JAKARTA — Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral (Permen ESOM) Nomor 38 Tahun 2016 tentang
Percepatan Elektrifikasi di Perdesaan Belum Berkembang,
Terpencil, Perbatasan, daü Pulan Kecil Berpenduduk Melalui
Pelaksanaan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Skala Kedil. Melalui
aturan tersebut, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), swasta, dan
koperasi dapat mengelola suatu wilayah usaha yang saat ini belum
terjangkau oleh pemegang wilayah usaha lainnya.
Wakil Menteri ESDMArcandra Tahar mengatakan, permen ini bertujuan
mendorong percepatan elektrifikasi demi menerangi desadesa yang
belum menikmati listrik. “Hal ini merupakan terobosan pemerintah
untuk memberikan payung hukum guna mengupayakan pemenuhan energi
yang lebih berkeadilan, yaitu meningkatkan rasio desa berlistrik
di Indonesia yang saat ini baru sebesàr 96,95 persen dan total
82.190 desa,”kata Arcandra dalam acara coffee morning di kantor
Direktorat Jenderal Ketenaga listrikan, Jakarta, Senin (16/1).
Berdasarkan data Potensi Desa (Podes) Badan Pusat Statistik
(BPS) tahun 2014, terdapat 2.519 desa yang belum menikmati
listrik. Dalam perencanaan PT PLN (Persero) hingga 2019, baru
sekitar
504 desa yang dapat dilistriki melalui kegiatan listrik
perdesaan.
“Salah satu implementasi kita membangun dari pinggiran adalah
dengan mempercepat elektrifikasi. Seperti yang telah dilaporkan
rasio elêktnifikasi kita 91,1 persen. Pada akhir 2019
ditargetkan 97 persen. Tentu pada 2025 diharapkan 100 persen.
Seluruh desa bisa teraliri listrik,” ujar Arcandra.
Dirjen Ketenaga listrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral (ESDM) Jarman mengatakan, pemerintah menhub peluang
sehingga semua unsur masyarakat bisa mendukung peringkatan rasio
elektrifikasi secara cepat. Ia mengungkapkan bagaimana situasi
demikian sudah terjadi.
Jarman mencontohkan di Kabupaten Palalawan, Provinsi Riau, ada
BUMD terlibat dalam pengelolaan listrik. BUMD tersebut
melistriki tiga kecamatan dengan pelanggan berjumlah 6.ooo.
“Tentu PLN yang ditugaskan semuanya. Tapi, kalau tidak ada,
gubernur bisa menunjuk BUMD untuk melaksanakan. Karena kita tahu
bahwa BUMD ini punya kemampuan melistriki daerah-daerah
tertinggal seperti yang kita lihat di Pelalawan,” ujarnya.
Sementara, PJT II Jatiluhur siap meningkatkan suplai listrik
untuk kebutuhan industri di Kabupaten Purwakarta. Dirut PJT II
Jatiluhur Djoko Saputro mengatakan, selama ini pihaknya sering
menerima masukan dari pemkab soal penjualan listrik untuk industri. Karena itu, pada 2016 kemarin pihaknya sudah bisa menjual
listrik langsung Ice medustri. Tetapi, kuotanya masih belum
maksimal. “Tahun ini kita akan naikkan kuota listrik untuk
industri,” ujar Djoko kepada Republika.
Pada 2016 kemarin, lanjut Djoko, PLTA Jatiluhur mampu
memproduksi listrik sekitar l,2 miliar kWh. Dan hasH produksi
itu, 60 persennya terserap untuk kebutuhan PLN. Sisanya
dialokasi kan untuk industri, yakni sekitar 280 juta kWh.
Untuk tahun ini, suplai bagi industri akan ditingkatkan jadi 100
persen.
Tarif listrik yang mau jual ke PLN harganya hanya Rp 289 per kWh.
Sedangkan, PLN menjual listrik ke industri dengan tarif Rp 1.100
sampai Rp 1.200 per kWhnya. “Tarif listrik dari kami ke industri,
harganya Rp 8o pen kWh. Tarif ini jauh lebih murah ketimbang dari PLN,” ujar Djoko.
Guna merealisasikan supli listrik untuk mendustri sampai 100
persen, pihaknya akan memastikan seluruh tunbin bisa beroperasi.
Ada enam turbin yang mampu menghasilkan listrik. Selama 2016
kemarin, seluruh turbin mampu beroperasi. Makanya, produksi
listrik meningkat. “Tahun ini juga diharapkan tak ada kendala
pada turbmn ataupun trafo. Supaya, kami bisa memasok listrik
langsung ke industri,”jelasnya. . ed: satya festiani
Sumber Republika
Sumber Daya Mineral (Permen ESOM) Nomor 38 Tahun 2016 tentang
Percepatan Elektrifikasi di Perdesaan Belum Berkembang,
Terpencil, Perbatasan, daü Pulan Kecil Berpenduduk Melalui
Pelaksanaan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Skala Kedil. Melalui
aturan tersebut, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), swasta, dan
koperasi dapat mengelola suatu wilayah usaha yang saat ini belum
terjangkau oleh pemegang wilayah usaha lainnya.
Wakil Menteri ESDMArcandra Tahar mengatakan, permen ini bertujuan
mendorong percepatan elektrifikasi demi menerangi desadesa yang
belum menikmati listrik. “Hal ini merupakan terobosan pemerintah
untuk memberikan payung hukum guna mengupayakan pemenuhan energi
yang lebih berkeadilan, yaitu meningkatkan rasio desa berlistrik
di Indonesia yang saat ini baru sebesàr 96,95 persen dan total
82.190 desa,”kata Arcandra dalam acara coffee morning di kantor
Direktorat Jenderal Ketenaga listrikan, Jakarta, Senin (16/1).
Berdasarkan data Potensi Desa (Podes) Badan Pusat Statistik
(BPS) tahun 2014, terdapat 2.519 desa yang belum menikmati
listrik. Dalam perencanaan PT PLN (Persero) hingga 2019, baru
sekitar
504 desa yang dapat dilistriki melalui kegiatan listrik
perdesaan.
“Salah satu implementasi kita membangun dari pinggiran adalah
dengan mempercepat elektrifikasi. Seperti yang telah dilaporkan
rasio elêktnifikasi kita 91,1 persen. Pada akhir 2019
ditargetkan 97 persen. Tentu pada 2025 diharapkan 100 persen.
Seluruh desa bisa teraliri listrik,” ujar Arcandra.
Dirjen Ketenaga listrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral (ESDM) Jarman mengatakan, pemerintah menhub peluang
sehingga semua unsur masyarakat bisa mendukung peringkatan rasio
elektrifikasi secara cepat. Ia mengungkapkan bagaimana situasi
demikian sudah terjadi.
Jarman mencontohkan di Kabupaten Palalawan, Provinsi Riau, ada
BUMD terlibat dalam pengelolaan listrik. BUMD tersebut
melistriki tiga kecamatan dengan pelanggan berjumlah 6.ooo.
“Tentu PLN yang ditugaskan semuanya. Tapi, kalau tidak ada,
gubernur bisa menunjuk BUMD untuk melaksanakan. Karena kita tahu
bahwa BUMD ini punya kemampuan melistriki daerah-daerah
tertinggal seperti yang kita lihat di Pelalawan,” ujarnya.
Sementara, PJT II Jatiluhur siap meningkatkan suplai listrik
untuk kebutuhan industri di Kabupaten Purwakarta. Dirut PJT II
Jatiluhur Djoko Saputro mengatakan, selama ini pihaknya sering
menerima masukan dari pemkab soal penjualan listrik untuk industri. Karena itu, pada 2016 kemarin pihaknya sudah bisa menjual
listrik langsung Ice medustri. Tetapi, kuotanya masih belum
maksimal. “Tahun ini kita akan naikkan kuota listrik untuk
industri,” ujar Djoko kepada Republika.
Pada 2016 kemarin, lanjut Djoko, PLTA Jatiluhur mampu
memproduksi listrik sekitar l,2 miliar kWh. Dan hasH produksi
itu, 60 persennya terserap untuk kebutuhan PLN. Sisanya
dialokasi kan untuk industri, yakni sekitar 280 juta kWh.
Untuk tahun ini, suplai bagi industri akan ditingkatkan jadi 100
persen.
Tarif listrik yang mau jual ke PLN harganya hanya Rp 289 per kWh.
Sedangkan, PLN menjual listrik ke industri dengan tarif Rp 1.100
sampai Rp 1.200 per kWhnya. “Tarif listrik dari kami ke industri,
harganya Rp 8o pen kWh. Tarif ini jauh lebih murah ketimbang dari PLN,” ujar Djoko.
Guna merealisasikan supli listrik untuk mendustri sampai 100
persen, pihaknya akan memastikan seluruh tunbin bisa beroperasi.
Ada enam turbin yang mampu menghasilkan listrik. Selama 2016
kemarin, seluruh turbin mampu beroperasi. Makanya, produksi
listrik meningkat. “Tahun ini juga diharapkan tak ada kendala
pada turbmn ataupun trafo. Supaya, kami bisa memasok listrik
langsung ke industri,”jelasnya. . ed: satya festiani
Sumber Republika