapanna atau sebuah jasa yang tak terhingga. Dan juga seorang Rahula dan Sopaka menerima pentahbisan dengan cara yang sama yaitu dengan berlindung kepada Tiratana; Buddha Dhamma serta Sangha atau dengan sebutan lain Sarana Gamana Upasampada.

3. Ovada Patiggahana Upasampada

Pentahbisan dengan cara memberikan sebuah nasehat

Buddha telah memberikan sebuah ovada atau nasehat kepada Y.M Maha Kassapa Thera dengan sebuah syair dibawah ini;

“Tasmatihate kassapa! Evam sikkhitabbam me hirotappam paccuppattitam bhavissati theresu navesu majjimesu cati. Evam hite Kassapa! Sikkhitabbam tasmahi te Kassapa! Sikkhitabbam, yam kinchi dhammam sossama kusalupasahitam sabbam tam atthi katva manasikatva sobbam cetasa samannaharitva ohitasotha dhammam sossamiti, Evam hi te Kassapa! Sikkhitabbam sata sahagata ca me kayagatasati na vijahissatiti. Evam hi te Kassapa! Sikkhitabbam” (Kassapa Samyutta of the Samyutta Nikaya).

Dengan hanya menerima nasehat yang diberikan oleh Buddha sendiri, Y.M Maha Kassapa Thera secara otomatis telah menerima sebuah pentahbisan. Dan pentahbisan ini hanya diberikan secara khusus untuk Y.M Maha Kassapa Thera.

4. Panha Byakarana Upasampada

Pentahbisan dengan cara menjawab sebuah pertanyaan yang diajukan oleh Buddha sendiri.

Suatu ketika Buddha sedang berdiam diPurvarama, Samanera Sopaka sedang melakukan suatu perjalanan panjang menuju tempat Buddha berada. Buddha telah mengetahuinya bahwa samanera Sopaka segera akan merealisasi Nibbana atau menjadi seorang Arahat. Lalu Buddha memanggilnya dan mengajukan beberapa pertanyaan, seperti syair dibawah ini;

“Uddu mataka sannati, va Sopaka! Rupa sannati vaime dhamma nantthe nana byanjana, udahu ekattha Vyanjana meva nanam (Samyutta Nikaya)”.

Lalu Samanera Sopaka menjawabnya dengan sangat pintar dan berani. Buddha lalu memujinya dan bertanya tentang umurnya. Sopaka menjawabnya bahwa ia baru berumur Tujuh tahun. Diumur yang ketujuh tahun ini, Buddha memberitahunya bahwa dengan wawancara itu dia telah menerima suatu pentahbisan dan menjadi seorang bhikkhu, lalu Buddha menginformasikan secara langsung kepada Sangha. Demikian juga Samanera Sumana juga telah menerima pentahbisan dengan cara yang sama yang mana Buddha menjelaskan bahwa sikap dan tingkah laku seorang Sumana telah pantas. Pertanyaan-pertanyaan itu dimuat didalam Kitab Samanera Banadaham Potha, sebuah buku yang memuat khusus untuk Samanera, dan ada didalam Kitab Suci Piruvana Pothavahanse. Pertanyaan-pertanyaannya seperti syair berikut ini;

1. Eka Nama Kim?

Apa yang dimaksud Satu?

Yaitu Sabbe Satta Aharatthitika

Yaitu semua makluk tergantung pada makanan.

2. Dve Nama Kim?

Apa yang dimaksud dengan Dua?

Yaitu Namam ca Rupam ca

Yaitu batin dan jasmani/mental dan fisik

3. Tayo Nama Kim?

Apa yang dimaksud dengan Tiga?

Yaitu Tisso Vedana

Yaitu Tiga aspek sensasi atau Tilakkhana

4. Catari Nama Kim?

Apa yang dimaksud dengan Empat?

Yaitu Cattari Ariyasaccani

Yaitu Empat Kesunyataan Mulia

5. Panca Nama Kim?

Apa yang dimaksud dengan Lima?

Yaitu Panca Upadana Khandha

Yaitu Lima Kelompok kemelekatan Batin dan Jasmani

6. Ca Nama Kim?

Apa yang dimaksud dengan Enam?

Yaitu Ca Ajjattikani Ayatanani

Yaitu Enam Landasan Indriya bagian dalam (6 Ayatana).

7. Satta Nama Kim?

Apa yang dimaksud dengan Tujuh?

Yaitu Satta Bhojjangani

Yaitu Tujuh Faktor yang menuntun kearah Pembebasan

8. Attha Nama Kim?

Apa yang dimaksud dengan Delapan?

Yaitu Ariyo Atthangiko Maggo

Yaitu Delapan Jalan Pembebasan

9. Nava Nama Kim?

Apa yang dimaksud dengan Sembilan?

Yaitu Nava Sata Vassa

Yaitu Sembilan Alam dimana semua makluk tinggal

10. Dasa Nama Kim?

Apa yang dimaksud dengan Sepuluh?

Yaitu Dasa Hangehi samannagato Arahati Vuccati ti

Yaitu Orang yang telah mencapai Arahat

Dengan menjawab semua pertanyaan itu Samanera Sumana secara

otomatis telah menerima pentahbisan sebagai seorang bhikkhu.

Pentahbisan ini dianugerahkan oleh Buddha sendiri dan dikenal dengan

sebutan PanhaVyakarana Upasampada.

5. Garudhamma Patiggahana Upasampada

Pentahbisan dengan cara menerima Delapan Aturan Keras.

Dan pentahbisan ini hanya diberikan kepada Mahapajapati Gotami, ibu tiri dari Buddha sendiri. Ketika dia memohon untuk ditahbiskan menjadi bhikkhuni, Buddha menolaknya sampai tiga kali berturut-turut. Tetapi akhirnya Y.M Ananda Thera membujuk Buddha dan akhirnya Buddha mengijinkan Mahapajapati Gotami memasuki Sasana dan menjadi bhikkhuni bersama-sama dengan 500 wanita kerajaan yang mana suami dari mereka telah memasuki sasana terlebih dahulu. Hanya jika mereka dapat mengikuti atau bersedia menerima delapan aturan keras yang diberikan oleh Buddha atau yang disebut Attha Garudhamma, yaitu;

1. seorang bhikkhuni, meskipun telah ditahbiskan selama seratus tahun, harus menyambut dengan sopan, berdiri dari tempat duduknya, memberi hormat dengan kedua tangan dirangkapkan didada kepada seorang bhikkhu yang baru ditahbis. Aturan ini pantas dilakukan dan tidak boleh dilanggar selama ia menjadi bhikkhuni.

2. seorang bhikkhuni tidak boleh menjalankan vassa disuatu tempat, yang mana tidak terdapat seorang bhikkhu. Aturan ini pantas dilakukan dan tidak boleh dilanggar selama ia menjadi bhikkhuni.

3. setiap setengah bulan sekali seorang bhikkhuni harus memohon dua hal dari Sangha bhikkhu, yaitu ketika hari uposatha pada bulan terang dan gelap serta pada hari unutk melakukan latihan dan hari untuk mendapatkan nasehat-nasehat (teguran-teguran). Aturan ini juga harus dipatuhi dan dilaksanakan dan tidak boleh dilanggar selama ia menjadi bhikhuni.

4. setelah melakukan massa vassa seorang bhikkhuni harus memohon kepada Sangha bhikkhu dan Sangha bhikkhuni untuk mendapatkan teguran dan peringatan tentang apa yang dicurigai, didengar, dan dilihat. Aturan ini pantas dilakukan dan dipatuhi serta tidak boleh dilanggar selama ia menjadi bhikkhuni.

5. seorang bhikkhuni yang telah melakukan pelanggaran atau Appatti harus menjalani sebuah hukuman (Parivassa dan Manatta) selama setengah bulan lamanya dibawah pengawasan Sangha bhikkhu dan Sangha Bhikkhuni. Aturan ini pantas dilakukan dan dipatuhi dan tidak boleh dilanggar selama ia menjadi bhikkhuni.

6. setelah selesai menjalakan masa percobaan selama dua tahun, seorang calon bhikkhuni harus mohon ditahbiskan menjadi bhikkhuni dari Sangha bhikkhu dan dari Sangha bhikkhuni. Aturan ini pantas dilakukan dan tidak boleh dilanggar selama ia menjadi bhikkhuni.

7. seorang bhikkhu tidak boleh dicaci maki dan dihina dengan cara apapun oleh seorang bhikkhuni. Aturan ini pantas dilakukan dan dipatuhi dan tidak boleh dilanggar selama ia menjadi bhikkhuni.

8. mulai hari ini seorang bhikkhuni dilarang memperingati atau menegur seoorang bhikkhu, tapi sebaliknya seorang bhikkhu tidak dilarang unutk menegur atau memperingati seorang bhikkhuni. Aturan ini pantas dilakukan dan tidak boleh dilanggar selama ia menjadi bhikkhuni.

Dengan gembira Mahapajapati Gotami menerima aturan tersebut dan secara otomatis telah menerima pentahbisan dan menjadi seorang bhikkhuni. Sejak Mahapajapati Gotami menerima aturan ini Buddha mengumandangkan kepada sangha bhikkhu bahwa seorang Gotami telah menerima pentahbisan dan menjadi bhikkhuni yang pertama didalam Buddhasasana. Setelah Buddha mengumumkan bahwa telah ada bhikkhuni didalam Dhamma dan Vinaya lalu Buddha menganjurkan para bhikkhu untuk mentahbiskan wanita-wanita lain yang ingin menjadi bhikkhuni. Demikian pula dengan 500 ratus pengikutnya juga ditahbiskan dengan menerima delapan aturan keras oleh para savaka Buddha dan mereka juga menerimanya dengan kegembiraan. Dalam perkembangan selanjutnya Buddha menetapkan pula peraturan yang berlaku khusus untuk para bhikkhuni dan pantas untuk dilaksanakan. Secara kohensip aturan seorang bhikkhuni ada 311 sila, sedangkan seorang bhikkhu menerima aturan sebanyak 227 sila.

6. Dutena Upasampada

Pentahbisan dengan cara mengirimkan sebuah pesan.

Pentahbisan ini hanya dianugerahkan kepada seorang prostitusi yang bernama Addhakasi. Seorang prostitusi yang terkenal dan banyak penggemar. Ketika ia mendengarkan khotbah dhamma yang dibabarkan oleh Buddha dan secara instan ia dapat merealisasi kebenaran dalam hidup, lalu ia menjadi seorang samaneri dibawah bimbingan seorang bhikkhuni. Tetapi para lelaki yang menjadi penggemarnya dimasa lalu tidak menyukai kehidupannya yang berubah. Ketika mereka mendengar bahwa samaneri Addhakasi akan pergi menerima pentahbisan secara langsung dari Buddha sendiri, mereka mengharapkanya untuk lepas jubah dan sudah barang tentu akan diajak bersetubuh dengannya lagi. Karena mereka sangat bernafsu untuk bisa berhubungan tubuh dengannya. Setelah itu pembimbing Addhakasi sendiri mengirimkan sebuah pesan kepada Buddha dan menjelaskan bahwa dia (Addhakasi) tidak bisa datang disebabkan oleh kejadian itu. Akhirnya, Buddha menganugerahkan sebuah pentahbisan kepada Samaneri Addhakasi melalui sebuah pesan. Dan pentahbisan ini hanya diberikan kepada Bhikkhuni Addhakasi saja. Dari semua pentahbisan yang muncul pada waktu Buddha masih ada, lima dari enam cara pentahbisan diatas dianugerahkan secara spesial yang diberikan oleh Buddha pribadi. Satu dari enam pentahbisan itu, Sarana Gamana Upasampada, sebuah pentahbisan dengan cara mengambil suatu perlindungan kepada Tiratana; Buddha, Dhamma dan Sangha, kepada seorang bhikkhu atau lebih yang mampu memberikan pentahbisan ini kepada calon bhikkhu.

7. Atthavacika Upasampada


Sebuah pentahbisan khusus kepada seorang bhikkhuni.

Setelah berdirinya Sangha Bhikkhuni, Y.M Mahapajapati Gotami Bhikkhuni yang telah menerima pentahbisan dengan menjalankan delapan aturan keras atau Attha Garudhamma. Dan wanita kerajaan lainnya menerima pentahbisan dari Sangha bhikkhu, Buddha juga memberikan wewenang kepada Sangha bhikkhu untuk mentahbiskan seorang Samaneri. Setelah beberapa tahun kemudian, Buddha memutuskan kepada para wanita yang telah menjadi seorang samaneri dan memberikan sebuah pentahbisan dengan cara mewawancarai atau menginterview calon bhikkhuni. Ketika para bhikkhu telah memimpin wawancara tersebut, mereka (calon bhikkhuni) menanyakan beberapa pertanyaan yang mana para calon bhikkhuni menyulitkan para bhikkhu untuk menjawabnya. Setelah kejadian tersebut, Buddha memutuskan kepada calon bhikkhuni pertama-tama harus diwawancarai dan ditahbiskan secara langsung didepan Sangha Bhikkhuni. Kemudian mereka juga menerima pentahbisan secara langsung didepan Sangha Bhikkhu. Jadi penemuan ini tidak dapat diganggu gugat, pentahbisan pertama dilakukan oleh Sangha Bhikkhu dan kemudian ditahbiskan kembali oleh Sangha Bhikkhuni. Akhirnya pentahbisan telah berjalan bahwa seorang samaneri akan mendapatkan pentahbisan secara resmi menjadi bhikkhuni harus didepan Sangha bhikkhuni dan Sangha bhikkhu. Dengan mengumandangkan kamma vaca selama empat kali didepan sangha bhikkhuni dan mengumandangkan kembali didepan Sangha Bhikkhu dengan cara yang sama. Jadi semua calon bhikkhuni mengumandangkan Kamma Vaca sebanyak delapan kali, dengan demikian pentahbisan bhikkhuni dinamakan Atthavacika Upasampada, yaitu pentahbisan dengan mengulang kamma vaca sebanyak delapan kali.

8. Natti Catuttha Kamma Upasampada

Sebuah pentahbisan khusus bagi seorang bhikkhu.

Peraturan ini sampai sekarang masih dilakukan untuk mentahbiskan seorang samanera atau calon bhikkhu. Mereka membacakan kammavaca sebanyak empat kali. Ini harus dilakukan dihadapan Lima Bhikkhu atau lebih anggota sangha bhikkhu termasuk Upajjhaya, Kammacariya bhikkhu yang mewancarai calon bhikkhu yang ingin ditahbiskan. Mereka (Achariya) menanyakan beberapa pertanyaan tentang kehidupan dan pribadi calon bhikkhu. Empat syarat yang harus dipenuhi dalam menerima pentahbisan ini antara lain;

1. Vatthu Sampatti (yaitu tentang materi bagi calon bhikkhu):

-Harus seorang laki-laki

-calon berumur 20 tahun atau lebih

-fisik seorang calon harus tidak mempunyai cacat sebagai manusia.

-tidak mempunyai suatu kasus yang berhubungan dengan hokum,

misalnya melakukan tindak criminal yang serius.

-tidak pernah melakukan kesalahan yang serius didalm Buddhasasana

misalnya; pelanggaran Parajika ketika menjadi bhikkhu pada saat

sebelumnya.

Selain masalah-masalah diatas, ada beberapa yang menyebabkan

calon tidak bisa diterima memasuki sasana. Misalny; pencuri,

perampok, orang yang mempunyai reputasi buruk didalam masyarakat

karena telah melakukan tindak kejahatan, mempunyai penyakit

kelainan fisik, mempunyai penyakit infeksi dan mempunyai hutang.

2. Parisa Sampatti (sempurnanya suatu pesamuan ; yaitu dalam hal ini

jumlah bhikkhu yang diperlukan harus cukup yaitu minimal Lima Bhikkhu atau lebih).

3. Sima Sampatti (sempurnanya suatu batas; yaitu semua bhikkhu yang

turut mentahbiskan seorang bhikkhu harus tidak melewati batas sima yang sudah ditentukan).

4. Kammavaca Sampatti (sempurnanya sebuah pernyataan);

a. Natti-Sampatti (usulan)

b. Anusavana-Sampatti (pengumuman)

Demikianlah aturan-aturan yang harus dipatuhi dalam suatu pentahbisan agar pentahbisan tersebut menjadi sah dan teratur.

Setelah mengetahui bahwa calon bhikkhu tidak mempunyai suatu masalah, baik dengan hukum maupun masalah kesehatan fisik pribadi calon bhikkhu. Lalu dengan demikian Sangha bhikkhu menerimanya sebagai seorang bhikkhu secara sah sesuai dengan Dhamma dan Vinaya. Lalu dia calon bhikkhu mengumandangkan Natti dan membacakan kammavaca sebanyak Tiga kali. Jadi dia membacakan semua aturan-aturannya sebanyak empat kali. Makanya pentahbisan ini dinamakan Natti Catuttakamma Upasampada.

Kesimpulan

Jadi dari kesimpulan diatas dimasa lalu banyak laki-laki dan perempuan yang mendengarkan Dhamma dan secara instan dapat merealisasi kebenaran mutlak dalam hidup mereka. Dengan perealisasian yang benar itu mereka menginginkan untuk menjadi savaka atau murid dari Buddha sendiri. Melalui waktu yang sangat panjang mereka memasuki sasana dan akhirnya mereka menjadi seorang yang mulia atau orang yang telah mencapai pembebasan. Jadi disini Buddha mengenal potensi-potensi dari mereka, lalu memberikan suatu pentahbisan yang sesuai dan akhirnya Buddha menganugerahkan beberapa jenis pentahbisan yang tergantung situasi dan kondisinya. Buddha telah mengetahui dengan pasti, apa yang mereka telah rasakan yaitu keadaan yang betul-betul mengubah suasana yang lama yang menurut para bijaksana adalah kebenaran mutlak itu sendiri. Pada awal-awalnya tidak ada sebuah peraturan atau vinaya yang diperlukan untuk para Sangha Bhikkhu dan Sangha Bhikkhuni. Selam Dua Puluh tahun lamanya kehidupan para bhikkhu dan bhikkhuni tidak dipengaruhi adanya Vinaya atau peraturan khusus.

Kemudian, ketika para bhikkhu dan bhikkhuni semakin banyak, dan banyak diantara mereka yang tidak dapat merealisasi dhamma secara mendalam, akhirnya beberapa dari mereka melakukan suatu perbuatan yang tidak pantas. Ketika Buddha mengetahuinya, lalu Buddha mengumandangkan sebuah peraturan-peraturan yang khusus bagi para bhikkhu dan bhikkhuni dan hasilnya masyarakat bisa menerima mereka dan mendukungnya kembali.

Pada saat setelah Buddha mengumandangkan pentahbisan untuk laki-laki yang disebut Natti Catuttha Upasampada, yang mana peraturan ini harus dilakukan dihadapan minimal Lima Bhikkhu atau lebih. Dalam hal ini harus ada Upajjaya, Nissaya Achariya atau seorang yang menginstruktur calon bhikkhu dan para saksi.

Setelah terbentuknya pentahbisan untuk para bhikkhu dan bhikkhuni yang diharuskan mengikuti dan mempraktekkan secara penuh Empat Aturan Sikap bermoral demi sebuah kesucian atau yang disebut dengan Citta Parisuddhi Sila, empat Aturan itu adalah;

1. Patimokkha Samvara: yaitu menahan diri sesuai dengan Patimokkha yaitu peraturan-peraturan kedisiplinan yang khusus bagi para bhikkhu dan berusaha menghindari larangan-larangan yang telah dikumandangkan oleh Buddha sendiri.

2. Indriya Samvara: yaitu berusaha mengendalikan Enam Indriya, agar tidak terbawa arus kekotoran batin. Yang dapat disebabkan adanya kesenagan atau ketidaksenagan pada saat indriya mengalami kontak dengan objek-objek diluar.

3. Ajivaparisuddhi Sila: yaitu berpenghidupan yang benar dan tidak melakukan suatu penipuan.

4. Paccayasannisita Sila: sebelum mempergunakan empat kebutuhan pokok atau paccaya, yaitu Jubah (Civara), makanan (Pindapata), tempat tinggal (senasana) dan obat-obatan (Bhesajja) harus dapat direnungkan sebelumnya bahwa kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak untuk keserakahan. (Visuddhi Magga)

Setelah itu para bhikkhu dan bhikkhuni seperti seorang anak laki dan perempuan dari Buddha sendiri, kita sebagai penerus atau pelestari dhamma kita harus berusaha untuk mempraktekkan Dhamma dan Vinaya secara benar dan toleran, tidak hanya berstatus bhikkhu dan bhikkhuni saja tetapi dituntut untuk betul-betul ada diatas jalan. Karena kita membutuhkan suatu transformasi terhadap perbuatan, ucapan dan pikiran yang positif. Lalu, dengan tidak terkontaminasinya tiga gerbang kita itu dan juga melalui pentahbisan ini, kita akan memperoleh kebijaksanaan, disamping itu kita juga belajar dari berbagai jenis tentang sebuah kehidupan yang akan mengantarkan kita mencapai suatu keadaan yang menakjubkan.

Semoga kita semua akan mencapai kesuksesan dan dapat merealisasi puncak dari Dhamma itu sendiri dan semoga semua makluk juga memperoleh perealisasian Dhamma dalam kehidupan saat ini. Sadhu

 
Back
Top