|
Kumpulan Urban Legend dari seluruh dunia (Menarik loh!) |
|
Loading...
|
|
Thread Tools | Search this Thread |
|
Loading...
|
Re: Kumpulan Urban Legend dari seluruh dunia (Menarik loh!)
non benar ngak kalau ada orang hamil di suatu rumah kalau malam hari selalu di datangi kuntilanak,karena gue beberapa hari ini kalau malam sering ada suara suara kayak orang nangis padahal masih siang kira kira jam 10 malam
|
Re: Kumpulan Urban Legend dari seluruh dunia (Menarik loh!)
Kutip:
mungkin aja itu kuntilanak seneng sama orang hamil itu tuh den lolo..
|
Re: Kumpulan Urban Legend dari seluruh dunia (Menarik loh!)
oh gitu ya non tia
|
|
Re: Kumpulan Urban Legend dari seluruh dunia (Menarik loh!)
Mana urband legend lain nya
|
Re: Kumpulan Urban Legend dari seluruh dunia (Menarik loh!)
dainanya sibuk mungkin en lolo, jadi ga sempet acak-acak laptopnya de arimasu >.<
|
Re: Kumpulan Urban Legend dari seluruh dunia (Menarik loh!)
“ 21 AND STILL COUNTING ... ” (21 DAN MASIH MENGHITUNG ... ) Suatu hari seorang gadis muda tengah menunggu di sebuah stasiun kereta ketika ia mendengar seseorang bergumam di belakangnya. Ia berbalik dan melihat seorang wanita duduk di sebuah bangku. Gadis itu menyadari saat itu hanya ada mereka berdua di stasiun tersebut. Wanita itu sangat aneh, pikir gadis itu. Wanita itu berumur 40-an dan duduk dengan tidak tenang. Ia menggoyang-goyangkan badannya ke depan dan ke belakang sambil bergumam, “21...21...21...”. Gadis itu bisa melihat kalau wanita itu terlihat agak “stress”, bahkan mungkin gila. Ia berniat untuk mengacuhkan saja wanita itu. Namun wanita itu terus saja bergumam, “...21...21...21...” Lama-kelamaan gadis itu menjadi penasaran. Iapun bangkit dari kursinya dan menghampiri wanita itu. “Ibu, apa yang sedang ibu hitung?” Wanita itu tak menjawab, bahkan tak menatap gadis itu. Ia hanya terus bergumam, “....21....21...21....” Gadis itu melihat di sekitarnya, mencoba mencari tahu apa yang sedang wanita itu hitung. Di saat yang sama, gadis itu heran. Jika ia memang menghitung sesuatu, mengapa angkanya selalu sama. Kemudian terdengar suara kereta datang. Tiba-tiba saja wanita itu menerjang gadis muda dan mendorongnya ke arah rel. “Aaaaaa!!!” teriak gadis itu, namun terlambat. Kereta yang melaju kencang itu terlanjur menyambar tubuhnya. Warna merah dari darah gadis itu bercipratan hingga ke dinding dan kursi-kursi di stasiun itu. Wanita itu kembali duduk seolah tak terjadi apa-apa dan mulai bergumam. “...22....22...22...” “WHITE STRING” (BENANG PUTIH) ![]() Urban legend ini sangat populer pada tahun 90-an di Jepang. Banyak remaja Jepang yang mempercayai kebenaran cerita ini sehingga tak berani menindik telinganya. Kisahnya bermula ketika seorang gadis seumuran SMP merengek ada orang tuanya untuk mengizinkannya menindik telinganya. Ia berkata bahwa semua anak perempuan di kelasnya sudah menindik telinganya, hanya ia saja yang belum. Kedua orang tuanya awalnya tak mengizinkan. Namun karena sang gadis merengek terus-menerus, merekapun akhirnya mengizinkannya. Orang tua gadis itu lalu memberinya sejumlah uang dan menyuruh gadis itu untuk menindik telinganya di toko perhiasan yang terpercaya di sebuah mall dekat rumah mereka. Namun sang gadis berpikiran lain. Ia hendak menyimpan uang pemberian orang tuanya dan memutuskan untuk menindik telinganya sendiri. Iapun meminta sahabatnya untuk membantunya menindik telinganya. Mereka menggunakan jarum yang dipanaskan dan kemudian ditusukkan ke kedua cuping telinga gadis itu. Dia merasa sangat kesakitan, namun begitu melihat hasilnya, ia sangat puas. Ia kini bisa memakai anting-anting pilihannya dan tampil penuh gaya seperti gadis-gadis lain di sekolahnya. Namun keesokan harinya ada yang aneh. Ia terbangun di pagi hari karena rasa gatal yang teramat sangat di telinganya. Rupanya cuping telinga yang ia tindik terlihat merah dan meradang. Tak hanya itu. Tampak seutas benang putih kecil menjulur dari lubang yang ia buat kemarin di cuping telinganya. Merasa penasaran, ia menarik benang itu. Benang itu sangat halus dan panjang. Ia menariknya terus-menerus, namun seakan-akan benang itu tak ada habis-habisnya. Merasa tak sabar, gadis itu mengambil gunting dan memotong benang putih itu. Tiba-tiba semuanya menjadi gelap. Ia histeris dan memanggil kedua orang tuanya. Orang tuanya yang panik segera membawanya ke rumah sakit. “Mengapa kau bisa jadi begini?” tanya sang dokter yang memeriksanya. Sang gadis kemudian menceritakan segalanya. Sang dokter menjawab dengan suara sedih, “Maaf, tapi harus kukatakan bahwa kau akan mengalami hal ini seumur hidupmu.” “Kenapa?” tanya gadis itu, tercekat. “Benang putih yang kau potong itu bukan sembarang benang putih.” “Benang apa itu?” tanya gadis itu, putus asa. “Itu saraf matamu.” “PEDESTRIAN CROSSING” (ZEBRA CROSS) ![]() Suatu sore, sepulang bekerja aku berada di sebuah persimpangan jalan. Sambil menunggu lampu merah, aku berdiri di depan sebuah zebra cross dan mengamati orang-orang yang berada di seberangku. Mereka juga menunggu untuk menyeberang, sama seperti aku. Namun di antara mereka, ada seorang wanita yang tampak aneh. Pertama-tama aku pikir ia memakai masker. Namun bukan itu. Wajahnya tampak kabur. Aku mencoba mengamatinya, namun wajahnya tak berubah. Aku bahkan tak bisa mengenali wajahnya, dimana hidung, mata, maupun telinganya. Seakan-akan wajahnya rata. Anehnya, orang-orang di sekitarnya tampak mengacuhkan wanita itu, walaupun penampilannya sangat menakutkan. Lampu merah menyala. Mobil-mobil berhenti dan orang-orang mulai menyeberang. Begitu pula aku, namun aku mencoba untuk menjauhi wanita itu. Ia berjalan di sebelah kanan zebra cross, sehingga aku sebisa mungkin berjalan di sisi kiri zebra cross. Namun ia justru berpindah ke sisi kiri juga. Ia berjalan tepat menuju ke arahku. Wajah wanita itu semakin menakutkan ketika ia mendekat. Akupun menundukkan kepalaku karena ketakutan. Di suatu titik, kami berpapasan. Aku terus berjalan. Namun walaupun aku berusaha menghindarinya, wanita itu justru berbalik dan mengikutiku. Begitu aku sadar, ia sudah berada di belakangku dan berbisik di telingaku. “Aku tahu kau bisa melihatku.”
|
Re: Kumpulan Urban Legend dari seluruh dunia (Menarik loh!)
“WRISTBAND” (GELANG) ![]() Di Korea, terdapat peraturan yang berlaku di semua rumah sakit. Ketika pasien masih hidup, gelang berwarna putih diikatkan di lengan kanan mereka. Gela ngitu berisi nama pasien serta informasi lainnya. Namun ketika pasien meninggal, gelang itu dilepas dan digantikan dengan sebuah gelang merah yang diikatkan di lengan kiri sebelum jenazahnya dibawa ke kamar mayat. Kisah ini terjadi pada seorang dokter yang sedang shift malam di sebuah rumah sakit. Ia akhirnya menyelesaikan shift malamnya pukul 2 dini hari dan merasa sangat lelah. Rumah sakit tampak sangat sepi sebab pada jam 2 dini hari, tentu semua pasien sedang terlelap dan sebagian besar perawat juga telah pulang. Ia menyalakan lift dari lantai lima untuk turun ke basement, dimana mobilnya diparkir. Di dalam lift hanya tampak seorang wanita tua. Ia berdiri di samping wanita tua itu, yang tampaknya juga ingin turun di basement. Begitu lift mereka sampai di basement, pintu lift terbuka dan tampak seorang pria berpakaian putih. Wanita yang tadi bersamanya hendak keluar dari lift. Dokter itu melihat sesuatu di tangan pria itu. Segera ia menarik wanita yang tadi bersamanya kembali ke dalam lift. Dengan panik ia menekan tombol ke lantai lima dan pintu lift pun tertutup. “Hei, ada apa denganmu?” wanita itu tampak marah karena dokter itu menariknya masuk kembali. “Anda beruntung saya tadi tidak membiarkan anda keluar.” Ujar dokter itu. “Anda tidak melihat, di tangan kiri pria tadi ada gelang merah? Berarti dia sudah meninggal!” “Gelang merah?” tanya wanita itu sambil menunjukkan tangan kirinya. “Maksudmu seperti ini?” “PIZZA” ![]() Seorang pria mengalami kecelakaan mobil. Kakinya patah dan ia harus beristirahat beberapa hari di dalam rumah hingga kondisinya pulih. Pria itu tinggal di apartemen bersama istrinya. Sayangnya istrinya harus bekerja sehingga tak bisa merawat pria itu. Beberapa hari pertama, pria itu merasa senang karena bisa tinggal di rumah seharian. Namun lama-kelamaan ia merasa bosan. Suatu hari saat menyalakan televisi, ia mendengar suara anak-anak berlari di lantai atasnya. Ia berpikir ini aneh, sebab jam segini harusnya anak-anak belum pulang dari sekolah. Esoknya, ia juga mendengar suara anak bermain dari lantai atas. Si pria merasa lapar dan memesan dua kotak pizza melalui layanan pesan antar. Ia merasa sudah kenyang setelah memakan sekotak pizza dan merasa tak sanggup menghabiskan satu kotak pizza lagi. Jika ia menunggu istrinya pulang, mungkin pizza itu rasanya sudah tak enak lagi. Akhirnya ia memutuskan untuk berbuat baik dengan memberikan pizza itu pada keluarga yang tinggal di atasnya. Bukannya ada anak-anak tinggal di bawahnya? Mereka pasti senang dengan pizza gratis. Dengan kepayahan iapun keluar dari kamar dan naik dengan lift. “Ouch...ouch...” sesekali ia mengerang karena kakinya belum sembuh benar ketika berjalan menuju kamar di lantai atasnya itu. “Ting tong.” ia menekan bel, namun tidak terdengar jawaban. Ia kembali menekan bel dan terdengar suara dari dalam pintu. “Siapa?” terdengar suara wanita dari balik pintu. “Saya tetangga yang tinggal satu lantai di bawah anda.” Pintu dibuka, namun hanya sedikit. Dari sela pintu, terlihat wajah seorang wanita separuh baya. Namun kamar itu sangat gelap sehingga yang bisa ia lihat hanya kepala wanita itu. “Ada apa?” “Anda mau pizza? Saya tadi memesannya namun tidak habis. Mungkin anda mau?” “Tidak, terima kasih.” Jawab wanita itu tanpa ekspresi. “Ehm, mungkin anak-anak anda mau?” Tiba-tiba terlihat kepala seorang anak laki-laki dan anak perempuan di bawahnya. Mereka pasti anak-anak yang kerap ia dengar suaranya saat bermain. Ketiga wajah itu menatapnya, berbaris membentuk satu lajur dari atas ke bawah. “Baiklah, kami mau.” Wanita itu menerima pizza itu dan pintu itupun dibanting, tertutup. Pria itu berbalik, namun entah kenapa ia merasa ada yang aneh. Seluruh bulu kuduknya terasa mengigil. Wajah ketiga orang itu terpatri dalam ingatannya. Ia mengambil langkah cepat, tanpa peduli rasa sakit di kakinya, untuk segera menuju lift. Ketiga wajah mereka membentuk garis, pikirnya. Ia menekan tombol lift dan menunggunya untuk datang. Membentuk garis vertikal, dari atas ke bawah. Satu wajah di atas wajah yang lain. Ia menekan tombol lift kembali, namun lift itu tak kunjung datang. Ada yang aneh dengan wajah mereka. Lift itu terlalu lama. Pria itu memutuskan menggunakan tangga. Wajah tampak berbaris, satu di atas yang lain ... itu mustahil! Ia melupakan rasa sakit di kakinya ketika ia menapaki tangga dengan langkah panik. Pria itu mulai menyadari apa yang salah dengan keluarga itu. Hanya ada kepala, tanpa badan .... Sesampainya di kamar, ia langsung menelepon polisi. Polisi datang beberapa saat kemudian, walaupun laporan pria itu tampak gila. Mereka memeriksa kamar di bawah kamar pria itu dan menemukan sesuatu yang mengerikan. Tubuh wanita dan kedua anaknya itu ditemukan di bak kamar mandi. Kepala mereka terpenggal. Mereka juga menemukan suami wanita itu bersembunyi di dalam lemari pakaian. Ia mengatakan bahwa ia sudah memenggal kepala istri dan anak-anaknya dengan gergaji. Namun ia bersumpah istri dan kedua anak-anaknya masih hidup. Polisi berkesimpulan pria itu menjadi gila dan membunuh keluarganya. Namun polisi menemukan ada sesuatu yang aneh di kamar itu. Di meja dapur tergeletak sebuah kotak pizza. Ketika dibuka, isinya sudah tidak utuh lagi. Ada bekas gigitan-gigitan kecil di pizza itu, seolah-olah ada anak-anak kecil yang memakannya. “THE VAULT ROOM” (RUANG BAWAH TANAH) ![]() Seorang pemuda menerima pekerjaan sebagai pengurus makam. Ini sebenarnya bukan jenis pekerjaan yang ia inginkan. Namun apa boleh buat, ia sangat membutuhkan uang dan hanya pekerjaan ini yang berhasil ia dapatkan dalam waktu singkat. Pemuda itu sangat takut pada mayat, namun untunglah pekerjaannya hanyalah pekerjaan-pekerjaan ringan. Tugasnya hanyalah menyapu, memotong rumput, dan membersihkan makam. Sedangkan tugas-tugas yang berhubungan dengan mayat seperti menyiapkan jenazah dan prosesi pemakaman adalah tugas para pengurus makam yang lebih senior. Namun ada satu hal yang dibenci oleh pemuda itu. Ia memang tak perlu melihat mayat secara langsung saat bekerja. Namun ada kalanya ia bekerja di ruangan bawah tanah tempat pet-peti mati berisi jenazah disimpan. Di negara Barat, orang-orang kaya biasanya membuat sebuah ruangan bawah tanah dimana peti-peti mati mereka dan keluarga mereka diletakkan, bukan dikubur seperti orang biasa. Pemuda itu sangat membenci ruang bawah tanah, sebab uangan itu gelap, berdebu, dan penuh mayat. Suatu hari, pemuda itu ditugasi untuk membersihkan sebuah ruang bawah tanah. Dengan berat hati ia melakukan tugasnya itu. Saat ia sedang membersihkan papan-papan nama yang ada di ruangan itu, angin kencang bertiup dan menutup pintu kamar bawah tanah itu. Pemuda itu langsung panik dan berusaha membukanya, namun percuma. Ia terkunci di ruangan penuh mayat itu. Pemuda itu mencoba berteriak, namun tak ada yang mendengar teriakannya. Pemuda itu lalu mencoba menenangkan dirinya dan melihat sebuah jendela di atas ruangan. Cahaya matahari menembus jendela itu dengan enggan. Berarti ia bisa merangkak keluar lewat jendela itu. Masalahnya, jendela itu letaknya sangat tinggi. Ia tak mungkin dapat mencapainya. Ia melihat ke sekeliling ruangan. Yang ada di situ hanyalah peti-peti mati. Pemuda itu mendapatkan akal. Bila ia menumpuk peti-peti itu, ia dapat membuat semacam tangga yang dapat digunakannya untuk mencapai jendela itu. Ia lalu mencoba mengalahkan ketakutannya dan mulai memindahkan peti-peti mati itu. Di luar dugaannya, peti-peti itu ternyata ringan. Mungkin karena mayat di dalamnya sudah lama membusuk dan meninggalkan tulang belulang saja. Ia berhasil menumpuk beberapa peti mati dan mulai naik. “Ouch!” teriak pemuda itu lirih. Ia merasakan sakit di tumitnya. Ia menduga kayu dari peti mati itu yang menggoresnya. “Ouch!” rasa perih itu kembali lagi. Namun ia terus melanjutkan mendaki peti-peti mati itu, meskipun nyeri itu terus terasa. Akhirnya ia berhasil mencapai jendela itu dan merangkak keluar. Pemuda itu berjalan kepincangan dan akhirnya bertemu dengan penjaga makam yang merupakan bosnya. “Apa yang terjadi padamu?” tanya bosnya keheranan. Pemuda itupun menceritakan segalanya. “Lalu kenapa kau berjalan terpincang seperti itu?” “Tadi kaki saya tergores kayu dari peti mati.” “Mana, coba aku periksa.” Pemuda itu duduk di atas sebuah batu nisan dan bosnya kemudian memeriksa tumit pemuda itu. Penjaga makam itu lalu menatap pemuda itu dengan wajah pucat. “Tapi ini bukan luka goresan kayu, Nak.” “Lalu apa?” “Ini bekas gigitan manusia ...”
|
Re: Kumpulan Urban Legend dari seluruh dunia (Menarik loh!)
“TEKE TEKE” Kisah ini terjadi di Jepang. Alkisah di tengah salju yang tengah turun, dua orang masinis menjalankan sebuah lokomotif ke stasiun kereta terdekat. Saat mereka tiba di bawah suatu jembatan di daerah yang cukup terpencil, tiba-tiba saja ... “Braaak ...” “Kreeek...” Dua masinis itu melihat sesosok bayangan jatuh tepat di depan mereka. Kedua masinis ini cukup berpengalaman untuk merasakan bahwa kereta yang mereka kendalikan telah menggilas sesuatu. Sang masinis berusaha keras menghentikan keretanya dan lokomotif itu berhenti kira-kira beberapa ratus meter dari tempat kejadian. Salah satu masinis memutuskan turun untuk memastikan apa yang telah terjadi. Ia berjalan susah payah di atas gumpalan salju dan tepat di bawah jembatan yang tadi mereka lewati, ia menemukan sesuatu yang mengerikan. Terdapat tubuh seorang wanita di tengah rel. Tubuhnya terpotong menjadi dua karena terlindas kereta. Satu bagian adalah bagian atas tubuh wanita itu, mulai dari hingga ke pinggang. Bagian satunya adalah bagian pinggang hingga kaki wanita itu. Ia tak bisa melihat wajah wanita itu karena wajahnya tertutup oleh rambut hitam panjangnya. Darah wanita itu membasahi salju yang berada di bawahnya. Warna merah itu mengingatkan masinis itu akan es serut dengan sirup merah yang biasa ia makan saat kecil. Sang masinis buru-buru menghapus pikiran mengerikan itu dan segera kembali pada temannya. “Ada apa?” tanya sang masinis satunya saat melihat temannya kembali. “Ada...ada wanita tertabrak. Kondisinya sangat mengerikan. Kemungkinan ia melompat dari atas jembatan. Aku akan memanggil bantuan ke pos polisi terdekat. Kau tetap di sini ya?” Pada zaman itu, komunikasi belumlah secanggih sekarang. Apalagi saat itu cuaca sedang buruk. Sang masinis tadi akhirnya meninggalkan temannya untuk mencari bantuan. Sang masinis satunya dengan sabar menunggu di dalam lokomotif. Ia tahu tak ada jadwal kereta melewati daerah itu, jadi ia tenang saja meletakkan lokomotifnya di situ. Selain itu, lokasi ini amat terpencil. Bahkan tak ada satupun rumah di sana. Hujan salju telah berhenti, meninggalkan tumpukan salju yang tebal di luar. Hanya ada lampu-lampu jalan dari tiang listrik yang menemani lokomotif itu di tengah kegelapan malam. Beberapa saat berlalu dan sang masinis mulai mendengar suara di luar lokomotif. “Sreeeek...sreeeek...” Terdengar seperti suara sesuatu tengah diseret. “Soichi?’ masinis itu memanggil nama temannya tadi. Namun mana mungkin ia kembali secepat itu. Masinis itu mendekat pintu. “Halo, ada orang di situ?” Tiba-tiba pintu lokomotif terbuka, “Braaaaaak!!!” Diikuti jeritan masinis itu di tengah kegelapan malam. *** Beberapa jam kemudian barulah sang masinis kembali bersama sejumlah polisi. Mereka harus melewati jalanan yang penuh dengan tumpukan salju sehingga perlu waktu lama untuk kembali. Namun begitu sampai di TKP, masinis itu ngeri melihat hanya satu bagian tubuh saja yang terlihat di situ. Hanya ada bagian bawah wanita itu, sementara bagian atasnya lenyap. Masih ada ceceran darah di situ dan bekas seretan. Apa ada yang memindahkan tubuh wanita itu, pikir sang masinis. Namun mana mungkin? Apa tujuannya? Sang masinis dan para polisi pun menuju lokomotif yang ia tinggalkan tadi. “Sato!” panggil sang masinis. Ia heran melihat pintu lokomotif terbuka. Ia masuk dan tak melihat siapapun di dalam lokomotif, hanya ada tumpukan salju yang masuk melalui pintu yang terbuka. Masinis itu sangat sangat heran. Temannya adalah orang yang sangat bertanggung jawab. Mana mungkin ia meninggalkan lokomotif ini begitu saja saat ia diminta menjaganya? Soichi dan polisi lainnya mencari-cari sang masinis satunya. Namun sepertinya ia seperti lenyap ditelan malam. Tak ada jejak di tanah. Semua jejak sudah tertimbun oleh salju yang kembali turun. Beberapa jam mereka mencari namun tak ada hasil. Saat sang masinis mulai putus asa, ia mendongak ke atas. Napasnya seakan terhenti. Dengan ketakutan ia menunjuk ke atas. Para polisi pun ikut memandang ke atas. Mereka semua ketakutan melihat pemandangan yang tersaji di hadapan mereka. Bahkan pengalaman para polisi itu selama puluhan tahun menangani kasus kejahatan seperti tak ada apa-apanya. Mereka belum pernah melihat sesuatu semengerikan ini. Di atas tiang listrik, tubuh sang masinis sudah kaku karena membeku. Wajahnya tampak ketakutan setengah mati. Entah apa yang telah membunuhnya, suhu yang di bawah nol ataukah rasa takutnya. Sementara di pinggang sang masinis melingkar bagian tubuh wanita yang tertabrak itu. Bagian pinggang ke atas, memeluk erat sang masinis yang telah tewas. THE END *Jika anda penasaran mengapa cerita ini diberi judul “Teke Teke” coba ketikkan nama itu di google image search …” “SQUARE” (SEGI EMPAT) ![]() Alkisah, lima orang pendaki gunung tersesat di tengah pegunungan bersalju (versi lain cerita mengatakan mereka merupakan korban selamat dari suatu kecelakaan pesawat). Karena tidak kuat, salah satu dari kelima pendaki itu akhirnya meninggal. Namun keempat temannya yang lain menolak meninggalkan jenazah teman mereka di tengah gunung dan memutuskan membawanya. Hingga suatu saat di tengah badai salju, mereka menemukan sebuah pondok kayu. Mereka bersyukur dan segera berlindung di dalam pondok kayu itu. Pondok itu berbentuk segiempat. Pondok itu tampak sudah tua, namun masih kokoh. Celakanya, sama sekali tak ada penerangan di dalam pondok itu, sehingga mereka terpaksa menghabiskan malam dalam kondisi gelap gulita. Mereka meletakkan jenazah teman mereka di tengah ruangan yang berbentuk segi empat itu. Mereka mulai bercakap-cakap. “Malam ini kita tidak boleh tidur. Bila kita tidur, bisa-bisa kita tidak bangun lagi.” “Ya, aku tahu. Tapi bagaimana caranya? Bila kita tidak melakukan sesuatu, kita pasti akan tertidur.” “Aku tahu, kita lakukan saja suatu permainan.” Usul salah satu teman mereka, masih dalam kondisi gelap gulita. Mereka sama sekali tak bisa melihat satu sama lain, jadi mereka tak tahu dengan siapa mereka berbicara dan siapa yang mengusulkan permainan itu. “Permainan apa?” “Begini, ruangan ini kan berbentuk kotak. Bagaimana jika masing-masing dari kita berempat berdiri di tiap pojok ruangan. Nah, saat permainan dimulai, salah satu dari kita berlari ke pojok ruangan terdekat dan menepuk punggung temannya yang ada di situ. Lalu ia yang ditepuk punggungnya harus berlari lagi untuk menepuk punggung temannya yang ada di pojok terdekat dengannya. Begitu terus hingga kembali ke orang pertama dan diteruskan sampai fajar tiba.” “Itu ide bagus,” semua orang tampaknya setuju, “Dengan begitu kita akan bergerak semalaman dan tubuh kita akan terasa hangat.” Akhirnya mereka melakukan permainan itu. Masing-masing dari mereka, sebut saja A, B, C, dan D berdiri di pojok ruangan. A mulai berlari ke B dan menepuk pundak B. B kemudian langsung berlari dan menepuk pundak C. C lalu berlari menepuk pundak D. Dan begitu seterusnya, mereka melakukan permainan itu hingga pagi. Saat pagi tiba, mereka mulai merasa lega. Cahaya mulai menerangi seluruh ruangan sehingga mereka bisa melihat seisi ruangan. Salah satu teman mereka rupanya mengenali tempat ini dan tahu jalan keluar dari tempat itu. Namun saat mereka menyadari bentuk ruangan yang mereka tempati sejak semalam, mereka mulai sadar ada yang tidak benar. Lalu mereka mulai ketakutan. Permainan itu ternyata tak sesimpel yang mereka duga. ![]() Permainan dimulai ketika A berlari dan menepuk pundak B. B kemudian berlari menepuk pundak C. Lalu C berlari menepuk pundak D. Sampai di sini tak ada masalah. Namun ketika D berlari ke A, semestinya tak ada orang di sana, sebab A sudah berada di B. Benar bukan? Sehingga D harus berlari 2 kali agar dapat menepuk pundak A. Namun saat mereka bermain, tak ada seorang pesertapun yang harus berlari dua kali. Saat tiba di A, D menepuk pundak seseorang yang kemudian berlari menepuk pundak A yang sedang berada di B. Merekapun sadar, permainan ini walaupun dilakukan di ruangan berbentuk segi empat, tak bisa dilakukan oleh empat orang. Permainan ini harus dilakukan oleh lima orang. Namun mereka hanya ada berempat saat mereka melakukan permainan itu. Lalu mereka menatap jenazah teman mereka yang terbujur kaku di tengah ruangan. Ya, mereka tak hanya berempat di dalam ruangan. Mereka berlima.
|
Thread Tools | Search this Thread |
|
Similar Threads | ||||
Thread | Original Poster | Forum | Replies | |
Kuchisake Onna (Urban Legend from Japan 1) | shisio | Misteri & Supranatural | 22 |
Pengumuman Penting |
- Pengumuman selengkapnya di Forum Pengumuman & Saran |