mohon saran dan nasehatnya tentang pernikahan

resinggih

New member
saya seorang muslim yang mempunyai seorang istri mualaf dan telah dikaruniai seorang putri, kami menikah karena memang kami saling mencintai dan istri saya ikhlas mengikuti agama saya dan itu dibuktikannya pada tahun pertama menjadi mualaf dia sudah khatam Quran. terus terang saja kami menikah tanpa persetujuan orang tua pihak istri saya karena beda agama dan pada saat menikah pihak wanita diwakilkan ke wali hakim.
setelah 3 tahun menjalani pernikahan kami selalu hidup dalam keadaan yang pas-pasan bahkan bisa dibilang minus dan kekurangan, suatu ketika ada seseorang yang mengatakan kepada istri saya bahwa penyebabnya karna dia durhaka terhadap orang tuanya dan sebelum kami mendapat restu dari orang tuanya maka hidup kami akan terus seperti ini, yang ingin saya tanyakan bagaimanakah pandangan Islam tentang kisah hidup saya?apakah pernikahan kami ini sah atau tidak?
 
setahuku wanita tidak bisa dinikahkan tanpa izin orang tua kandungnya, wali hakim bisa mewakilkan menjadi wali nikah jika orang tua pihak wanita sudah meninggal.

tapi dalam kasus diatas aku belum tahu jika orangtuanya berbeda agama.

saran saya, segera hubungi/konsultasi dengan ulama setempat untuk segera menyelesaikan masalah ini, karena ini hal yg sangat penting dan mendesak.
 
Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh,

apakah pernikahan kami ini sah atau tidak?
Dalam hal wali untuk perempuan muslimah Islam mensyaratkan adanya wali yg muslim juga. Jadi laki2 non muslim tidak bisa menjadi wali bagi perempuan muslimah. Allah berfirman :

وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا

Artinya : "Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir atas orang-orang yang beriman." (QS An-Nisa : 141)

Ibnu Al-Mundzir berkata dalam al-Ijma' : Ulama sepakat bahwa seorang kafir tidak bisa menjadi wali bagi anak perempuannya yang muslimah.

Hanya saja perlu diketahui bahwa wali dalam nikah tidaklah harus orangtua.
Orang-orang yang boleh menjadi wali dalam pernikahan seorang muslimah antara lain
:
  1. Ayah
  2. Kakek (bapaknya bapak)
  3. Saudara laki-laki sekandung
  4. Saudara laki-laki sebapak(lain ibu)
  5. Anak laki-lakinya saudara laki-laki kandung (keponakan)
  6. Anak laki-lakinya saudara laki-laki sebapak
  7. Paman (saudara laki-laki bapak sekandung)
  8. Paman (saudara laki-laki bapak sebapak)
  9. Anak laki-laki dari paman nomor 6 dalam urutan ini
  10. Anak laki-lakidari paman nomor 7 dalam urutan ini
Daftar urutan wali di atas tidak boleh dilangkahi atau diacak-acak. Sehingga bila ayah kandung masih hidup, maka tidak boleh hak kewaliannya itu diambil alih oleh wali pada nomor urut berikutnya. Kecuali bila pihak yang bersangkutan memberi izin dan haknya itu kepada mereka.



Penting untuk diketahui bahwa seorang wali berhak mewakilkan hak perwaliannya itu kepada orang lain, meski tidak termasuk dalam daftar para wali. Hal itu biasa sering dilakukan di tengah masyarakat dengan meminta kepada tokoh ulama setempat untuk menjadi wakil dari wali yang syah. Dan untuk itu harus ada akad antara wali dan orang yang mewakilkan.
Dalam kondisi di mana seorang ayah kandung tidak bisa hadir dalam sebuah akad nikah, maka dia bisa saja mewakilkan hak perwaliannya itu kepada orang lain yang dipercayainya, meski bukan termasuk urutan dalam daftar orang yang berhak menjadi wali.

Sehingga bila akad nikah akan dilangsungkan di luar negeri dan semua pihak sudah ada kecuali wali, karena dia tinggal di Indonesia dan kondisinya tidak memungkinkannya untuk ke luar negeri, maka dia boleh mewakilkan hak perwaliannya kepada orang yang sama-sama tinggal di luar negeri itu untuk menikahkan anak gadisnya.

Namun hak perwalian itu tidak boleh dirampas atau diambil begitu saja tanpa izin dari wali yang sesungguhnya. Bila hal itu dilakukan, maka pernikahan itu tidak syah dan harus dipisahkan saat itu juga.

Dalam hal ini adakah orang2 diatas (keluarga istri aden) yg beragama islam?

Jika memang tidak ada satupun wali, maka yang berhak menikahkan adalah penghulu. Sebagaimana sabda Rasulullah, "Sultan adalah wali orang yang tidak mempunyai wali (nikah)." Sultan dalam konteks sekarang adalah pegawai pemerintah (KUA), yaitu penghulu.

Berikut untuk urusan wali dalam konteks Hukum Indonesia yg tentunya juga disarikan dari syari'at islam:

Dalam pernikahan Islami, keberadaan wali adalah mutlak. Tanpa adanya sorang wali, maka seorang gadis (yang belum pernah menikah) tidak dapat dinikahi oleh pria yang mengkhitbahnya. Hal ini tercantum dalam Pasal 19 Kompilasi Hukum Islam di Indonesia (KHI), "Wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahkannya"

Selanjutnya, Pasal 20 Ayat 1 KHI menyaratkan bahwa yang bertindak sebagai wali nikah ialah seorang laki-laki yang memenuhi syarat hukum Islam yakni muslim, aqil dan baligh. Dalam kasus teman anda, jelas ayah sang gadis tidak memenuhi persyaratan sebagai wali nikah, walaupun berdasarkan ikatan darahnya, ia bisa menjadi wali nasab seandainya ia seorang Muslim.

Karena itu harus dicarikan seorang wali, bisa dari golongan yang bisa menjadi wali nasabnya (wali berdasarkan hubungan darah) atau, sebagai alternatif terakhir, wali hakim (wali pengganti yang ditunjuk oleh Pengadilan Agama).

Ketentuan mengenai wali dapat dilihat pada pasal-pasal KHI berikut ini

Pasal 19
Wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahkannya

Pasal 20
(1) Yang bertindak sebagai wali nikah ialah seorang laki-laki yang memenuhi syarat hukum Islam yakni muslim, aqil dan baligh.
(2) Wali nikah terdiri dari :
a. Wali nasab;
b. Wali hakim.

Pasal 21
(1) Wali nasab terdiri dari empat kelompok dalam urutan kedudukan, kelompok yang satu didahulukan dan kelompok yang lain sesuai erat tidaknya susunan kekerabatan dengan calon mempelai wanita.
Pertama, kelompok kerabat laki-laki garis lurus keatas yakni ayah, kakek dari pihak ayah
dan seterusnya.
Kedua, kelompok kerabat saudara laki-laki kandung atau saudara laki-laki seayah, dan
keturunan laki-laki mereka.
Ketiga, kelompok kerabat paman, yakni saudara laki-laki kandung ayah, saudara seayah
dan keturunan laki-laki mereka.
Keempat, kelompok saudara laki-laki kandung kakek, saudara laki-laki seayah dan keturunan
laki-laki mereka.
(2) Apabila dalam satu kelompok wali nikah terdapat beberapa orang yang sama-sama berhak menjadi wali, maka yang paling berhak menjadi wali ialah yang lebih dekat derajat kekerabatannya dengan calon mempelai wanita.
(3) Apabila dalam satu kelompok sama derajat kekerabatan aka yang paling berhak menjadi wali nikah ialah kerabat kandung dari kerabat yang seayah.
(4) Apabila dalam satu kelompok, derajat kekerabatannya sama yakni sama-sama derajat kandung atau sama-sama dengan kerabat seayah, mereka sama-sama berhak menjadi wali nikah, dengan mengutamakan yang lebih tua dan memenuhi syarat-syarat wali.

Pasal 22
Apabila wali nikah yang paling berhak, urutannya tidak memenuhi syarat sebagai wali nikah atau oleh karena wali nikah itu menderita tuna wicara, tuna rungu atau sudah udzur, maka hak menjadi wali bergeser kepada wali nikah yang lain menurut derajat berikutnya.

Pasal 23
(1) Wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah apabila wali nasab tidak ada atau tidak mungkin menghadirkannya atau tidak diketahui tempat tinggalnya atau gaib atau adlal atau enggan.
(2) Dalam hal wali adlal atau enggan maka wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah setelah ada putusan pengadilan Agama tentang wali tersebut.

(dikutip dari ”Kompilasi Hukum Islam di Indonesia”, yang diterbitkan Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Islam, Ditjen Pembinaan Kelembagaan Islam Departemen Agama, 2001)
bagaimanakah pandangan Islam tentang kisah hidup saya?
berbakti kepada kedua orang tua yaitu menyampaikan setiap kebaikan kepada keduanya semampu kita dan bila memungkinkan mencegah gangguan terhadap keduanya.

Islam mewajibkan ketaatan dan kepatuhan kepada kedua orang tua sejauh kepatuhan dan ketaaatan ini tidak melanggar perintah2/larangan2 agama.

Dalam pandangan saya ketaatan dan kepatuhan tersebut juga termasuk kepada orangtua yg berbeda keyakinan dengan kita!

DAN SEBAGAIMANA YG DISAMPAIKAN DEN MASYKUR "segera hubungi/konsultasi dengan ulama setempat untuk segera menyelesaikan masalah ini"
 
Back
Top