SBY Lindungi KPK

Kalina

Moderator
Setujui Proyek tanpa Tender yang Dipersoalkan Yusril
JAKARTA - Upaya Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Yusril Ihza Mahendra melaporkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiequrachman Ruki ke KPK bisa jadi sia-sia. Pengadaan alat penyadap ponsel tanpa tender oleh Ruki yang dipersoalkan Yusril ternyata sudah mendapat persetujuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Kemarin Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi dan Juru Bicara Kepresidenan Andi Alfian Mallarangeng diminta Presiden SBY memberikan penjelasan kepada wartawan terkait perseteruan antara Yusril dan Ruki. "Penjelasan ini diperlukan karena selama ini ada kesan seolah-olah presiden memberikan izin itu (penunjukan langsung proyek KPK, Red) tidak berdasar," kata Sudi di Kantor Presiden kemarin.

Menurut dia, dasar Presiden SBY memberikan izin terhadap KPK untuk melakukan penunjukan langsung atas proyek pengadaan alat penyadap ponsel itu sangat kuat. Yakni, Keppres 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan rekomendasi Mensesneg Yusril Ihza Mahendra.

Sudi menjelaskan kronologi keluarnya persetujuan presiden terhadap KPK. Awalnya, pimpinan KPK menulis surat nomor SR 59/KPK/IX/2005 tertanggal 27 September 2005 kepada presiden melalui Mensesneg. Isi surat itu adalah permohonan penetapan penunjukan langsung kepada presiden sesuai dengan Keppres 80/2003 dalam pengadaan alat penyadap ponsel atau lawful interception device.

Proses selanjutnya, Yusril selaku Mensesneg mempelajari dan menelaah secara mendalam permintaan ketua KPK tersebut. Kemudian, Yusril mengirimkan memorandum kepada presiden dengan nomor M.907/M.Sesneg/10/2005 perihal permohonan penetapan metode pemilihan penyedia barang/jasa.

Dalam memorandum itu, ada tiga poin yang disampaikan Yusril kepada presiden. Yang pertama, sesuai dengan ketentuan Keppres Nomor 80 Tahun 2003 Pasal 26a, penunjukan langsung kepada perusahaan yang memenuhi persyaratan teknis dengan harga yang normal akan ditetapkan oleh Sekjen KPK.

Poin berikutnya, Yusril berpendapat bahwa pengadaan peralatan tersebut telah sesuai dengan Keppres 80 Tahun 2003 sehingga permohonan KPK itu dapat disetujui. "Jika Bapak dapat menyetujuinya, saya akan menyurati ketua KPK untuk menyampaikan persetujuan yang dimaksud," kata Sudi mengutip memorandum Yusril.

Memorandum itulah yang dijadikan pertimbangan utama SBY. "Berdasarkan rekomendasi Mensesneg yang tertuang dalam memorandum tersebut, presiden memberikan disposisi persetujuan untuk ditindaklanjuti," kata Sudi.

Setelah disposisi SBY turun, barulah Yusril mengirim surat kepada KPK Nomor B.727/M.Sesneg/11/2005 tertanggal 10 November 2005, perihal Penetapan Metode Pemilihan Penyedia Barang/Jasa. Dalam surat itu Yusril menyatakan bahwa presiden telah menyetujui metode pemilihan penyedia barang/jasa dengan penunjukan langsung.

Dari kronologi tersebut, kata Sudi, dapat disimpulkan bahwa penunjukan langsung proyek KPK dilakukan secara resmi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. "Persetujuan presiden dilakukan secara sah setelah mendapat rekomendasi Mensesneg," terangnya.

Sikap SBY, tambah sudi, tetap konsisten dalam hal pengadaan barang, baik melalui pelelangan umum maupun penunjukan langsung. SBY selalu menekankan agar penyediaan barang/jasa dilakukan secara transparan, akuntabel, tanpa penyimpangan, yakni korupsi maupun markup.

Penunjukan langsung, kata Sudi, dapat dilakukan asal memenuhi sejumlah kriteria. Ada dua kriteria, yakni keadaan tertentu dan pengadaan barang/jasa khusus.

Keadaan tertentu yang dimaksud adalah penanganan darurat untuk pertahanan negara, keamanan, dan keselamatan masyarakat. Juga pekerjaan yang perlu dirahasiakan yang menyangkut pertahanan dan keamanan negara.

Untuk pengadaan barang/jasa khusus, pekerjaan berdasarkan tarif resmi yang ditetapkan pemerintah. Juga pekerjaan/barang spesifik yang hanya dapat dilaksanakan oleh satu penyedia barang/jasa, pabrikan, pemegang hak paten. Satu lagi pekerjaan kompleks yang hanya dapat dilaksanakan dengan penggunaan teknologi khusus dan/atau hanya ada satu penyedia barang/jasa yang mampu mengaplikasikannya.

Sudi maupun Andi enggan menjelaskan reaksi SBY terkait polemik Yusril dan Ruki. Menurut Sudi, pihaknya hanya berkepentingan menjelaskan dan meluruskan proses penunjukan langsung proyek KPK senilai Rp 24 miliar tersebut.

Yusril Dilaporkan

Setelah melaporkan Ketua KPK Taufiequrachman Ruki ke KPK, Yusril Ihza Mahendra ganti dilaporkan. Namun, bukan lembaga antikorupsi itu yang memerkarakan menteri sekretaris negara tersebut, melainkan sejumlah aktivis LSM yang tergabung dalam Government Against Corruption and Discrimination (GACD).

"Terus terang, saya gatal mendengar Yusril memerkarakan KPK. Padahal, dia sendiri punya salah," ungkap Direktur Eksekutif GACD Andar M. Situmorang ketika ditemui di Gedung KPK Veteran kemarin.

Namun, pria yang saat itu memakai jas cokelat tersebut mengaku laporannya ke KPK tidak berhubungan dengan dugaan korupsi proyek pengadaan automatic fingerprint identification system (AFIS) yang melibatkan Yusril.

Menurut Andar, ada tiga "dosa" Yusril yang harus dipertanggungjawabkannya. "Tidak hanya lapor, kami membawa bukti berupa hasil audit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan)," tambahnya. Pertama, Yusril dianggap terlibat dalam kasus dugaan korupsi anggaran keuangan rumah tangga kepresidenan Istana Negara Jogjakarta sejak 2004 sampai 30 November 2005.

Dugaan keterlibatan suami Rika Tolentino Kato itu didasarkan pada hasil audit BPK RI No: 05/S/V-XIII.1/01/2006. Di situ ada sembilan item kejanggalan penggunaan anggaran. Misalnya, pemberian cenderamata senilai Rp 16,6 juta yang mengakibatkan ketidakhematan penggunaan anggaran. Ada juga kelebihan pembayaran terhadap CV Ranti sebesar Rp 11,06 juta dalam proyek pengecatan Istana Jogjakarta tahun anggaran 2004 dan 2005. "Paling kerugian negara dalam kasus itu berkisar Rp 224,9 juta," tambah Andar.

Selain kasus itu, Yusril diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan tanggung jawab anggaran dan aset Sekretariat Negara pada 2005. Dugaan tersebut didasarkan pada hasil temuan audit BPK RI No: 135/S/V-XIII.1/10/2005 tanggal 21 Oktober 2005. "Kalau yang ini, kerugiannya Rp 24 miliar," tambah Andar.

Tidak hanya kasus korupsi, GADC juga melaporkan Yusril atas dugaan penyalahgunaan wewenang dan jabatan sebagai menteri hukum dan perundang-undangan. Kesalahannya, menerbitkan surat dinas bertanggal 5 Januari 2000 yang memerintahkan ketua Pengadilan Tinggi Sumatera Utara untuk sesegera mungkin melaksanakan eksekusi putusan sengketa antara Bank Bali dan PT Gunung Mas Gemilang. Menurut Andar, pihaknya pernah melaporkan kasus tersebut ke KPK pada 28 Maret 2005.

Apa sebenarnya tujuan LSM tersebut melaporkan Yusril? "Kami hanya ingin nge-tes KPK apakah ewuh-pakewuh menangani perkara level menteri, tidak seperti yang sebelumnya," ujar Andar.
 
Back
Top