PDI-P Umumkan Jokowi Sebagai Capres 2014

spirit

Mod
Partai PDI Perjuangan, lewat akun Twitternya, mengumumkan bahwa Ketua Umum Megawati Soekarnoputri sudah resmi memberikan mandat pada Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo sebagai calon presiden 2014 untuk partai mereka.

Akun tersebut juga menampilkan foto Megawati, didampingi anak perempuannya Puan Maharani dan Sekjen PDI-P Tjahjo Kumolo. Ini untuk pertama kalinya media sosial digunakan oleh partai di Indonesia untuk mengumumkan kandidat capresnya.

Pengajuan nama Joko Widodo sebagai kandidat capres PDI-P sudah diduga kuat, namun tinggal menunggu apakah Megawati akan memberi restu dengan tidak maju sebagai calon presiden lagi.

Beberapa hari lalu, Jokowi memang sudah menemani Megawati berziarah ke makam Bung Karno, pers melihat gestur sang ketua umum itu adalah pemberian izin pada Jokowi untuk jadi capres.

58190e50-ab4f-11e3-ac5b-e338ae8dddc7_tweet-jokowi.jpg
 
berarti tia ga nonton tivi ya. Jokowi siap jadi capres dari PDI-P. lalu mencium merah putih setelah mengatakan siap menjalankan perintah ketua umum PDI-P
huah... udah beberapa hari ini ga nonton TV... wah... gebrakan baru nih... kalau jokowi beneran mencalonkan diri kemungkinan menang sudah 70% pasti bakal terpilih, tapi tugas dia sebagai Gubernur Jakarta aja belum beres...
 
huah... udah beberapa hari ini ga nonton TV... wah... gebrakan baru nih... kalau jokowi beneran mencalonkan diri kemungkinan menang sudah 70% pasti bakal terpilih, tapi tugas dia sebagai Gubernur Jakarta aja belum beres...

mesti banyak nonton tv non apalagi sekarang lagi musim pemilu
 
huah... udah beberapa hari ini ga nonton TV... wah... gebrakan baru nih... kalau jokowi beneran mencalonkan diri kemungkinan menang sudah 70% pasti bakal terpilih, tapi tugas dia sebagai Gubernur Jakarta aja belum beres...

belum tentu berhasil jadi Presiden RI kok tergantung siapa nanti pasangan cawapresnya
 
Agar Bisa Menjadi Jokowi Berikutnya

Akhirnya, setelah ditunggu-tunggu sekian lama, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengumumkan Joko Widodo alias Jokowi sebagai kandidat capres yang akan mereka usung di Pemilu 2014.

Masih panjang perjalanan yang harus dilewati Jokowi dan PDIP untuk bisa menduduki Istana Merdeka di utara Monas. PDIP mula-mula harus meraup minimal 20% suara dalam Pemilu Legislatif 9 April mendatang. Itulah syarat yang harus dipenuhi oleh partai mana pun yang ingin mengajukan calonnya dalam Pemilihan Presiden pada 9 Juli nanti.

Agaknya tidak terlalu sulit bagi PDIP untuk memenuhi syarat minimal itu. Jika pun tidak sampai 20%, mencari sekitar 3-5% tambahan suara dari partai gurem lainnya tentu bukan pekerjaan yang kelewat musykil.

Yang menarik untuk ditelaah adalah cara dan proses kemunculan Jokowi sampai akhirnya resmi menjadi kandidat capres dari PDIP. Jika Jokowi akhirnya benar-benar bisa menduduki kursi RI-1, maka inilah presiden pertama (sekaligus capres pertama) sepanjang sejarah Indonesia yang memulai karirnya setahap demi setahap dari lembaga eksekutif.

Kita tahu, Jokowi sudah pernah memimpin lembaga eksekutif melalui pemilu langsung dari mulai tingkat II (Wali Kota di Pemkot Surakarta) sampai tingkat I (Gubernur di Provinsi DKI). Di Solo, Jokowi bahkan dua kali terpilih sebagai wali kota.

Belum pernah terjadi dalam sejarah Indonesia, ada presiden dan calon presiden yang membangun karirnya melalui suatu proses seperti yang dilalui Jokowi ini.

Soekarno jelas tidak, karena dia presiden pertama. Soekarno juga tidak pernah berkarir di birokrasi pemerintah kolonial karena dia justru menentang Belanda. Soeharto juga tidak karena sebelum menjadi presiden dia berangkat dari jalur militer.

Begitu juga dengan BJ Habibie. Karirnya dimulai dengan menjadi asisten khusus Ibnu Sutowo di Pertamina. Dari situ, berturut-turut, Habibie menjadi Direktur Industri Pesawat Terbang Nasional (IPTN), Menteri Riset dan Teknologi, Wakil Presiden dan akhirnya menjadi presiden.

Abdurrahman Wahid beda lagi. Dia bahkan tidak pernah menjadi bagian dari lembaga eksekutif sama sekali. Karirnya dari lembaga-lembaga kultural seperti Nahdlatul Ulama, LSM dan kelompok-kelompok penekan seperti Forum Demokrasi (Fordem).

Megawati, mentor dan pelindung Jokowi, memulai karirnya sebagai anggota partai Demokrasi Indonesia (PDI). Setelah "terbuang" dari PDI karena infiltrasi dan pemaksaan kehendak yang dilakukan Soeharto ke tubuh PDI, karir Mega melesat pasca-reformasi dengan mendirikan PDIP. Setelah selama 2 tahun kurang menjadi wakil presiden mendampingi Gus Dur, Mega kemudian menjadi presiden sejak Juli 2001 sampai Oktober 2004.

Sementara proses SBY menjadi presiden adalah kombinasi antara Soeharto dan Habibie. Karirnya dimulai dari jalur militer (seperti Soeharto) lalu masuk ke pemerintahan dengan menjadi menteri pada pemerintahan Gus Dur dan Megawati (seperti Habibie). Bedanya dengan Habibie, SBY tak perlu menjadi wapres lebih dulu untuk bisa duduk di kursi R-1.

Jika kita bandingkan dengan capres-capres yang gagal pada dua pemilu sebelumnya, 2004 dan 2009, tidak ada juga yang seperti Jokowi prosesnya.

Empat capres yang dikalahkan SBY pada Pilpres 2004 (Wiranto, Amien Rais, Hamzah Haz, dan Megawati) juga tidak ada yang karirnya seperti Jokowi. Pada Pilpres 2009, selain Megawati, SBY juga mengalahkan Jusuf Kalla. Seperti yang lain, Jusuf Kalla juga tidak meniti karir seperti Jokowi.

Dibandingkan semua presiden dan semua capres yang pernah bertarung dalam pilpres sepanjang sejarah Indonesia, Jokowi punya keunikan dalam hal prosesnya meniti karir. Cuma dia yang pernah meniti karir di jabatan eksekutif dari Daerah Tingkat II sampai Tingkat I.

Silakan bandingkan juga dengan nama-nama kandidat capres yang belakangan digadang-gadang punya potensi untuk maju dalam pilpres. Dari Aburizal Bakrie, Prabowo, Gita Wirjawan, Dahlan Iskan, Anies Baswedan, Mahfud MD, Surya Paloh sampai Hatta Radjasa, tidak ada yang jalur kepemimpinannya seperti Jokowi.

Belakangan muncul nama Risma dan Ahok sebagai kandidat alternatif. Nama keduanya mulai digadang-gadang sebagai kandidat calon wakil presiden. Bukan calon wakil presiden memang, tapi kemunculan Risma dan Ahok dan jalan yang ditempuh Jokowi ini agaknya menarik untuk dicermati sebagai sebuah kemungkinan.

Jokowi jelas bukannya tanpa kelemahan. Beberapa kritik terhadap kepemimpinan Jokowi di Jakarta belakangan mulai tampak lebih masuk akal. Kritik-kritik itu sudah pasti akan semakin massif setelah pengumuman Jokowi sebagai capres-nya PDIP ini.

Tapi bukan poin itu yang hendak dibahas dalam artikel ini. Kemunculan Jokowi (belakangan juga Risma dan Ahok) ini menawarkan sebuah kemungkinan baru: bahwa tidak usah ngoyo dengan langsung bertarung di pusat kekuasaan (entah itu dengan menjadi menteri atau bahkan malah membuat partai) untuk bisa menjadi figur yang populer dan punya potensi kuat menjadi RI-1.

Jokowi (juga Risma dan Ahok) memberi sebuah alternatif lain khususnya pada para politisi muda yang memang punya kualitas: daripada langsung bertarung di Jakarta yang butuh dana dan usaha yang luar biasa mahalnya. Mending memulainya dari level eksekutif terbawah yang dipilih lewat pemilu, yaitu menjadi pemimpin di Pemerintah Tingkat II.Bisa saja kita menyebutnya sebagai "metode Jokowi".

Jika ingin mempraktikkan "metode Jokowi" ini, kira-kira tahapannya begini: (1)bertarunglah di pilkada, (2)utamakan bertarung di daerah-daerah atau kota-kota besar yang populer dan dekat dengan media, (3)menangkan pilkada itu, (4)bekerjalah dengan sebaik-baiknya dan tunjukkan perubahan yang berarti dan kasat mata, (5) sedari awal begitu terpilih langsung rancang tim komunikasi yang terus menerus mengkampanyekan gerak-gerik dan perubahan-perubahan yang sudah dilakukan dengan cara yang cantik, cerdik, dan sadar media.

"Metode Jokowi" ini, yang sampai batas tertentu juga dilakukan oleh Risma, Ahok dan beberapa kepala daerah lain seperti Ridwan Kamil di Bandung, adalah model baru kepemimpinan di Indonesia. Inilah cara yang paling masuk akal, wajar dan sampai batas tertentu benar-benar melatih, mendidik dan menguji kepemimpinan seseorang dari waktu ke waktu, hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun.

Menjadi pemimpin di lembaga eksekutif seperti bupati, walikota atau gubernur amat berbeda dengan menjadi menteri, ketua/pembina partai, duta besar, atau anggota legislatif. Dengan menjadi bupati/walikota, seorang pemimpin benar-benar diuji oleh persoalan-persoalan konkrit, persoalan remeh temeh, dan dipaksa untuk selalu siap berinteraksi dengan warganya setiap hari, dan setiap waktu.

Di level ini, persoalan semacam taman banjir, lampu merah mati, gelandangan dan PKL bersimaharajela akan muncul sebagai masalah yang lebih rutin dihadapi dan mesti diselesaikan dengan cara kasat mata tanpa retorika.

Semoga saja "metode Jokowi" ini menginspirasi para politisi muda yang belum apa-apa sudah bermimpi menjadi presiden. Jika memang punya kualitas dan kapasitas, rebutlah kepemimpinan tanah kelahiran Anda masing-masing. Perbaiki dan benahi kota kelahiran masing-masing dengan kerja yang terancang dengan baik dan dieksekusi dengan konsistensi dan persistensi yang tinggi.

Jika pun akhirnya tidak menjadi presiden, setidaknya mereka akan dikenang oleh warga kotanya masing-masing sebagai pemimpin yang terbukti sudah bekerja dengan sebaik-baiknya dan semampu-mampunya.

Bukankah tanpa menjadi presiden, Ali Sadikin akan tetap dikenang oleh kita semua sebagai pemimpin yang hebat?

Yahoo! News
 
Duet Prabowo-Abraham Samad untuk Saingi Jokowi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Agung Suprio, menilai jika Prabowo Subianto berduet dengan Ketua KPK Abraham Samad dalam pemilu 2014, akan memberikan warna baru dalam dinamika politik Indonesia.
Agung menuturkan hal tersebut terkait deklarasi Jokowi sebagai capres PDIP, dimana menurutnya hal itu sebagai usaha PDIP untuk melakukan regenerasi kepemimpinan di tubuh PDIP dan tingkat nasional.
"Ini juga harus disikapi dengan cerdik oleh partai-partai lain. Yaitu dengan memberikan jalan bagi para pemimpin muda yang memiliki kualitas dan elektabilitas tinggi untuk jadi capres dan cawapres," ujar Agung dalam keterangannya, Sabtu (15/3/2014).
"Umpamanya, Gerindra dapat memasangkan cawapres muda dengan Prabowo, seperti Abraham Samad. Duet Prabowo-Abraham Samad selain dapat menyaingi elektabilitas Jokowi, juga akan memberikan warna baru dalam pemilu 2014," paparnya.
Sedangkan untuk elektabilitas PDI-P, menurut analisisnya Jokowi tidak akan terlalu berpengaruh untuk mendongkrak suara PDIP dalam pemilu legislatif (pileg) karena sebelumnya juga sudah terdengar kabar bahwa Jokowi menjadi capres dan para caleg PDIP memasang foto Jokowi dalam pamflet kampanye.
"Artinya, PDIP tetap membutuhkan partner koalisi untuk pilpres karena tidak mencapai presidential treshold (PT)," ujarnya.
Ia menjelaskan partai-partai yang belum punya capres definitif dan punya kesamaan ideologi tentu akan dijadikan prioritas utama PDIP. Seperti Nasdem ataupun Demokrat dimana peserta konvensinya tidak otomatis menjadi capres.
"Tinggal Aburizal Bakrie dan Prabowo yang berkoalisi dengan partai sisanya untuk mencapai PT. Dalam konteks inilah, partai-partai koalisi harus berani membuang ego untuk memberikan ruang bagi pemimpin muda yang berkualitas sekalipun berasal dari luar partai. Abraham Samad adalah salah satu contohnya. Selain berikan warna baru juga akan mampu menyaingi Jokowi," ujarnya.
 
Pengamat: Deklarasi Jokowi Malah Untungkan Parpol Lain

Jakarta (Antara) - Pengamat politik LIPI Siti Zuhro berpendapat pendeklarasian Joko Widodo sebagai bakal calon Presiden dari PDI Perjuangan justru menguntungkan partai politik lain, karena peta politik telah terang benderang, sehingga strategi membendung PDIP dapat dipersiapkan secara matang.
"Ini akan digunakan untuk partai dalam mengatur strategi baru memenangkan partainya masing-masing menghadapi kemungkinan besar kemenangan PDIP," kata Siti saat dihubungi, dari Jakarta, Sabtu.
Konstelasi politik sebelum pendeklarasikan Jokowi diramaikan wacana dan spekulasi mengenai figur bakal capres yang akan maju dari partai oposisi PDIP. Nama Ketua Umum Megawati Soekarnoputri, Ketua DPP Puan Maharani juga sebelumnya santer diwacanakan akan diusung PDIP, selain Jokowi yang semakin populer dan tingkat keter####ihan tinggi dari berbagai jajak pendapat.
Siti mengatakan deklarasi Jokowi pada Jumat (14/3) telah membantu para patron partai politik lain untuk mempertegas sikap, termasuk dalam berkoalisi, untuk menghadapi Pemilu 2014.
"Para rival PDIP, akan memperjelas posisinya dengan adanya deklarasi ini, karena toh semua partai pada dasarnya ingin menang kan," ujar dia.
Hal tersebut juga diamini Partai Golkar. Ketua DPP Partai Golkar Hajriyanto R.Tohari "sumringah" karena peta perpolitikan kian pasti, jelas, dan terang benderang.
Pendeklrasian Jokowi, kata dia, menjadi informasi bagi Golkar untuk segera merumuskan taktik dan strategi yang harus ditempuh untuk mampu bertahan dan menang dalam Pileg dan Pilpres 2014.
Meskipun demikian, kata Hajriyanto, Golkar tidak terpengaruh untuk tergesa-gesa mengubah keputusan politiknya yang sudah diambil selama ini. Golkar juga belum memikirkan perihal koalisi dengan PDIP atau Jokowi saat ini.
"Saat ini Golkar berkonsentrasi pada pemenangan Pileg 9 April 2014. Golkar tetap percaya diri. Sekali layar terkembang pantang surut ke belakang," ujar Hajriyanto.
Sebelumnya, pada Jumat, 14 Maret pukul 14.45, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri melalui suratnya yang ditulis tangan, akhirnya memberikan mandat kepada Jokowi untuk menjadi calon presiden dari PDI-P. Jokowi pun menyatakan kesiapannya untuk melaksanakan mandat itu.
Megawati juga menulis surat edaran kepada seluruh rakyat Indonesia untuk mendukung pencalonan Jokowi, mengawasi jalannya pemilu supaya bersih, dan tetap menegakkan demokrasi di Indonesia.(
 
selain Jokowi, kandidat kuat lain utk capres 2014 adalah Prabowo.

mengenai AbuRizal kita lupakan aja krn beberapa tokoh internal Golkar sendiri menolak pencapresan Abu Rizal Bakrie
 
huah... udah beberapa hari ini ga nonton TV... wah... gebrakan baru nih... kalau jokowi beneran mencalonkan diri kemungkinan menang sudah 70% pasti bakal terpilih, tapi tugas dia sebagai Gubernur Jakarta aja belum beres...

Jokowi tak mencalonkan diri jadi capres tapi d calonkan ketum PDIP dan Jokowi menerima pencalonannya.

Polemik muncul atas keputusan Megha ini. Gerindra menggugat Perjanjian Batutulis. Yg isinya antara lain: Gerindra harus mendukung pencapresan Megha + Hamsah Haz thn 2004 dan konsekuensinya PDIP juga harus dukung Gerindra atas pencapresan Prabowo d tahun 2014 ini. Dan Megha ingkar janji.
 
Jokowi tak mencalonkan diri jadi capres tapi d calonkan ketum PDIP dan Jokowi menerima pencalonannya.

Polemik muncul atas keputusan Megha ini. Gerindra menggugat Perjanjian Batutulis. Yg isinya antara lain: Gerindra harus mendukung pencapresan Megha + Hamsah Haz thn 2004 dan konsekuensinya PDIP juga harus dukung Gerindra atas pencapresan Prabowo d tahun 2014 ini. Dan Megha ingkar janji.
megawati ingkar janji, masyarakat umum siapa yang peduli, kecuali orang2 gerindra sendiri

yang saya khawatirkan jokowi mungkin hanya menjadi boneka dari megawati & maharani, maksudnya megawati sendiri ingin sekali jadi presiden lagi seperti usahanya saat pemilu 2004 & 2009, atau minimal anaknya, maharani yang gantiin, tapi mereka sadar peluang mereka berdua diinginkan masyarakat sebagai presiden pasti gagal lagi (meskipun mereka menyebut2 nama bung karno terus), jadi mereka memanfaatkan jokowi mumpung popularitasnya sedang tinggi saat ini

meskipun jokowi jadi presiden nantinya, beliau mungkin tetap jadi "anak buah" yang bisa dikendalikan untuk kepentingan "bos" megawati, sebagai politik balas budi atau masih dinasti megawati seperti beliau jadi presiden tahun 2001-2004
 
meskipun jokowi jadi presiden nantinya, beliau mungkin tetap jadi "anak buah" yang bisa dikendalikan untuk kepentingan "bos" megawati, sebagai politik balas budi atau masih dinasti megawati seperti beliau jadi presiden tahun 2001-2004

benar tuh mas. Megha ini hanya mau jadikan jokowi sebagai alat. Lihat Risma walikota surabaya hampir d obok2 sama megha jika risma ga mengancam akan keluar dari PDIP
 
Back
Top