Perjanjian Divestasi Freeport Dikritik dan Dinilai Tak Mengikat

spirit

Mod
c26a7c6c-4697-492a-aed2-f0ec10a58f07_169.jpeg

Proses pengambilalihan saham PT Freeport Indonesia telah memasuki babak baru. Pemerintah melalui PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) sudah siap untuk membeli 51% saham Freeport Indonesia.

Proses akuisisi ini menuai pro dan kontra. Banyak pihak yang menganggap akuisisi ini seperti mubazir karena membeli barang sendiri di negara sendiri. Keberhasilan negosiasi ini juga disebut hanya kebohongan dan pencitraan belaka.

Kemudian proses disebut bertolak belakang dengan keterangan pemerintah yang menyatakan perjanjian bersifat mengikat. Namun, Rio Tinto sebuah perusahaan yang memiliki hak partisipsi di Freeport Indonesia menyatakan perjanjian tak mengikat atau non binding.

Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais dalam sebuah acara halalbihalal menyampaikan jika proses divestasi PT Freeport Indonesia (PTFI) hanyalah kebohongan pemerintah belaka. Hal itu karena seluruh operasional tambang di Papua masih dikerjakan PTFI.

"Seolah-olah kita sudah senang, karena Freeport kembali ke tangan Ibu Pertiwi. Buat saya, itu hanya maaf, bohong-bohongan, karena operasional masih mereka, semuanya masih mereka gitu," ujar Amien di aula Masjid Al-Furqon, Jakarta, Sabtu (14/7/2018).

Namun Amien tidak mau melanjutkan ucapannya soal Freeport itu. "Saya tidak ingin mendalami ini karena ada yang lebih ahli, nanti saya bisa keliru," ujarnya

Mantan Menteri Keuangan, Fuad Bawazier mengkritik kesepakatan akuisisi 51% saham Freeport tersebut. Menurutnya kesepakatan tersebut hanya sebuah pencitraan di tahun politik.

"Jadi bagi yang mengerti bisnis dan hukum, HoA ini sebenarnya hanya sebuah deklarasi politik alias belum ada hasil atau perjanjian yang mengikat antara kedua belah pihak, tapi rupanya pemerintah perlu pencitraan untuk mendongkrak Jkw di tahun politik ini," ujar Fuad dalam keterangan tertulis, Sabtu (14/7/2018).

"Makanya mengangkat 'prestasi kosong' atau propaganda yang menyesatkan. Yo wis, ngono yo ngono ning ojo ngono (Ya udah, begitu ya begitu, tapi ya jangan begitu). Bisa kualat!," lanjut Fuad.

Lantas, kenapa Fuad mengkritik keras seperti itu? Fuad mengatakan Kontrak Karya tambang Freeport yang akan berakhir 2021 itu baru bisa dirundingkan dan diputuskan dua tahun sebelum berakhir, berarti mulai tahun 2019 atau pemerintahan yang akan datang.

Menurut Fuad yang lebih penting lagi kalau pemerintah untuk bisa punya saham 51% di PTFI harus beli, itu bukan prestasi.

"Sebab ibaratnya negara membeli barangnya sendiri karena sebenarnya thn 2021 izin penambangannya akan habis. Lagi pula selain pemerintah Indonesia juga tidak akan ada pihak lain yang bersedia atau berani membeli saham PTFI," tutur Fuad yang pernah menjabat Dirjen Pajak itu.

Jadi, seharusnya pemerintah bisa dan berhak memiliki saham 51% itu tanpa harus membeli pada 2021 atau setelah itu. Fuad menyampaikan, pemerintah harusnya bersabar dan tenang saja.

"Daripada pontang-panting cari utangan segala untuk membayar saham Freeport," jelas dia.

Pemerintah menyebut perjanjian ini mengikat, namun pihak Rio Tinto menyebut tak mengikat. Mengikat artinya pihak terkait harus atau wajib melaksanakan perjanjian secara penuh.

Lalu bagaimana sebenarnya sifat perjanjian tersebut? Rio Tinto mengklaim kesepakatan antara PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) dan Freeport McMoRan Inc saham di Freeport Indonesia belum mengikat.

"PT Inalum dan Freeport McMoRan Inc telah menandatangani perjanjian tidak mengikat terkait kepemilikan tambang Grasberg di Indonesia," tulis keterangan resmi Rio Tinto dikutip detikFinance dari situs resminya, Sabtu (14/7/2018).

Pihak Rio Tinto menyebut perjanjian itu dilakukan untuk memudahkan penjualan hak partisipasi Rio Tinto di Grasberg kepada Inalum. Nilai penjualan diperkirakan sebesar US$ 3,5 miliar.

Keterangan tersebut juga menjelaskan kelengkapan syarat tambahan terkait kepemilikan dan operasional Grasberg di masa mendatang.

"Seluruh pihak sudah berkomitmen untuk bekerja dan menyetujui perjanjian yang mengikat sebelum akhir paruh kedua tahun ini. Setiap perjanjian dipastikan harus tunduk pada ketentuan regulator dan pemerintah terkait," imbuhnya.

Menteri BUMN Rini Soemarno justru punya pandangan berbeda. Usai konferensi pers penandatanganan Head of Agreement (HoA) antara induk PT Freeport Indonesia, Freeport McMoRan inc, dan PT Inalum di Kementerian Keuangan, Kamis (12/7), Rini menegaskan perjanjian tersebut mengikat.

"Mengikat dong, yang tanda tangan hari ini. Tapi jangan lupa Izin Usaha Pertambangan (IUPK) yang tadi dikatakan pak Jonan itu dikeluarkan setelah divestasi diselesaikan. Jadi PT Freeport Indonesia sudah 51% dan Freeport McMoRan 49%," ujar Rini.

Pakar Hukum Internasional Hikmahanto Juwana menjelaskan keganjalan sifat perjanjian memang sudah tercermin dari berbedanya pernyataan Menteri BUMN dan keterangan resmi Rio Tinto di London Stock Exchange yang menyebut perjanjian tersebut tak mengikat.

"Hal ini perlu mendapat klarifikasi mengingat keduanya mempunyai konsekuensi hukum yang berbeda," kata Hikmahanto.

Hikmahanto menyebut bagaimana jika terjadi sengketa atas HoA dan dibawa ke lembaga penyelesaian sengketa.

"Maka jadi pertanyaan apakah HoA hanya merupakan ikatan moral atau ikatan hukum?," tambah dia.

Selanjutnya, dalam laman London Stock Exchange disebutkan bahwa harga penjualan 40% participating Interest disebutkan sebesar US$ 3,5 miliar. Harga tersebut sepertinya setelah memperhitungkan perpanjangan konsesi PT Freeport Indonesia.

Rio Tinto sendiri secara de facto menguasai 40% PT Freeport Indonesia dengan hak dan kewajiban yang hampir sama dengan FCX. Rio Tinto bahkan mendapatkan pendapatan lebih dahulu dari hasil produksi tambang Grasberg dibandingkan Inalum yang memiliki saham 9,36%.

Berdasarkan data yang dikutip detikFinance, jika Inalum hanya mengambil alih kepemilikan saham FCX hingga menjadi 51% maka tidak serta merta Inalum mengantongi pendapatan Freeport Indonesia dengan porsi yang sama. Pasalnya, masih ada hak partisipasi Rio Tinto 40% yang masih melekat. Dengan demikian maka secara riil penerimaan yang didapatkan Inalum hanya 31% dan FCX 29%.

Berbeda halnya jika Inalum membeli hak partisipasi Rio Tinto dan saham FCX, maka andil Rio Tinto di tambang Grasberg bisa berpindah tangan ke Inalum. Hak partisipasi tersebut dikonversi menjadi saham dengan besaran yang sama.

Nantinya kepemilikan saham Indonesia melalui Inalum bisa mencapai 51% di Freeport Indonesia dengan mengambil tambahan saham Indocopper Investama.

Sebaliknya, jika 'ijon' Rio Tinto ini tidak diselesaikan akan berdampak pada pendapatan negara dari dividen karena mulai 2022 Rio Tinto akan langsung mendapatkan 40% hak dari produksi hingga 2041. Contoh jika produksi 100 ton, maka Rio Tinto akan langsung mendapat 40 ton, dan sisa 60 ton dibagi antara Indonesia dan FCX yang hasil akhirnya tercermin dalam dividen.

Head of Corporate Communications & Government Relations Holding Industri Pertambangan Inalum, Rendi Witular, mengatakan HoA yang sudah diteken para pihak nantinya masih akan dituangkan dalam perjanjian yang lebih rinci.

"Dalam klausula-klausulanya, tentu mengatur dengan condition tertentu, selayaknya pada perjanjian manapun. Komponen terberat dalam proses negosiasi adalah terkait harga, jumlah saham, dan struktur transaksi. Yang ketiganya sudah terselesaikan dan tertuang dalam HoA tersebut," jelas Rendi, Sabtu (14/7/2018).

Dikatakannya, Inalum tidak akan melakukan pembelian sebelum semua dokumentasi dan perjanjian sudah dalam status clear and clean. Menurutnya, setidaknya masih dibutuhkan waktu satu bulan ke depan.

"Untuk itu perlu satu atau dua bulan untuk membahas perincian-perincian perjanjian dengan bahasa hukum yang tepat. Sudah sejak awal, tim negosiator selalu menjunjung tinggi asas good governance, akuntabilitas, dan transparansi," ungkap Rendi.

Selain itu, divestasi sendiri hanya merupakan satu dari 4 isu Freeport Indonesia yang harus diselesaikan bersamaan. Ketiga isu lainnya yakni perubahan dari Kontrak Karya (KK) ke Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), pembangunan smelter, dan stabilitas investasi terkait royalti dan pajak.

"Penyelesaian isu divestasi, khususnya terkait struktur transaksi dan nilai transaksi adalah milestone yang sangat signifikan dan kritikal dalam tahapan penyelesaian seluruh isu terkait Freeport Indonesia," terang Rendi.

Selama puluhan tahun Freeport menambang mineral seperti emas dan tembaga di Provinsi Papua. Ada 6 tambang yang digarap Freeport, dan penghasil emas dan tembaga terbesar adalah tambang Grasberg. Berapa banyak kandungan emas hingga tembaga dalam tambang Freeport di Papua?

Dikutip detikFinance dari laporan keuangan Freeport McMorRan Inc periode 2017, Freeport Indonesia di Papua tercatat memiliki 6 tambang. Di antaranya DMLZ, Grasberg open pit, DOZ, Big Gossan, Grasberg Block Cave dan tambang Kucing Liar.

Dari keenam tambang tersebut, Grasberg Block Cave merupakan penghasil tembaga dan emas terbesar. Cadangan yang ada di Grasberg Block Cave tercatat sekitar 963 juta metrik ton dengan tembaga sekitar 1,01% dan kandungan emas 0,72 gram per metrik ton, kemudian untuk perak tercatat 3,52 gram per metrik ton.

Kemudian tambang DMLZ menduduki posisi kedua dengan jumlah 437 juta metrik ton dengan kandungan tembaga 0,91%. Kemudian untuk emas 0,75 gram per metrik ton dan perak 4,39 gram per metrik ton.

Setelah itu tambang Kucing Liar berada di posisi ketiga yakni 360 juta metrik ton. Dengan jumlah tembaga 1,25%. Jumlah kandungan emas di tambang ini mencapai 1,07 gram per metrik ton.Kemudian untuk perak tercatat 6,48 per metrik ton.

Ada pula tambang DOZ yang memiliki cadangan sebesar 79 juta metrik ton. Kandungan tembaga mencapai 0,54% dengan emas 0,54 gram per metrik ton dan perak 0,76 gram per metrik ton.

Lalu tambang Big Gossan tercatat memiliki kandungan 58 juta metrik ton. Jumlah tembaga mencapai 2,22%. Kemudian emas 0,93 gram per metrik ton dan perak 13,18 gram per metrik ton.

Terakhir tambang Grasberg Open Pit tercatat 34 juta metrik ton. Dengan konsentrat tembaga 1,29 gram per metrik ton. Kandungan emas di Grasberg Open Pit ini lebih besar dibandingkan tambang lain yakni mencapai 2,64 gram per metrik ton dan untuk perak mencapai 3,63 gram per metrik ton.


sumber
 
Back
Top