Seni & Sejarah Terakota di Nusantara

Dipi76

New member
Terakota.jpg

Situs purbakala Muaro Jambi


Setidaknya ada dua kebudayaan besar di dunia yang pertama kali diyakini memiliki kemampuan teknologi Terakota atau yang lebih dikenal dengan Bata merah di Indonesia, yaitu kebudayaan Mohenjodaro dan Harapa di lembah subur sungai Indus, serta Dinasti-Dinasti awal Kekaisaran di China salah satunya yang paling terkenal adalah penemuan dari patung-patung prajurit yang dibentuk dari Terakota dalam skala 1:1, yang dikenal dengan patung prajurit Terakota, diperkirakan di bangun pada masa Dinasti Qin (210 SM – 209 SM).

Saat ini, dalam bidang arkeologis, Terakota telah menjadi sebuah alat ukur dalam menilai tingkat kemajuan sebuah kebudayaan. Sebuah kebudayaan secara arkeologis forensik dapat ditelusuri usia dan tingkat kemajuannya melalui peninggalan-peninggalan Terakota, mulai dari gerabah sampai dengan blok Bata Merah sebagai struktur utama sebuah bangunan. Kemajuan teknologi saat ini mampu merekam jejak dan memperkirakan usia kemajuan sebuah kebudayaan melalui peninggalan-peninggalan Terakota tersebut diatas, serta memberikan data-data gambaran dari sisi teknologi, perekonomian, sosial, politik, antropologi sebuah kebudayaan dimana potongan-potongan informasi tersebut apabila disatukan dapat memberikan gambaran lengkap rekonstruksi sebuah kebudayaan, sebuah gambaran, karena bagaimanapun, dalam pakem ilmu modern, rekonstruksi tersebut harus dilakukan melalui berbagai disiplin ilmu yang saling berkait satu dengan lainnya, meskipun hal tersebut kemudian tidak dapat menjadi sebuah kepastian karena selain faktor ilmu itu sendiri, sekali lagi, kita sedang berbicara mengenai masa yang jauh dibelakang kita.

Sejarah masa lalu komplek percandian yang berstruktur bata merah di Indonesia telah memberikan identitas ‘bangsa yang maju’ bagi bangsa ini. Komplek Percandian Batujaya contohnya, situs ini adalah peninggalan yang diperkirakan pada abad ke-3 Masehi yang jauh lebih tua dibandingkan candi Borobudur yang menjadi Primadona di Indonesia. Sebuah Temuan yang sangat menarik namun sarat akan ketimpangan. Komplek Percandian Batujaya Karawang, telah dipublikasikan penemuannya pada tahun 1984 namun baru dilakukan ekskavasi pada tahun 1999. Dari kurang lebih Lima Kilometer persegi Kompleks Percandian Batujaya, ada 24 titik yang telah diperkirakan merupakan bangunan Candi, baru dua candi yang digarap dan hanya satu banguan Candi yang telah rampung hingga sekarang.


Terakota2.jpg

Candi Blandongan


Temuan Komplek Percandian Batujaya dan sejarah yang terungkap didalamnya, seharusnya dapat memberikan pelajaran penting bagi Bangsa Indonesia, bahwasannya jika memang benar Komplek yang berada di karawang (baca: Komplek Percandian Batujaya) berasal dari abad ke-3 Masehi, maka jauh sebelumnya secara pasti telah ada ketercapaian dalam berbagai bidang pengetahuan, sebuah ketercapaian pengetahuan yang memungkinkan terciptanya Kompleks Percandian yang megah serta teknologi pembuatan terakota yang apik.

Perjuangan untuk mengembalikan sebuah komplek percandian memang dibutuhkan banyak pengorbanan, banyak biaya, dan perhatian berbagai pihak, tidak semata-mata hanya diukur pada untung rugi untuk mengelolanya tapi lebih kepada upaya penyelamatan sebelum benar-benar punah.

Bangsa ini seharusnya belajar dari sejarahnya, karena ‘dulu’, Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar.



Koleksi Foto: Wacana Nusantara.




-dipi-
 
Seni Terakota (Tanah Liat) Masa Majapahit


Trowulan dan sekitarnya yang diasumsikan sebagai situs ibu Kota Kerajaan Majapahit ditemukan jenis-jenis barang yang terbuat dan lempung bakar atau terakota dalam jumlah yang sangat melimpah. Dapat disimpulkan bahwa ketika itu terakota sangat berperan dalam kehidupan penduduk kota. Terakota Majapahit dan Situs Trowulan amat kaya ragamnya, di antaranya seperti unsur bangunan (bata, genteng, jobong sumur, pipa saluran), wadah (periuk, pasu, kendi, tempayan, boneka, vas bunga), ritus religi (sesaji, meterai), dan alat kebutuhan praktis lainnya seperti timbangan, dan lampu (clupak). Sebagian besar terakota ini diduga merupakan buatan setempat karena ditemukan alat produksinya yang berupa pelandas. Selain terakota, di Situs Trowulan banyak ditemukan juga berbagai benda yang terbuat dari bahan logam dan batu seperti genta, guci amerta dan arca, yang telah memiliki nilai seni yang cukup tinggi.

Pada era Majapahit pengetahuan tentang pembuatan barang-barang dari tanah liat bakar diduga dapat diuraikan dengan prinsip yang sangat sederhana, yaitu membuat bentuk atau model dari tanah liat, mengeringkan di bawah sinar matahari, dan membakarnya dalam api. Walaupun prinsipnya sederhana, berdasarkan pengamatan dapat diketahui, bahwa hasil kesenian terakota dalam berbagai bentuk tersebut tidak mempunyai cacat bawaan yang diakibatkan kurangnya pengetahuan dalam proses pembuatannya. Hal ini menunjukkan bahwa si pembuat benda seni tersebut

Di Trowulan juga banyak ditemukan miniatur bangunan terakota, terdiri dari aneka bentuk miniatur ini ada yang menggambarkan bangunan suci (candi) dan ada yang menggambarkan berbagai bentuk bangunan rumah. Dilihat dari bentuk atapnya bangunan rurmah ada yang beratap tajuk, kampung, limasan, dan gonjong. Penutup atap ada yang terbuat dari genteng, sirap, bambu, dan ijuk atau rumbia. Bangunan yang ada dapat dibedakan menjadi bangunan terbuka tanpa dinding serta bangunan yang tertutup.

seni-gerabah.jpg

Kerajinan Terakota Majapahit​


Salah satu temuan (artefak) terakota dari Situs Trowulan adalah arca binatang yang bagiannya berongga sehingga arca itu nampak sangat gemuk dan digambarkan dengan posisi duduk; pada bagian punggungnya diberi lubang sempit memanjang, Bentuk arca seperti ini mengingatkan kepada ‘celengan’ sebagai tempat/wadah menabung uang. Selain arca binatang, ‘celengan’ terakota lainnya ada yang berbentuk bulatan biasa seperti ‘bola’ dengan diberi pegangan pada bagian atas dan sedikit hiasan (Muller,1978: 27).

Dalam perkembangannya istilah celengan (babi-babian)
yang berasal dari kata celeng, atau babi hutan
tidak hanya digunakan untuk menyebut kotak uang
dalam bentuk babi, tetapi juga untuk kotak uang dalam bentuk yang lain.

Sejauh ini kotak uang yang ada sebagian besar berbentuk babi yang terbesar berukuran lebih kurang 45 cm dan tingginya 31 cm. Selain itu terdapat sebuah contoh kotak uang berbentuk induk babi yang dikelilingi oleh 4 ekor anaknya. Sampai sekarang di Jawa Timur istilah yang dipakai untuk menyebut kotak uang yang berbentuk babi adalah celengan. Wujud celengan hewan bukanlah tanpa makna. Ini bentuk ekspresif manusia yang menganggap sejumlah binatang menandai simbol tertentu. Wujud babi diyakini sebagai bentuk kemakmuran.



Wacana Nusantara




-dipi-
 
Wah ternyata berkaitan dengan asal-muasal kata celengan dan bentuk tempat untuk menyimpan uang ;) Alhamdulillah dapat ilmu baru..


Kak Dip, apa dimasa lalu sudah ditemukan semen sebagai perekat antar batu untuk membuat bangunan? Penasaran banget, karena sempat melihat candi dan bangunan dari batu susun yang sekilas nampak hanya disusun saja.
 
Apa yang dinamakan semen pada masa sekarang itu sebenarnya udah ada sejak jaman dulu...
Di Masedonia kuno sudah ada bentuk semen sederhana yang berupa campuran tanah liat dengan batu kapur, lalu hal itu dikembangkan lagi pada masa kerajaan Romawi, di mana orang2 Romawi mempunyai formula yang dipakai untuk bahan perekat bangunan seperti semen, yang disebut pozzuolana, di mana bahan yang dipakai adalah campuran antara abu hasil letusan gunung berapi yang dicampur dengan batu kapur....

Kalo di Indonesia sendiri yang dipakai untuk bahan perekat adalah putih telur dan ketan... banyak candi yang berdiri dengan struktur batuan yang direkatkan dengan putih telur dan ketan....




-dipi-
 
Apa yang dinamakan semen pada masa sekarang itu sebenarnya udah ada sejak jaman dulu...
Di Masedonia kuno sudah ada bentuk semen sederhana yang berupa campuran tanah liat dengan batu kapur, lalu hal itu dikembangkan lagi pada masa kerajaan Romawi, di mana orang2 Romawi mempunyai formula yang dipakai untuk bahan perekat bangunan seperti semen, yang disebut pozzuolana, di mana bahan yang dipakai adalah campuran antara abu hasil letusan gunung berapi yang dicampur dengan batu kapur....

Kalo di Indonesia sendiri yang dipakai untuk bahan perekat adalah putih telur dan ketan... banyak candi yang berdiri dengan struktur batuan yang direkatkan dengan putih telur dan ketan....




-dipi-

Oh jadi putih telur yang digunakan sebagai bahan bangunan itu bukan mitos ya? Dulu Nenek juga pernah bilang kalo candi borobudur itu dibangun menggunakan putih telur sebagai perekatnya.. Tapi kok bisa ya? selengket-lengketnya putih telur pasti akan luluh jika diterpa air hujan, kenyataannya malah terbalik, (sebagian) candi-candi yang sudah dibangun masih bisa berdiri sampai sekarang..
 
Back
Top