Kisah Para Pendekar Betawi

jainudin

New member
Mempelajari sifat dan belajar agama merupakan dua hal yang tidak lepas

dari kehidupan masyarakat Betawi tempo dulu. Tradisi maen pukutan bagi

masyarakat Betawi terdahulu sudah menjadi bagian dan kehidupan

sehari-hari. Tidak ada warga Betawi yang nihil tak bisa sama sekali’ seni

bela diri silat. Tak cuma laki-Laki, perempuan pun lihal memperagakan

jurus-jurus, dan yang dasar sampai yang mahir.
Dalam cerita rakyat Betawi (folklore). kerap kali muncuL jago-jago kaum

perempuan yang membela rakyat tertindas. menentang pemimpin yang zalim,

dan menegakkan amar maruf nahil munkar. Sebut saja Si Mirah yang

memperoteh gelar Singa Betawi dan Marunda (Jakarta Utara). Mirah, seperti

dikatakan oleh budayawan Yahya A Siputra dan H Irwan Sjafi’ie, bukan

Sekadar tokoh emansipasi, melainkan seorang tokoh pejuang dalam arti

sebenarnya. Atau, Nyi Mas Melati, tokoh pejuang revotusi fisik 11945) di

Tangerang yang berada di garis depan medan perang dengan kehebatan Luar

biasa. Seperti dikemukakan drAtje muljadi
pendiri lembaga Kebudayaan Betawi, dirinya tak absen dan dua hari yang

saat itu harus dipelajari tiap anak betawi. Dia sendiri pernah menjadi

ketua IPS tikatan Pencak Sitat Seluruh Indonesia. Selain beliau, ada Dr H

A Syukur SKM yang berupaya memajukan duet Betawi dan pernah menjadi Ketua

Umum Badan Musyawarah Masyarakat Betawi terus Betawi).
Di Jakarta banyak terdapat jenis aliran duet. Di antaranya Beksi, Kotek.

Trotok, Cingkrik, Ma’apil. Kelabang Nyebrang isaberi), Mustika Kwitang,

dan masih banyak Lagi. Budayawan Betawi, Yahya Andi Saputra, berdasarkan

penetitianriya di Lapangan. di Jakarta kini bertambah banyak aliran pencak

sitat. Tentu saja juga jumtah anggotanya. Itu merupakan kabar gembira yang

menunjukkan bahwa seni bela diri ini masih digandrungi oleh generasi muda.
H Irwan Syatei mengibaratkan yang disebut jago Betawi pada abad ke-19 dan

awaL abed ke-20 adalah semacam jawara kampung yang menjadi patang dade

atau benteng penghalang orang yang datang dari luar dan mencoba mengganggu

keamanan kampung.
Mereka adalah pare ahil silat yang hampir pasti ada ditiap kampung. Jago

Betawi, kate Yahya. tidak pernah menjual, menantang nantang. tetapi

bersedia memberi” bile ada yang menantang. lstilah lu juat gue beli

ternyata bukan sekedar gertak sambel, melainkan sudah menjadi tekad dan

slogan bagi orang Betawi.
Bicara soal tokoh bela diri Betawi tidak bisa tidak kite menceritakan si

Pitung yang namanya sudah melegenda di masyarakat. Tokoh ini bernama asti

Sotihun dan diperkirakan lahir pada 1874 di Pengumben, sebuah kampung di

Rawa belong, Jakarta Barat. Konon lokasi kediamannya tidak jauh dari

Stasiun Kereta Api Palmerah, Jakarta Barat.
Cerita tentang si Pitung pertama kali diangkat ke layer lebar oleh aktor

Dicky Zulkarnaen pada 1970. Si Pitung diceritakan sebagei perampok

budimari” yang selalu memberikan hasil rampokannya untuk membantu rakyat

kecil.

Bagi sebagian masyarakat Betawi, Pitung pembela rakyat kecil dan anti

Belanda. Hingga Pitung mendapat predikat sebagai Robinhood Betawi. Yang

jelas, keberadaan dari tingkah Laku si Pitung cukup merepotkan Belanda.

Hingga pare tentara penjajah itu gigih mengejar sang legenda.
Pada masa sebelum kemerdekaan, di Jakarta, para jagoan silat ikut

mengobarkan semangat perlawanan terhadap penjajah. Sejumlah jawara Betawi

berada di belakang berbagai pemberontakan petani. Misalnya, Entong Gendut

di Condet, Jakarta Timur (1916). Para jagoan Betawijuga terlibat di

beberapa pemberontakan lain yang terjadi di Slipi, Tanah Abang. dan Cakung

(19131; Tanah Abang (1924); dan Tambun (1869).
Mereka berontak mencegah pasukan VOC den tuañ tanah keji yang akan

melakukan penyitaan terhadap kediaman petani karena tidak sanggup membayar

pajak hasil bumi. Hari ini membuat para pendekar silat di Betawi selalu

dicurigai penjajah. Makanya tidak seorang pun pendekar dari generasi

terdahulu menyebutkan siapa gurunya.
Pada masa penjajahan Belanda, latihan ‘maen pukulan” silatnya tertutup dan

dilakukan malam hari dan berakhir menjetang Subuh. Di tempat latihan ini

silat kependekaran ditempa.
Sejak 1950-an, tempat latihan silat yang tertutup berubah menjadi

penguruan silat Betawi yang terbuka. Maka, bermunculantah

perguruan-perguan sital di Ibu Kota. Kalau kita memasuki JaLan KH Mas

Mansyur dan arah Pasar Tanah Abang. di sebelah kanan jalan raya ini

terdapat Jalan Sabeni. Sabeni adalah pendekar silat Tanah Abang yang lahir

pada abad ke-19 dan meninggal menjelang Proktamasi Kemerdekaan I945).
Ada peristiwa menarik yang dialami jago sitat Tanah Abang ini. Pada masa

penjajahan, die pernah diadu diuji oleh Heiho tentara Jepang) jago karate.

Duet berlangsung di Markas Keinpeitai (kepolisian Jepang) dan ia berhasiL

merobohkan sang jago karate.
di Kampung Kwitang, Jakarta Pusat, dekat Majetis Taktim Habib Ali, Juga

terdapat seorang jago silat bernama Muhammad Ojaetani yang dikenal dengan

sebutan Mat Djelani. Salah seorang cucunya. Haji Zakaria, mewarisi ilmu

silatnya.

Pada 1960-an, pasukan pengawat Presiden Sukarno. Tjakrabirawa, mendapat

angkah guru besar dari Jepang. Prof Nakagama, yang punya predikat Dan 7

disertai mahaguru karate dari AS. Zakaria, pemuda kelahiran yang mendapat

didikan Langsung main silat dari kakeknya. dengan Lihai memainkan senjata

tajam dengan kecepatan tinggi mengundang kekaguman master karate dari

Jepang.

Kepada Bung Karno. sang profesor saat diterima di Istana mengatakan,

‘Mengapa Anda memiliki pemain sebagus ini kok pemuda-pemudinya kurang

menyukai. Justru lebih suka ilmu bela diri dari Jepang?”.

Sumber : Republika
 
Back
Top