Eks Dirjen Yusril Ditahan

Kalina

Moderator
Korupsi AFIS, KPK Tunggu Bukti Baru Jerat Menteri
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memang menghentikan sementara pemeriksaan terhadap Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra. Namun, penyidikan kasus korupsi pengadaan alat pemindai sidik jari otomatis (AFIS) terus berjalan. Bahkan, penyidikan itu telah menyeret keterlibatan pejabat teras di Departemen Hukum dan HAM.

Kemarin, KPK menahan Sekretaris Jenderal Depkum HAM Zulkarnain Yunus yang ditetapkan sebagai tersangka sejak Kamis (1/3). Saat Yusril masih menjabat menteri hukum dan HAM pada 2004, Zulkarnain menjadi Dirjen Administrasi Hukum Umum. Menurut KPK, Zulkarnain adalah pejabat yang paling tahu seluk-beluk pengadaan AFIS yang tanpa tender tersebut. Kini, dia mendekam di Rutan Bareskrim Mabes Polri dengan status tahanan titipan.

Zul -panggilan akrab Zulkarnain- merupakan orang ketiga yang ditahan dalam kasus AFIS setelah pemimpin proyek AFIS Apendi dan Dirut PT Sentral Fillindo Eman Rachman. Keluar dari ruang pemeriksaan KPK pukul 14.58 kemarin, Zul yang memakai safari hitam tersebut tampak pucat dan terlihat sedih.

Pria yang dicekal sejak 23 Januari 2007 itu hanya menunduk dan menolak berkomentar. Ketika ditanya wartawan, Zul memilih diam dan sesekali tersenyum.

Menurut salah seorang petugas jaga, Zul yang datang memenuhi panggilan KPK pukul 09.15 sudah tampak pucat. Didampingi pengacaranya, Hironimus Dhani, dan seorang ajudannya, Zul tampak tertekan sejak awal memasuki gedung KPK. Pemeriksaan Zul yang hanya enam jam lalu ditahan tersebut tergolong singkat. Biasanya, para tersangka yang ditahan KPK baru keluar dari ruang pemeriksaan pada tengah malam atau setidaknya lebih dari pukul 22.00.

Menurut pengacara Zul, Hironimus Dhani, kliennya belum sempat diperiksa setelah ditetapkan sebagai tersangka. Penyebabnya, kondisi kesehatan Zul sedang tidak baik. Dua kali diperiksa, tensi darah Zul mencapai 200/80. Pemanggilan dia kemarin ke KPK merupakan panggilan yang pertama setelah ditetapkan sebagai tersangka.

"Beliau punya penyakit bawaan, yaitu jantung, gula, dan tekanan darah tinggi," ungkap Dhani sesaat setelah kliennya dibawa ke rutan menggunakan mobil tahanan KPK bernomor B 8638 WU.

Dhani yang memakai kemeja putih bergaris biru lengan panjang tersebut mengungkapkan, pada pemeriksaan kemarin, sebenarnya Zul tidak bersedia dimintai keterangan. Penyidik KPK pun menutup pemeriksaan kemarin tanpa menanyakan materi pemeriksaan. "Kami kaget. Begitu pemeriksaan, BAP (bukti acara pemeriksaan, Red) ditutup, langsung ditahan," ujarnya.

Dhani menyatakan kecewa atas penahanan Zul. Alasannya, selama ini Zul selalu kooperatif ketika diperiksa penyidik. "Beliau tetap datang, meskipun kondisi kesehatannya tidak fit. Tadi (kemarin, Red) beliau diperiksa dengan tensi darah yang tinggi dan gula darah naik," ujarnya.

Alasan penahanan untuk mempermudah penyidikan sesuai dengan pasal 21 KUHAP pun tidak dimengerti pihak tersangka. Menurut Dhani, dengan jabatan Sekjen Depkum HAM yang dikenal banyak orang, khususnya pihak imigrasi, tidak mungkin kliennya melarikan diri. Apalagi sampai ke luar negeri.

"Apa tidak diberi kesempatan demi kemanusiaan beliau dikontrol dahulu penyakitnya," ujarnya menyesalkan penahanan kliennya. Alasan penahanan bahwa sudah terdapat bukti cukup melakukan tindak pidana korupsi juga dinilai tidak sesuai. "Itu kan subjektif penyidik," tambahnya.

Apa sebenarnya alasan KPK menahan Zul? Ditemui sebelum melakukan gelar perkara di KPK, Wakil Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean mengungkapkan, Zul memiliki peran yang signifikan dalam kasus AFIS. Dia menambahkan, KPK punya cukup bukti untuk menahan orang kedua di Depkum HAM itu. Setidaknya ada tiga peran yang dilakukan Zul dalam dugaan korupsi pengadaan alat senilai Rp 18,4 miliar tersebut. Selain menunjuk langsung, Zul memfasilitasi rekanan untuk bertemu dengan pimpro. "Tersangka juga menandatangani surat bebas bea masuk di Bea Cukai," ujarnya.

Pria asal Batak itu juga mengungkapkan, KPK sedang menyelidiki kemungkinan adanya kick back (dana balik) dari rekanan PT Sentral Fillindo kepada Zul. Sebab, peran Zul sangat memuluskan PT itu sebagai rekanan pengadaan AFIS. Apalagi, Eman Rachman mengakui telah memberikan sejumlah dana kepada Zul. "Ada keterangan ke arah tersebut. Namun, ada perbedaan antara rekanan dan tersangka," tambah Tumpak.

Atas perannya dalam proyek yang diduga merugikan keuangan negara Rp 6 miliar itu, KPK menjerat tersangka dengan pasal borongan. Zul dijerat pasal 2 ayat 1, pasal 3, pasal 5, dan pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP.

Tersangka Dilarikan ke RS

Namun, upaya untuk menjebloskan Zulkarnaen ke sel tahanan Bareskrim sedikit terhambat. Kendati tiba di Bareskrim Mabes Polri pukul 15.30, lelaki yang juga memilih diam ketika tiba di Mabes Polri itu belum sempat masuk sel.

Bahkan, beberapa saat setelah menjalani proses serah terima tahanan, tadi malam sekitar pukul 20.00 lelaki paro baya itu terpaksa dibawa ke rumah sakit. "Tadi diperiksa dokter, tensi darahnya melonjak. Takut terjadi apa-apa, maka dia dilarikan ke RS Polri Kramat Jati," kata seseorang di lingkungan Bareskrim tadi malam.

Saking daruratnya, Zulkarnaen dimasukkan ke mobil pribadi karena ambulans tak kunjung datang. "Mungkin saja mennginap karena tadi dia sudah dibopong," lanjutnya. Zulkarnaen dibawa ke RS dengan pengawalan petugas KPK, dokter Polri, dan piket Bareskrim.

Soal Keterlibatan Yusril

Jika mantan Dirjen AHU (administrasi hukum umum) ditahan, bagaimana dengan Yusril sebagai pucuk pimpinan? Menurut Tumpak, untuk sementara, pemeriksaan terhadap Yusril dirasa cukup. "Kecuali ada bukti baru dari keterangan para tersangka," tambah pria yang akrab dipanggil Opung itu.

Meski demikian, ada temuan KPK yang menarik soal peran menteri sekretaris negara itu. Menurut Tumpak, menteri hukum dan perundang-undangan pada era Megawati tersebut mengetahui isi memo yang disampaikan Zul pada 24 Oktober 2004. Selain meminta persetujuan Yusril untuk melakukan penunjukan langsung dengan alasan waktu yang mendesak, dalam memo itu terselip nama PT Sentral Fillindo sebagai calon rekanan.

Ketika diperiksa KPK, suami Rika Kato tersebut hanya mengakui dirinyalah yang menandatangani persetujuan prinsip penunjukan langsung pengadaan proyek AFIS, namun tanpa menunjuk perusahaan dan merek alatnya. Alasannya, proyek itu memakai dana ABT (anggaran belanja tambahan) yang waktunya pendek. Padahal, alat itu dinilai penting untuk pertahanan dan keamanan negara pasca kejadian teror bom yang sering terjadi saat itu.

Kasus AFIS ternyata tidak berhenti saat itu. Yusril yang terjepit mulai melakukan manuver. Sehari setelah diperiksa, mantan ketua umum Partai Bulan Bintang itu balik melaporkan KPK dalam kasus dugaan penunjukan langsung alat sadap telepon seluler yang tidak sesuai dengan Keppres No 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. KPK dituduh tebang pilih karena memeriksa dirinya. Bukan hanya itu, mantan pembuat naskah pidato Presiden Soeharto itu pun menunjuk Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaluddin ikut bertanggung jawab karena proyek AFIS dilaksanakan pada kepemimpinan menteri asal Makassar tersebut. Sementara Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Anwar Nasution juga ikut disinggung karena diduga menutupi markup alat sadap senilai Rp 24 miliar.

Polemik telanjur berkembang dalam masyarakat. DPR pun ikut berkomentar. Dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang dilaksanakan secara estafet sejak 26 Februari sampai 28 Februari 2007, pimpinan KPK dicecar soal AFIS dan pengadaan alat sadap. Dalam RDP yang merekomendasikan lembaga antikorupsi itu melanjutkan kasus AFIS tersebut, sikap KPK cenderung lemah. Sebagai wakil ketua KPK bidang penindakan, Tumpak Hatorangan Panggabean mengungkapkan belum ada cukup bukti untuk menjerat Yusril. Senada dengan itu, Ketua KPK Taufiequrachman Ruki juga mengungkapkan bahwa penunjukan langsung tidak melanggar hukum jika tidak terdapat indikasi korupsi.
 
Back
Top