Mengintip Usaha Penyewaan Buku di Kota Denpasar
Laporan I Made Sujaya
BANYAK yang menyebut minat baca masyarakat Bali masih rendah. Memang, satu dasa warsa terakhir mulai terlihat pertumbuhan. Namun, jika dilihat perbandingan antara produksi, penjualan buku serta tingkat kedatangan orang Bali ke perpustakaan dengan jumlah penduduk Bali, tetap saja minat baca orang Bali masih terbilang rendah. Namun belakangan, tempat-tempat penyewaan buku atau taman bacaan di Kota Denpasar semakin bertambah. Namun, serbuan play station serta mudahnya mengakses sumber bacaan di internet menjadi tantangan bagi usaha jasa ini. Sampai kapan usaha ini bisa bertahan? Adakah nasibnya akan sama dengan usaha serupa di kota lain yang banyak gulung tikar seperti Yogya?
MEMANG, tak ada data yang pasti berapa sesungguhnya jumlah usaha penyewaan buku di Kota Denpasar. Namun, jika dibandingkan dengan tahun 1980-an silam, tentu jumlah usaha penyewaan buku di Denpasar saat ini sudah kian bertumbuh.
Era tahun 1985-an, pecinta komik Ko Ping Ho di kawasan Sanglah, Panjer, Sidakarya dan sekitarnya tentu ingat dengan Taman Bacaan Prasthiwi di bilangan Jalan Watureonggong, Denpasar. Taman bacaan yang dikelola Selamet Asmoro ini masuk jajaran tempat penyewaan buku generasi lawas di Denpasar. Hingga kini, Taman Bacaan Prasthiwi masih bertahan. Bahkan, sudah sampai membuka cabang di kawasan Monang-Maning, Denpasar dengan nama Prima.
“Komik-komik Ko Ping Ho di sini (Prasthiwi) kini ditaruh di Prima, karena di sini tak muat lagi,” tutur Ahmad, sang penjaga Taman Bacaan Prasthiwi.
Taman Bacaan Prima di Monang-maning juga lumayan ramai dengan pengunjung. Yang membuat Prima banyak dicari pecinta komik dan novel karena koleksinya relatif baru, selain komik dan novel lama.
Selain Prasthiwi, penyewaan buku Bromo Hasri yang pernah dibuka di Jalan Surapati kini pindah ke Jalan Kamboja, depan SMA 1 Denpasar. Bromo Hasri juga sudah berkembang lagi dengan membuka cabang di Jalan Teuku Umar, sebelah barat Simpang Enam.
Aris, penjaga Bromo Hasri di Jalan Kamboja menuturkan tingkat kunjungan ke tempatnya cukup baik. “Rata-rata sekitar 80 orang per hari. Kalau lagi ramai, bisa di atas 200 orang,” kata Aris.
Di Bromo Hasri cabang Teuku Umar, pengunjungnya lebih sedikit. Pada hari-hari biasa, jumlah pengunjung sekitar 50-60 orang. “Kalau ramai antara 90-100 orang. Bahkan, kalau liburan bisa lebih dari itu,” kata Rizal yang dipercaya mengelola Bromo Hasri Teuku Umar.
Sementara di Prasthiwi, menurut pengakuan Ahmad, saban hari lebih dari 60 orang datang meminjam komik atau novel. Kalau musim liburan, jumlah pengunjung bisa mencapai 200 orang.
“Yang pasti Prasthiwi memiliki anggota hingga lebih dari 9.000 orang. Yang aktif mungkin sekitar 500 orang,” kata Ahmad.
Kebanyakan, yang datang menyewa buku ke taman bacaan adalah perempuan. Maklum, minat baca kaum hawa memang relatif lebih baik daripada kaum adam. Kendati begitu, pengelola tetap menghadirkan koleksi komik dan novel khusus laki-laki selain komik dan novel untuk perempuan. “Banyak juga cowok yang suka pinjam komik,” kata Amel, penjaga Taman Bacaan Prima.
Harga sewa buku di tempat-tempat penyewaan buku di Denpasar cukup beragam, tergantung jenis bukunya. Buku-buku komik lama biasanya disewakan dengan harga Rp 1.000-Rp 2.000 per komik dengan waktu pinjam rata-rata 2-3 hari. Sementara komik baru disewakan dengan harga Rp 2.500 per komik per hari.
“Kalau komik baru memang lebih mahal dan waktu sewanya juga pendek karena komik baru itu banyak dicari orang,” tutur Rizal.
Sementara harga sewa buku novel lebih mahal, tetapi tidak sama harga sewa satu novel dan novel yang lain. Novel Harry Potter edisi 1-6 misalnya, harga sewanya Rp. 25.000 untuk lima hari. Sementara edisi ketujuh, edisi terbaru harga sewanya lebih mahal menjadi Rp 70.000 per lima hari.
Namun, kebanyakan orang menyewa buku komik tinimbang buku novel. Karena itu, koleksi yang dimiliki pun didominasi buku komik. Namun, komik yang banyak dicari pun bukanlah komik produk dalam negeri, melainkan komik-komik Jepang serta Korea.
Biasanya, komik-komik yang disewakan adalah komik serial. Komik serial yang banyak dicari, serial Naruto dan Onepiece. Ada juga yang menyukai komik Doraemon serta Fight Ippo.
Kuncinya Koleksi Terbaru dan Lengkap
Namun, tak semua tempat penyewaan buku yang bisa bertahan. Beberapa tempat penyewaan buku juga ada yang tutup. Ada juga yang bertahan, meskipun ditinggal pelanggannya. Pengelola biasanya akan mengombinasikan usahanya dengan penjualan majalah, koran atau menjual makanan dan minuman.
Salah satu usaha penyewaan buku komik di Monang-maning yang sudah beroperasi sejak tahun 80-an, kini mulai ditinggal pelanggannya. Sang penjaga yang enggan namanya disebut di koran menuturkan jumlah pengunjung di tempatnya sudah jauh menyusut. “Kadang-kadang ada, kadang-kadang tak ada sama sekali,” ujarnya.
Penyebab menyusutnya jumlah pengunjung, menurutnya, karena koleksi komik yang dimiliki sudah tak ada yang baru lagi. Akhirnya, para pelanggannya memilih mencari tempat penyewaan buku lain yang koleksinya lebih lengkap.
“Karena penyewaan komiknya sepi, maka bos menjual koran dan majalah, agar tetap bisa berjalan,” kata sang penjaga.
Memang, kelengkapan dan kebaruan koleksi menjadi kata kunci bagi suksesnya usaha penyewaan komik. Kalau sekali dua kali ada pelanggan yang mencari salah satu judul komik dan tak ditemukan, maka usaha penyewaan buku itu akan ditinggal.
Para pengelola usaha penyewaan buku biasanya akan berupaya untuk menghadirkan koleksi-koleksi terbaru di tempatnya. Ada yang menjalin kerja sama dengan toko buku, ada juga yang langsung berhubungan dengan penerbit sehingga bisa mendapat harga yang lebih murah.
Bersaing dengan PS dan Internet
Mau tak mau usaha penyewaan buku yang ada di Denpasar memang harus berjuang untuk bisa bertahan. Memang, minat baca masyarakat Bali sudah bertumbuh. Namun, tetap saja minat baca masyarakat Bali masih dianggap rendah.
Selain itu, usaha jasa penyewaan buku juga harus bersaing dengan kian maraknya tempat penyewaan play station serta internet yang memudahkan akses orang untuk mendapatkan bacaan.
Tantangan ini diakui Ahmad. Bahkan, Ahmad secara jujur mengakui jumlah pengunjung belakangan relative turun jika dibandingkan sebelumnya. Penyebabnya, orang sudah lebih mudah mengakses buku di internet.
“Naruto edisi terbaru misalnya sudah lebih dulu didapat di internet. Kita kan belakangan baru bisa memajangnya,” kata Ahmad.
Selain itu, kian bertambahnya tempat usaha penyewaan buku di Denpasar juga menyebabkan persaingan menjadi lebih ketat. Tempat-tempat penyewaan buku yang koleksinya terbatas akan segera ditinggal pelanggannya.
Di Yogyakarta, usaha penyewaan buku memang cukup banyak jumlahnya. Namun, banyak pula yang terpaksa gulung tikar karena tak mampu bersaing. Yang diajak bersaing bukan saja sesame tempat penyewaan buku, tetapi juga play station dan internet.
Karena itu, tak berlebihan jika Gde Aryantha Soethama, seorang pecinta buku yang pernah mengelola usaha penyewaan buku di era tahun 1985 agak pesimis dengan kehidupan tempat penyewaan buku ini. Menurutnya, bertumbuhnya usaha penyewaan buku di Denpasar lebih dilandasi niat coba-coba karena di Denpasar usaha serupa belum banyak seperti di Yogyakarta.
sumber