Lima Jaksa Ditangkap KPK, ICW Desak Jokowi Evaluasi Prasetyo

spirit

Mod
7cdb0c70-75e2-48d1-92f9-91d639d2c0a3_169.jpg

Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat Rudy Indra Prasetya merupakan oknum jaksa kelima yang tertangkap dalam kasus dugaan korupsi di era kepemimpinan Muhammad Prasetyo sebagai Jaksa Agung.

Rudy adalah Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Pamekasan, Jawa Timur yang terjaring dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK, Rabu (12/8). Ia ditangkap bersama Bupati Pamekasan Ahmad Syafii.

Rudy diduga menerima uang sebesar Rp250 juta lewat Inspektur Pemerintah Kabupaten Pamekasan Sutjipto Utomo dan Kepala Bagian Administrasi Inspektorat Pemkab Pamekasan Noer Sollehhodin untuk menghentikan penyelidikan kasus dugaan korupsi dana desa yang dilakukan Kepala Desa Dasok, Agus Mulyadi.

Peneliti ICW Emerson Yuntho mengatakan, penangkapan Rudy merupakan momentum bagi Presiden Joko Widodo untuk mengevaluasi kinerja Prasetyo. Menurut dia, Prasetyo telah gagal menjadi teladan bagi jajarannya sejak memimpin Korps Adhyaksa pada 2014 silam.

"Jokowi harus evaluasi kinerja Jaksa Agung Prasetyo. Ini tidak ada suri tauladan dari pemimpin Kejaksaan Agung," ucapnya saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, Kamis (3/8).

Selain itu, ia melanjutkan, tertangkapnya oknum jaksa dalam kasus korupsi ini juga membuktikan fungsi pengawasan dan pembinaan yang dilakukan Prasetyo tidak berjalan di Kejaksaan Agung.

Berdasarkan data ICW, oknum-oknum jaksa yang terseret kasus korupsi di era Prasetyo adalah dua jaksa penuntut umum (JPU) di Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Deviyanti Rochaeni dan Fahri Nurmello, yang ditangkap KPK pada 2016 lalu. Keduanya ditangkap karena menerima suap dari mantan Bupati Subang Ojang Suhandi.

Di bawah kepemimpinan Prasetyo sebagai jaksa agung, sudah lima jaksa yang terjaring OTT KPK.
Suap itu diberikan untuk meringankan tuntutan terhadap dua pejabat Dinas Kesehatan Subang yaitu Jajang Abdul Kholik dan Budi subianto. Keduanya tersangkut kasus korupsi penyalahgunaan anggaran pengelolaan dana kapitasi dan program BPJS Kesehatan tahun anggaran 2014 di Dinas Kesehatan Subang.

Pada November 2016, Pengadilan Negeri Tipikor Bandung menjatuhkan vonis tujuh tahun penjara untuk Fahri. Sementara Deviyanti divonis penjara selama empat tahun.

Kemudian, Jaksa Pidana Khusus pada Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Ahmad Fauzi yang ditangkap tim Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) Jawa Timur pada akhir November 2016 karena menerima suap dalam perkara pengalihan lahan di Sumenep.

Pemberian suap itu dimaksudkan agar ia tidak ditetapkan tersangka oleh Fauzi yang saat itu sebagai penyidik. Penangkapan Fauzi tak lama setelah dia mengikuti sidang praperadilan Dahlan Iskan di Pengadilan Negeri Surabaya.

Pengadilan Tipikor Surabaya memvonis Fauzi dengan hukuman empat tahun penjara. Dia dinyatakan terbukti menerima suap sebesar Rp1,5 miliar.

Lalu, Kepala Seksi III Intelijen Kejaksaan Tinggi Bengkulu Parlin Purba yang ditangkap tangan KPK pada Juni 2017 lalu usai menerima suap.

Suap yang diberikan kepada Parlin diduga berhubungan dengan pengumpulan data dan bahan keterangan terkait proyek pembangunan irigasi yang berada di bawah Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) VII Provinsi Bengkulu.

Saat ini, Parlin ditahan di Rutan Pomdam Jaya Guntur. Selain Parlin, KPK juga menetapkan pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) VII Provinsi Bengkulu, Amin Anwari, dan Direktur PT Mukomuko Putra Selatan Manjudo Murni Suhardi sebagai tersangka.
 
kalau kasus kecil kecil gini kenapa penentuan vonis nya sangat cepat sekali ya , tidak smp 1 tahun sudah dijatuhkan vonis, sedangkan kasus kasus besar seperti EKTP itu bisa samp bertahun tahun tapi tak kunjung beres juga,, kadang kalau melihat kondisi hukum dinegara Indonesia ini miris juga ya, negara sudah dinyatakan merdeka, tapi KUHP masih produk negara penjajah,,
 
kalau kasus kecil kecil gini kenapa penentuan vonis nya sangat cepat sekali ya , tidak smp 1 tahun sudah dijatuhkan vonis, sedangkan kasus kasus besar seperti EKTP itu bisa samp bertahun tahun tapi tak kunjung beres juga,, kadang kalau melihat kondisi hukum dinegara Indonesia ini miris juga ya, negara sudah dinyatakan merdeka, tapi KUHP masih produk negara penjajah,,

ada yg lbh besar dari kasus e-KTP yaitu kasus BLBI. Menguap hingga kini
 
Back
Top