Rencana Genjatan Senjata Rusia Gagal Hentikan Pengeboman di Ghouta

Politik

New member
Pemerintah Rusia dan Suriah menyalahkan para pemberontak atas kegagalan rencana genjatan senjata, mengatakan bahwa para pemberontak telah menyerang rute aman yang ditujukan untuk mengungsikan penduduk sipil dari wilayah kantong. Ratusan penduduk telah meninggal dalam serangan pemerintah selama 10 hari di Ghouta Timur, sebuah area perkotaan dan ladang di pinggiran Damaskus.

Oleh: The Straits Times

Rencana genjatan senjata lima jam yang di usulkan oleh Rusia pada hari Selasa (27/2) gagal mengentikan salah satu kampanye paling mengerikan di perang Suriah, dimana penduduk mengatakan bahwa pemerintah kembali melakukan serangan udara di Ghouta Timur setelah waktu tenang yang singkat.

Sementara itu sumber diplomatik mengatakan bahwa pengawas senjata kimia, Organisasi untuk Pencegahan Senjata Kimia, membuka sebuah penyelidikan untuk serangan di Ghouta Timur untuk menyelidiki apakah terdapat indikasi penggunaan senjata terlarang.

Pemimpin politik di Prancis, Amerika Serikat (AS), dan Inggris mengatakan bahwa bulan ini mereka akan melakukan aksi militer kepada Pemerintah Suriah jika terdapat bukti bahwa senjata kimia telah digunakan oleh angkatan bersenjata dibawah perintah Presiden Bashar Al-Assad, yang merupakan sekutu Rusia.

Rusia Masih Saja Saling Memerangi

Pemerintah Rusia dan Suriah menyalahkan para pemberontak atas kegagalan rencana genjatan senjata, mengatakan bahwa para pemberontak telah menyerang rute aman yang ditujukan untuk mengungsikan penduduk sipil dari wilayah kantong. Para pemberontak membatah adanya tindakan tersebut, dan Senior Jendral AS menuduh Pemerintah Rusia bertindak sebagai “pembakar sekaligus pemadan kebakaran” dalam kegagalannya mendukung Assad.

Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan bahwa Pemerintah Rusia akan menekan konflik dengan rencana genjatan senjata yang bertahap dalam peperangan, sehingga bantuan dapat masuk ke wilayah Ghouta Timur melalui apa yang disebut Rusia sebagai koridor kemanusiaan.

Namun PBB mengatakan bahwa buktinya tidak mungkin membantu penduduk sipil atau mengevakuasi para korban, dan mengatakan bahwa semua pihak seharusnya mentaati peraturan 30 hari genjatan senjata yang ditetapkan oleh Dewan Keamanan PBB.

“Kita mendapat laporan pagi ini bahwa pertikaian di Ghouta Timur masih berlanjut,” kata juru bicara Kemanusiaan PBB Jens Laerke. “Jelas bahwa situasinya dilapangan tidak mendukung masuknya konvoi atau keluarnya evakuasi medis.”

Ratusan penduduk telah meninggal dalam serangan pemerintah selama 10 hari di Ghouta Timur, sebuah area perkotaan dan ladang di pinggiran Damaskus. Serangan tersebut menjadi salah satu serangan udara paling merusak dalam perang yang telah berlangsung selama 8 tahun tersebut.

Komite Internasional Palang Merah (ICRC) mengatakan bahwa mereka telah siap memasuki Ghouta Timur untuk mengirimkan bantuan penyelamatan, namun gagasan mengenai rencana genjatan senjata lima jam terlalu pendek untuk dapat memberikan mereka waktu.

Tanpa menyebutkan Rusia, penggagas proposal tersebut, Direktur ICRC Timur Tengah Robert Mardini mengatakan bahwa koridor kemanusiaan harus direncanakan dengan baik dan disetujui oleh seluruh pihak, sementara mereka memberi kesempatan bagi semua orang untuk pergi seusai dengan keinginan mereka masing-masing.

Dengan penyerangannya ke Ghouta, Pemerintah Suriah menerapkan kembali sebuah metode militer yang mereka gunakan untuk menghancurkan musuh mereka di bagian lain di Suriah, termasuk Aleppo Timur pada akhir 2016.

Kematian di bawah Serangan

Meningkatnya intensitas penyerangan udara ke wilayah pertahanan pemberontak telah disertai dengan serangan darat untuk menguji kekutan pertahanan pemberontak.

Tanpa adanya tekanan keputusan dari pihak internasional untuk menghentikan serangan, Ghouta Timur kemungkinan besar akan mengalami nasib yang sama dengan yang dialami oleh wilayah lain yang berhasil direbut kembali oleh pemerintah, dimana koridor kemanusiaan pada akhirnya menjadi jalan untuk kabur bagi pemberontak yang kalah.

“Koridor kemanusiaan yang konkrit telah diterapkan untuk digunakan sebagai sarana mengirimkan bantuan kemanusiaan, dan juga, evakuasi medis dan semua penduduk yang ingin pergi dapat meninggalkan wilayah tersebut,” kata Lavrov kepada konferensi pers gabungan di Moskow setelah pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian.

Namun cabang lokal dari Menteri Kesehatan Pemerintah Sementara Suriah menyebut bahwa rencana genjatan senjata yang diusulkan Rusia merupakan cara yang digunakan untuk mengelak dari resolusi PBB yang mengharuskan gencatan senjata selama satu bulan lamanya.

Usulan Rusia mengenai rencana genjatan senjata tersebut menawarkan kepada penduduk dua pilihan antara “mati dibawah serangan udara” atau pengungsian terpaksa, kata mereka, meminta kepada PBB untuk segera mengirimkan bantuan kemanusiaan.

Jenderal Tentara AS Joseph Votel menuduh Rusia memainkan peran baik “sebagai pembakar sekaligus pemadan kebakaran,” mengatakan bahwa Pemerintah Rusia gagal mengatur sekutunya Suriah.

“Saya pikir Rusia harus mengakui salah satunya antara mereka memang tidak mampu, atau mereka tidak ingin memainkan peran dalam mengakhirir konflik di Suriah. Saya pikir peran mereka semakin tidak berguna pada titik ini.”

Militer Rusia mengatakan bahwa pemberontak di Ghouta Timur memulai serangan baru dengan tembakan artileri berulang dan tembakan senjata pada siang bolong, menurut laporan agensi berita Interfax yang mengutip pernyataan Jenderal Rusia.

Eskalasi

Para penduduk di beberapa kota di Ghouta Timur mendeskripsikan adannya jeda sejenak dalam peperangan, namun serangan udara kembali menyerang dengan cepat. Di Kota Hammouriyed seorang laki-laki yang mengidentifikasikan dirinya sebagai Mahmoud mengatakan bahwa helikopter dan pesawat beterbangan di udara untuk melancarkan serangan.

Siraj Mahmoud, seorang juru bicara untuk layanan penyelamatan Civil Defence, yang didanai oleh pemerintah barat dan beroperasi di wilayah pemberontak, mengatakan bahwa serangan artileri dan udara telah menghancurkan wilayah tersebut.

Kelompok Pengawas HAM untuk Suriah yang berbasis di Inggris mengatakan bahwa helikopter dan pesawat tempur telah menyerang empat kota dan serangan artileri membunuh satu orang.

Resolusi Dewan Keamanan PBB yang disahkan pada hari Sabtu (24/2) menyerukan dilaksanakannya 30 hari gencatan senjata di seluruh wilayah negara, namun tidak menjelaskan secara detail kapan tersebut harus dimulai. Resolusi tersebut mengesampingkan beberapa kelompok militan yang beberapa di antaranya merupakan kelompok pemberontak di Ghouta Timur.

Itu berarti bahwa gencatan senjata belum dapat diamati secara praktis. Juru bicara PBB Laerke menolak memberikan komentar mengenai usulan Rusia untuk gencatan senjata selama lima jam, namun menekankan bahwa semua pihak harus mentaati peraturan 30 hari gencatan senjata.

“Ini permasalahan hidup dan mati… kita membutuhkan gencatan senjata selama 30 hari atas serangan yang terjadi di Suriah seperti yang ditetapkan oleh Dewan Keamanan,” kata Laerke, dari Kantor PBB untuk Koordinasi bantuan Kemanusiaan, dalam penjelasan singkat di Jenewa.

Juru bicara pemberontak mengatakan bahwa orang-orang di Ghouta Timur tidak ingin meninggalkan wilayah tersebut meskipun banyaknya terjadi serangan udara, karena mereka takut ditangkap, dianiaya, atau diikutsertakan dalam wajib militer oleh pemerintah. Rusia mengatakan bahwa mereka akan menjadi keamanan para penduduk yang ingin meninggalkan wilayah tersebut.

Pemberontak yang berbasis di Ghouta Timur telah mengintensifkan serangan kepada wilayah Damaskus yang dikuasai pemerintah. Pegawai kesehatan di ibu kota mengatakan pada Hari Senin (26/2) bahwa 36 orang telah terbunuh dalam empat hari. Media Nasional Suriah melaporkan delapan orang terluka oleh serangan pemberontak yang dilakukan pada Hari Selasa (27/2). Pemerintah Suriah dan Rusia mengatakan bahwa kampanye di Ghouta Timur dibutuhkan untuk menghentikan semacam seperti itu.

Siapa yang Bertempur di Ghouta Timur dan Mengapa Korban Jiwa Begitu Banyak?

Perang multipihak di Suriah telah membunuh ratusan ribu penduduk dan mengusir setengah dari populasi mereka yang berjumlah sekitar 23 juta sebelum perang meninggalkan rumah mereka. Pertempuran tersebut telah mengganas dalam beberapa kesempatan tahun ini, bersamaan dengan runtuhnya Negara Islam yang akhirnya meningkatkan konflik antara Pemerintah Suriah dengan pihak asing.

Bersamaan dengan diluncurkannya perang oleh Assad ke Ghouta Timur, Turki meluncurkan sebuah serangan untuk melawan pejuang Kurdi di Barat Laut Afrin. Ketegangan juga semakin meningkat antara Iran dan Israel, yang ditunjukkan dengan meningkatkan pengaruh Iran di Suriah. Pertahanan udara Suriah telah menembak pesawat Israel F-16 awal bulan ini saat pesawat tersebut kembali dari pengeboman di markas militan yang disokong Iran di Suriah.

Sumber diplomatik mengatakan bahwa OPCW akan menyediliki serangan tersebut termasuk yang terjadi pada hari Minggu (25/2) yang menurut otoritas kesehatan telah membunuh seorang anak dan menyebabkan simpton konsisten dengan paparan gas klorin.

Wilayah yang dikuasai oposisi di Ghouta Timur menjadi lokasi kejadian penyerangan senjata kimia pada 2013 dimana ratusan penduduk terbunuh dalam serangan senjata kimia paling mematikan dalam dekade ini.


Sumber : Rencana Genjatan Senjata Rusia Gagal Hentikan Pengeboman di Ghouta
 
Back
Top