Semua Tentang Hutan

nurcahyo

New member
DAS sebagai unit rehabilitasi hutan dan lahan (RHL)

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan unit pengambilan keputusan dalam perencanaan dan pengendalian rehabilitasi hutan dan lahan (RHL). Sebagai ekosistem alam, DAS merupakan unit hidrologi (tata air) yang berperan sebagai integrator dan indikator terbaik untuk pengelolaan DAS.

Demikian terungkap dalam forum Sosialisasi Kebijakan Departemen Kehutanan Bidang Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial kepada Ornop, Ormas dan Asosiasi Mitra Departemen Kehutanan, di Manggala, Jakarta, 13 Maret 2006.

Sebagai unit hidrologi, pengelolaan DAS dapat memadukan kepentingan antar kelompok masyarakat di daerah hulu dan hilir DAS, antar wilayah administrasi, antar instansi/lembaga terkait, antar disiplin ilmu/profesi dan antar aktivitas di hulu dan hilir DAS.

"Masyarakat dapat terlibat dalam rehabilitasi hutan dan lahan. Mereka dapat mengembangkan penanaman pohon komoditas produktif bernilai ekonomis (karet, buah-buahan). Selain mengurangi illegal logging (pencurian kayu), masyarakat dapat mengambil manfaatnya untuk menjadi penghasilan," ungkap Darori (Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial/RLPS Departemen Kehutanan).

Sudarno dari Peduli Hutan Lestari mendukung bahwa DAS merupakan sistem perencanaan pengelolaan sumber daya alam (SDA) termasuk hutan. DAS dengan air bersama tanah mengandung sumber daya alam. Maka untuk mengelola sumber daya alam penting dilakukan pengelolaan air dan tanah.

"Kita sepakat bahwa DAS merupakan satu kunci sistem untuk memperbaiki pengelolaan air dan tanah," kata Sudarno.

Dalam mengelola sistem DAS perlu memperhatikan bagian-bagiannya yang terdiri dari hulu, tengah dan hilir. Untuk mengelolanya membutuhkan dana atau modal. Terkait dengan pengadaan modal dalam sistem DAS untuk mengelola SDA, maka bagian hulu sebagai lahan yang kritis merupakan tanggungjawab pemerintah dengan petani sebagai pelaku penanaman.

Untuk bagian tengah, pengadaan modal dapat dilakukan kerjasama dengan investor dan petani sebagai pelaku pengelolaan tanah dan air yang utama. Di bagian tengah ini, dalam penanaman dipilih pohon komoditas yang produktif. Pada bagian hilir, modal dapat didapatkan dari investor dengan petani menjadi pihak penting yang memperkuat pengelolaan tanah dan air.

Dalam pengelolaan tersebut, semua pihak terdiri dari pemerintah, petani (warga sekitar DAS dan hutan) bersama investor melakukan kerjasama yang baik. "Bila ini terjadi, harapan ke depan mewujudkan Indonesia sebagai taman firdaus (Red: yang sejahtera) dapat tewujud," jelas Sudarno.

Bio Sartono dari Wetland menambahkan bahwa masalah air menjadi perhatian dunia saat ini. Pada tahun 2015 nanti, diperkirakan 50 persen penduduk dunia sulit mendapat freshwater (air segar). DAS merupakan faktor pengelolaan air utama. Maka, diharapkan RLPS dapat membuka kesempatan bagi organisasi non pemerintah dalam dan luar negeri untuk ikut berperan dalam pengelolaan DAS.

Salah satu pengelolaan DAS yang melibatkan masyarakat dengan pendekatan ekonomi. Masyarakat dapat berperan melalui penanaman pohon komoditas produktif sesuai minat dan kondisi lingkungan. Mereka akan mendapat nilai ekonomi yang menjadi atau menambah penghasilannya.
 
Last edited by a moderator:
Lichen bisa menunjukkan hutan yang terancam polusi udara

Lichen bisa menunjukkan hutan yang terancam polusi udara


Seperti rokok yang baru akan terasa efeknya setelah 30 tahun, demikian juga dampak dari polusi udara berkelanjutan pada kondisi hutan.

Hal ini diungkapkan Susan Will-Wolf, pakar botani dari Universitas Wisconsin-Madison, dalam siaran pers, 1 Agustus 2004. Dalam proyek nasional yang dilakukan untuk memonitor kesehatan hutan termasuk pohon dan ekosistemnya, para peneliti dari Universitas Wisconsin-Madison dan US Forest Service menggunakan lichen - sejenis tanaman dedaunan - sebagai indikator.

Will-Wolf mengatakan penelitian ini termasuk program pengamatan kesehatan hutan-bagian dari usaha pencegahan untuk melindungi hutan dan alam dari penurunan fungsi dan kerusakan akibat perubahan lingkungan.

Lichens yang biasanya hidup di cabang, ranting pohon dan bebatuan di dasar hutan dikenal karena kesensitifannya terhadap perubahan lingkungan, terutama polusi udara. Will-Wold yang terlibat dalam proyek ini mengatakan lichen merupakan indikator yang memberi peringatan adanya ancaman potensial pada hutan.

Perubahan pada komunitas lichen di hutan menunjukkan kemungkinan adanya perubahan dalam ekosistem, seperti siklus nutrisi yang tidak efesien atau lambatnya pertumbuhan hutan. ?Selain menghasilkan kayu, hutan juga penting sebagai daerah resapan dan penyimpanan air tanah serta perlindungan terhadap keanekaragaman,? tambah Will-Wolf. ?Semua fungsi ini dapat terganggu dalam kondisi tertentu.?

Karena fungsi potensial lichen sebagai indikator perubahan lingkungan, para botanis dari Universitas Wisconsin mengembangkan sebuah model yang dapat menunjukkan kualitas udara untuk memperkirakan dampak dari tingkat polusi udara di hutan. Model ini dapat menunjukkan derah yang memilki udara leboh kotor memilliki lebih sedikit spesies lichen. Sebaliknya, jika lichen tumbuh dengan subur menandakan daerah tersebut udaranya cukup bersih.

Dengan mengikuti perkembangan komposisi komunitas lichen dan angka kualitas udara, para peneliti ini dapat memetakan area hutan mana yang terancam olah polusi udara. Model ini telah diterapkan di New England dan daerah selatan menggunakan data dari US Forest Service untuk memonitor komunitas lichen yang ada di daerah tersebut.

Dari penelitian mereka terlihat bahwa polusi udara di daerah selatan seperti Georgia dan Alabama terkonsentrasi pada area tertentu. Sementara di New England, termasuk Maine dan New York, udara yang lebih kotor tersebar di area yang lebih luas. Hasil ini menunjukkan hampir seperdelapan dari area New England memilki kualitas udara yang lebih kotor dibandingkan daerah lain di bagian selatan. Hal ini juga terlihat dari lebih ketatnya distribusi komunitas lichen yang ada di New England dibandingkan di selatan.

?Dampak polusi udara di selatan menyebar, dengan 20 sampai 50 lusin kantong udara dengan kualitas rendah. Sedangkan di New England terkonsentrasi dalam beberapa area yang lebih luas termasuk pantai timur mulai dari Boston sampai New York, terentang sejauh 50 sampai 100 mil,? jelas Will-Wolf.

Dari sini, ia menyimpulkan bahwa hutan di New England terancam polusi udara yang lebih besar dibandingkan hutan di daerah selatan. Karena semakin luas daerah yang terkena dampak polusi udara, semakin banyak habitat yang terpengaruh kondisi tersebut.

Menurutnya, menggunakan komunitas lichen sebagai indikator polusi udara tidak hanya menandai area hutan yang memerlukan pencegahan dan pengelolaan lebih lanjut, tapi juga sebagai sarana untuk menilai keefektifan regulasi yang dikeluarkan mengenai jumlah bahan kimia toksik yang dilepas ke udara.

Seperti efek rokok yang lama terlihat dampaknya. ?Kita harus melakukan apa yang kita bisa untuk mengurangi kemungkinan tersebut sebelum terlambat dan terasa akibatnya,? kata Will-Wolf.
 
Tanpa gangguan alamiah, hutan tidak dapat beregenerasi

Tanpa gangguan alamiah, hutan tidak dapat beregenerasi


Hutan alamiah dunia tidak dapat beregenerasi tanpa adanya gangguan alamiah yang terjadi secara meluas, seperti: kebakaran hutan, penumpukan es, atau aktivitas vulkanik. Demikian pendapat para ilmuwan, seperti dilaporkan mereka dalam Jurnal Science, 21 Juni 2004.

Ketidakmampuan regenerasi tersebut berkaitan dengan kurangnya kadar fosfor yang secara alamiah berperan penting untuk regenerasi ekosistem hutan tersebut.

Para ilmuwan tersebut adalah David Wardle dari Departemen Ekologi Vegetasi Hutan, Universitas Ilmu-ilmu Pertanian Swedia (SLU), Richard Bardgett dari Universitas Lancaster, Inggris, dan Lawrence Walker dari Universitas Nevada, Amerika.

Para ilmuwan ini meneliti hutan di enam lokasi yang berbeda-beda di seluruh dunia.

Usia lapisan tanah yang diteliti tersebut bervariasi dari yang masih sangat muda hingga beberapa ratus tahun.

Para ilmuwan menemukan, di enam lokasi tersebut, pertumbuhan hutan di lapisan tanah yang berusia lebih tua ternyata kurang baik, dalam arti kurang dapat beregenerasi.

Hal ini disebabkan oleh sangat terbatasnya akses terhadap fosfor, dibandingkan dengan akses terhadap nitrogen, yang dapat diserap oleh tumbuhan tersebut.

Ketika lapisan tanah menua, fosfor yang tersedia menjadi semakin sedikit bagi tumbuhan hutan. Hal ini terutama disebabkan karena fosfor tidak dapat terbentuk secara alamiah pada lapisan tanah, dan tidak dapat diserap oleh tumbuhan hutan dengan cara lainnya.

Kebalikannya, nitrogen pada lapisan tanah dapat diperbaharui secara alamiah, dengan bantuan fungi berukuran mikroskopis dan bakteria tanah lainnya, yang dapat mengubah nitrogen yang ada di udara sehingga menjadi dapat diserap oleh tumbuhan.

Para ilmuwan menemukan kekurangan fosfor pada lapisan tanah juga mengakibatkan menurunnya jumlah, aktifitas dan kemampuan organisme mikroskopis untuk menguraikan unsur-unsur hara dari tanah.

Mereka kemudian menyimpulkan, gangguan alamiah berskala luas sebenarnya secara alamiah diperlukan dalam rangka regenerasi ekosistem hutan.

Jika gangguan alamiah berskala luas tersebut tidak terjadi, tanah lama-kelamaan akan menjadi tidak subur.

Tanah kemudian akan menjadi tidak dapat menyediakan unsur-unsur yang diperlukan oleh ekosistem hutan.
 
Hutan Uganda bernilai US$350 juta per tahun

Hutan Uganda bernilai US$350 juta per tahun

Organisasi konvservasi Amerika Serikat Wildlife Conservation Society (WCS) dan National Forest Authority Uganda melaporkan hutan Uganda bernimai kurang lebih US$350 juta per tahun. Sebagian nilai itu, sebesar 36 persen, berupa pemasukan masyarakat pedesaan dari hasil hutan yang bisa diperbaharui. Laporan diterbitkan awal November 2004.

Para penyusun laporan mempelajari hasil hutan seperti arang dan kayu bakar memberikan kontribusi antara 8-36 persen dari pendapatan tahunan masyarakat yang tinggal dekat hutan. Hasil hutan seperti itu penting ketika ketersediaan pangan terbatas di ladang dan mereka tidak memiliki uang.

Laporan itu juga menghitung nilai hutan yang tidak bisa dijual seperti fungsi sebagai resapan air, nilai konservasi tanah dan keanekaragaman hayati, sehingga nilai total hutan Uganda mencapai US$353 juta per tahun. Nilai itu lebih besar lima persen dari pendapatan bruto nasional Uganda.

?Laporan ini menunjukkan pentingnya hutan di Uganda untuk mendukung kehidupan kelompok masyarakat miskin di Afrika dan menolong mereke keluar dari kemiskinan,? kata Dr Andrew Plumptre, ahli konservasi WCS yang juga adalah salah satu penyusun laporan itu.

?Bagaimanapun, saat ini hanya US$7,5 juta ? sebagian besar dana dari donor -- yang digunakan untuk mengkonservasi hutan di Uganda. Ada tekanan besar dari pemerintah untuk mengkonversi hutan menjadi lahan pertanian tanpa mempertimbangkan nilai hutan yang sesungguhnya,? ungkap Plumptre.

Ironisnya, laporan itu juga mendapati hutan-hutan dengan cadangan kayu jenis penting seperti mahoni, nilainya lebih kecil bagi petani lokal dibandingkan dengan hutan-hutan lainnya, karena kebanyakan manfaat ekonomi dari kayu-kayu itu tidak dirasakan oleh masyarakat lokal tetapi oleh pengusaha di luar kawasan hutan.

Para penyusun laporan mengingatkan, pemanfaatan hutan seperti sekarang ini tidak berkelanjutan meskipun pengelolaan hutan di Uganda relatif baik dibandingkan di negara-negara lain di Afrika.

Hutan memiliki peran penting dalam mengatasi kemiskinan di benua itu dan sumber daya itu harus harus dimanfaatkan secara bijaksana.

Laporan itu menyimpulkan mendukung konservasi dan pengelolaan hutan yang baik adalah salah satu alat yang bisa digunakan untuk mengatasi kemiskinan.

?Banyak proyek pembangunan terkait dengan konservasi yang diasumsikan bisa membuat orang lebih kaya, dengan memberikan kepada mereka jalan alternatif menghasilkan pemasukan, akan mengurangi dampak pada lingkungan. Ada bukti nyata asumsi itu tidak benar di Uganda,? kata Plumptre menegaskan.
 
Dengan bar code coba hentikan illegal logging di Indonesia

Dengan bar code coba hentikan illegal logging di Indonesia


Kayu-kayu yang berada di toko bahan bangunan, tak lama lagi dapat dilacak asal-usulnya, apakah kayu itu diperoleh secara legal atau ilegal. Kayu-kayu tersebut akan diberi tanda yang disebut ?bar code.?

"Namun agak berbeda dengan barang-barang yang biasa dijual di toko swalayan," jelas Yudi Iskandarsyah, Deputy Program Manager The Nature Conservancy ?Alliance to promote forest certification and combat illegal logging? yang dijumpai beritabui.or.id pertengahan Agustus di Jakarta.

"Bar codes akan menjelaskan kepada konsumen bahwa kayu tersebut telah ditelusur asal-usulnya, berasal dari petak tebangan mana, apakah dengan peralatan yang memenuhi standard keamanan, dan apakah menggunakan sistem pengangkutan yang memenuhi persyaratan," lanjut Yudi. Sehingga konsumen mendapat kepastian kalau kayu yang dibeli bukan berasal dari praktek illegal logging.

The Nature Conservancy (TNC), salah satu organisasi non pemerintah (ornop) internasional yang beroperasi di Indonesia, pertengahan Juli 2004 lalu di Jakarta meluncurkan proyek komputerisasi bar codes untuk melacak kayu-kayu dari hutan alam Indonesia. Tujuan proyek tersebut adalah menghentikan mewabahnya penebangan ilegal di hutan-hutan Indonesia.

?Illegal logging tengah mengikis hutan-hutan di Indonesia,? ujar Steve McCormik, presiden TNC dalam pernyataan yang disiarkan awal Juli itu. ?Illegal logging di Indonesia tidak hanya menciutkan luas hutan, tetapi juga ikut merusak lingkungan global, mengancam keberadaan hewan-hewan langka seperti orangutan dan badak, serta mengancam masyarakat lokal yang hidupnya tergantung pada hutan yang sehat.?

Lebih jauh McCormik menjelaskan, teknologi bar code akan membantu konsumen untuk mendukung perusahaan-perusahaan yang menjalankan bisnisnya dengan benar, dan kemudian membentuk kekuatan pasar yang dapat menekan perusahaan-perusahaan lain untuk segera menghentikan illegal logging.

Mengapa bar codes?

?Indonesia termasuk negara yang aktif dan menjadi pionir dalam program sertifikasi hutan,? lanjut Yudi. ?Sebenarnya setelah mengikuti KTT Bumi di Rio 1992, Indonesia sudah mulai mendiskusikan rencana sertifikasi hutan. Namun kegiatan sertifikasi yang telah berjalan lebih dari sepuluh tahun tersebut tidak mudah dilaksanakan dan banyak menemui kendala sehingga berjalan sangat lambat dan hasilnya belum kelihatan.? Kendala tersebut, aku Yudi, antara lain banyaknya kebijakan yang tumpang tindih, lemahnya penegakan hukum, korupsi, apalagi pada era otonomi daerah seperti saat ini. Kebijakan pemerintah pusat seringkali tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah daerah, atau kebijakan di tingkat provinsi bertentangan dengan kebijakan di tingkat kabupaten.

?Padahal kampanye kayu legal di tingkat internasional jalan terus, konsumen mulai sadar pentingnya memperoleh kayu legal, dan di kalangan produsen mulai tumbuh sikap proaktif untuk memperjelas asal-usul kayunya,? tambah Yudi. ?Dari keadaan itu, lahirlah gagasan bar codes yang merupakan pemecahan praktis dalam menentukan legalitas kayu.?

Namun ia mengakui, bar codes hanyalah sebuah langkah atau landasan menuju proses sertifikasi kayu.

Uji coba proyek bar codes

Bar code akan disematkan pada kayu-kayu yang dipanen secara legal, yang berarti memberi ?sidik jari? pada kayu tersebut. Tanda tersebut berisi nomor unik yang dapat dibaca dengan alat ?scanner? yang kemudian menghubungkannya ke database informasi tentang ukuran kayu, jenis (spesies), dan asal kayu. Tanda unik tersebut hampir tidak mungkin tertukar.

Selain itu, bar code juga mengikuti perjalanan sebuah kayu dari lokasi tebangan hingga ke manufaktur, membantu auditor eksternal untuk menyortir ribuan kayu dengan cepat, untuk membandingkan seluruh isi kapal pengangkut kayu atau timbunan kayu dengan database mutakhir.

Namun sebelum bar codes dilaksanakan di lapangan, program ini sekarang sedang diuji coba terlebih dulu. Uji coba atau proyek pilot yang akan berlangsung selama tiga bulan ini menelan biaya $400.000, didanai oleh British Department for International Development, US Agency for International Development (USAID), dan The Home Depot, sebuah perusahaan pengecer kayu terbesar di dunia yang berbasis di Amerika Serikat dengan 1.500 toko tersebar di AS, Kanada, Puerto Rico, dan Meksiko.

Dengan dukungan dana tersebut, TNC memulai proyek demonstrasi hutan berkelanjutan dan sertifikasi kayu di kawasan seluas 500.000 acre (sekitar 82 hektar) di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Jika uji coba tersebut berhasil, TNC akan melaksanakan kegiatan bar codes tersebut di seluruh Kaltim.

?Uji coba proyek bar code kini sedang kami lakukan bersama dua perusahaan kayu, yaitu PT Sumalindo Lestari Jaya (SLJ) dan PT Daisy Timber,? ujar Yudi Iskandarsyah. Kedua perusahan tersebut kebetulan memiliki daerah operasional yang sama dengan TNC, di Kaltim, dan mereka bersedia menerima tawaran untuk menguji coba sistem bar codes tersebut. Dalam waktu tiga bulan, mereka berasumsi akan memperoleh produksi kayu yang cukup sehingga sistem ini dapat diuji berhasil atau tidak.

?Sebenarnya TNC yang mengundang kedua perusahaan kayu tersebut untuk menguji sistem yang kami kembangkan secara suka rela,? imbuh Marius Gunawan, Communication Manager TNC. ?Dengan mengikuti uji coba ini, keduanya pun belum dikatakan apakah proses yang mereka jalankan sudah bagus atau tidak. Tetapi mereka bersedia meminjamkan tempat untuk pengujian sistem bar codes tersebut?.

Untuk pengujian di lapangan itu ada dua organisasi yang terlibat, yaitu SGS dan URS. Keduanya pula yang mengembangkan sistem auditnya. Setelah melewati masa diuji coba, kedua organisasi tersebut akan membuat rekomendasi apakah sistem dapat dijalankan, dihentikan, atau diperbaiki sebelum dilanjutkan.

?Untuk dapat lolos dari uji legalitas, setiap kayu harus memenuhi tujuh prinsip legalitas operasi kehutanan dan prosesnya,? jelas Yudi. Tujuh prinsip itu di antaranya land tenure dan hak pemanfaatan; dampak fisik dan lingkungan sosial; hak-hak masyarakat dan pekerja; peraturan dan hukum pemanenan kayu; pajak-pajak hutan; identifikasi, transfer, dan pengiriman kayu; serta pemrosesan dan pengapalan kayu. ?Semua kriteria inilah yang sedang kami uji di lapangan, dan masih terlalu dini untuk merangkum hasil uji coba ini.?

?Setelah uji coba, kami akan melihat apakah program ini dapat terus dijalankan atau tidak, dengan meminta masukan dari para pihak apa yang harus diperbaiki untuk dapat dijalankan,? tambah Marius. ?Kalau sistem ini dapat menjawab pertanyaan tentang legalitas kayu yang ditebang, maka program ini akan dilaksanakan di lapangan, bukan tahap uji coba lagi?.
 
Indonesia kehilangan Rp 70 trilliun nilai ekologi hutan lindung

Indonesia kehilangan Rp 70 trilliun nilai ekologi hutan lindung


Indonesia akan kehilangan tidak kurang dari Rp 70 trilliun per tahun dari divestasi 925.000 ha nilai ekologi hutan lindung. Hal itu dikarenakan praktek tambang terbuka di hutan lindung Indonesia dengan adanya pengesahan Perpu No.1/2004 tentang perubahan UU No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan.

Nilai divestasi sebesar Rp 70 trilliun masih parsial yang terdiri dari nilai jasa ekosistem hutan, keanekaragaman hayati, biaya lingkungan di sekitar hulu dan pemanfaatan hutan lindung secara berkelanjutan oleh masyarakat sekitar serta akumulasi nilai penurunan PDRB dan PAD di 25 kabupaten/kota tersebut.

Kehilangan nilai modal ekologi Rp 70 trilliun per tahun setara dengan hampir 70 kali lipat dari nilai penerimaan sektor tambang terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2003 yang hanya bernilai Rp 1,07 trilliun. Atau lebih besar Rp 25 trilliun dari nilai total secara nasional sumbangan sector pertambangan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) 2002 sekitar Rp 45 trilliun.

Menurut Siti Maimunah dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) yang termasuk dalam Koalisi Penolakan Alih Fungsi Hutan menjadi Pertambangan (WWF Indonesia, WALHI, Pelangi, Yayasan Kehati, Greenomics Indonesia dan lain-lain), praktek tambang di hutan lindung berdampak dalam bidang ekonomi.

Secara ekonomis pendapatan 25 kabupaten/kota tersebut akan menurun karena nilai ekologis yang mendukung perekonomian hancur. Lebih dari tujuh juta penduduk di mana sekitar 30 persen masih hidup di bawah garis kemiskinan yang selama ini menggantungkan hidupnya terhadap peranan-peranan ekologis dari hutan lindung di wilayah tempat mereka tinggal yang tersebar di 10 propinsi akan terancam.

Sekitar Rp 23,05 trillun per tahun nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di 25 kabupaten/kota tersebut akan menyusut, setidaknya ketika modal ekologi terdivestasi pada tingkat yang signifikan selama 14 tahun ke depan. Nilai Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang hanya sekitar Rp 93 milyar pada tahun 2003 juga akan terdivestasikan, karena praktek tambang terbuka di hutan lindung akan menciptakan perekonomian local serba mahal.

Hal tersebut merupakan konsekwensi logis dari divestasi peranan ekologis hutan lindung yang dimainkan oleh Daerah Aliran Sungai (DAS) terhadap berbagai kegiatan perekonomian masyarakat seperti pertanian, perikanan, industri dan sebagainya.

Sedangkan nilai kayu sebagai perekat kekompakan ekosistem hutan lindung yang harus disingkirkan melalui praktek tambang terbuka bernilai tak kurang dari Rp 27,5 trilliun.

Siti Maimunah mengatakan,? Tambang di hutan lindung juga berdampak dalam bidang sosial masyarakat setempat yaitu telah terjadi kriminalisasi rakyat dengan adanya pelanggaran hak karena tidak dikonsultasikan dengan rakyat masalah ganti rugi tidak layak dan dipaksa menyerahkannya." Selanjutnya dikatakannya bahwa limbah dalam jumlah besar dari 100 ton, 98 ton limbah berupa logam berat sehingga timbul masalah gangguan kesehatan atau kehilangan mata pencaharian. Sedangkan penutupan tambang belum ada peraturan sehingga perusahaan pergi begitu saja setelah selesai beroperasi.

Berkaitan dengan pemulihan setelah adanya dampak pertambangan, Siti Maimunah mengatakan bahwa dari kenyataan pertambangan sebelumnya pemerintah tidak mampu memulihkan dampak-dampak di wilayah bekas pertambangan. Hal-hal mendasar dalam proses pemulihan tidak dilakukan konsultasi dengan rakyat seperti mengenai penutupan tambang, perusahaan meninggalkan rakyat secara permanen dalam kerusakan lingkungan dan kehilangan mata pencaharian.

Sedangkan Untuk bisa memulihkan kondisi kawasan pertambangan seperti semula dibutuhkan waktu dua kali umur pengoperasian pertambangan.

Untuk jelasnya, berikut potensi hilangnya nilai ekologi akibat praktek tambang terbuka di hutan lindung seluas 925.000 ha.

Dampak tambang terbuka di hutan lindung
 
Hutan Burma menjelang punah

Hutan Burma menjelang punah


?Ini adalah kesalahan terbesar yang pernah kami lakukan,? kata Bao Youxiang, Kepala United Wa State Army. ?Kita telah menghancurkan lingkungan kita ini,? katanya dalam Buletin World Rainforest Movement, edisi no. 82. newsweek

Bao mengatakan, ?Karena kekurangan pendapatan, penguasa lokal menjual kayu-kayu ini ke Cina, sebab sumber daya inilah yang mereka punyai.? Akibatnya, Burma termasuk salah satu negara di dunia yang hutannya tinggal tersisa sedikit.

Padahal pada zaman dahulu, hutan Burma merupakan salah satu hutan yang kaya akan keanekaragamanhayati di dunia. Salah satu pohon yang terdapat di Burma ialah pohon jati. Menurut ,.FAO Hutan Burma merupakan pengekspor kayu jati terbesar di dunia dimana memberikan kontribusi sebesar 80% dari pasokan dunia. Sedangkan Thailand, Indonesia, India, Laos dan Malaysia hanya memiliki nilai pasokan 20 % saja.

Pada tahun 60-an, hutan kayu jati di Burma mulai mengalami penurunan jumlah yang disebabkan penebangan liar dan penyelundupan. Sehingga beberapa hutan di Burma telah di tutup karena penebangan.FAO mengestimasikan bahwa sekitar 1.500.000 acre telah rusak.

Ketika krisis ekonomi melanda Burma tahun 90-an, sebagai akibat dari pola kepemimpinan diktator militer Burma, rezim penguasa memberi kelonggaran terhadap penebangan kayu gelondong. Penguasa militer mengekspor kayu tersebut untuk menyokong pendapatan negara. Akibatnya, kini Burma masuk dalam rating negara perusak hutan tertinggi di dunia.

Pada tahun 2003 lebih dari 9 persen pendapatan luar negeri Burma berasal dari gelondongan kayu. Tetapi data tersebut merupakan data yang tercatat pada pemerintah Burma. Fakta lebih dari dua kali lipat gelondongan kayu yang diekspor secara ilegal ke Cina.

Cina sebagai salah satu negara yang menerima gelondongan kayu secara ilegal yang berasal dari Burma, jelas mendapatkan keuntungan sendiri. Cina sendiri mulai membuka jalur perdagangan kayu gelondongan dengan negara tetangga seperti Burma sejak tahun 1998, saat banjir melanda Cina akibat rusaknya hutan-hutan Cina.

Menteri Kehutanan Burma sendiri justru memberikan kelonggaran terhadap penebangan kayu gelondongan karena ingin mendapatkan keuntungan ganda dari ekspor kayu gelondongan.

Perusakan hutan Burma semakin diperparah dengan maraknya obat-obatan terlarang dan semakin kuatnya dominasi militer. Para bandar obat-obatan menggunakan perusahaan kayu sebagai pencucian uang untuk keuntungan mereka. Sedangkan pada rezim militer menggunakan kayu tersebut sebagai ajang bisnis dan permainan politik untuk mencari dukungan pihak lain.

Artikel terkait "Myanmar mired in a deforestation crisis", Geoffrey York, Globe and Mail, "Myanmar mired in a deforestation crisis"

Global Witness (October 2003),"A Conflict of Interest: The uncertain future of Burma's forests"
 
Jangan Beli Kayu Ilegal dari Indonesia

Jangan Beli Kayu Ilegal dari Indonesia


Greenpeace menghimbau negara-negara maju seperti Jepang, Amerika Serikat dan negara-negara Eropa supaya tidak membeli kayu ilegal dari Indonesia. Penebangan dan perdagangan ilegal telah merusak hutan di Indonesia.

?Kami saat ini sedang mendokumentasikan semua kegiatan di Pangkalan Bun. Beberapa hari terakhir ini kami menemukan tongkang mengangkut kayu gelondongan. Kami akan menyampaikannya ke tingkat global untuk mengkampanyekan jangan membeli produk dari kayu ilegal,? kata Tim Birch, dalam wawancara bulan Februari 2004, di ruang Hotel Pan Pacific, Kualalumpur, yang disewa Greenpeace.

Ketika itu kapal Rainbow Warrior sedang merapat di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah.

Tidak ada orang di tongkang berisi kayu gelondongan yang ditemukan di Sungai Lamandau, Kalimantan Tengah oleh awak Rainbow Warrior. Selain itu, di sekitar Sungai Lamandau tidak ada HPH aktif. Jadi Greenpeace menyimpulkan kemungkinan kayu-kayu itu hasil curian.

?Kami menyaksikan kejahatan lingkungan yang besar di sana. Kami sayangkan Pemerintah Indonesia tidak mengambil langkah tegas untuk mengatasi illegal logging yang merusak Tanjung Puting. Kami tidak percaya Raja Kayu Abdul Rasyid tidak ditindak dan kegiatannya tidak dihentikan,? kata Birch, dari Greenpeace International, yang sedang mengikuti Konferensi Para Pihak ke-7 Konvensi Keanekaragaman Hayati (COP VII CBD) di Kualalumpur.

Lebih lanjut, Birch mengatakan, ?Kami ingin mengkomunikasi ke tingkat global bahwa persoalan ini bukan persoalan Indonesia saja tetapi ini persoalan global. Karena pasar global mendorong kerusakan hutan. Banyak produk kayu dari Indonesia dikirim ke Eropa, Jepang, dan Cina.?

?Kami ingin negara-negara konsumen mengambil langkah tegas menghentikan impor. Kampanye Greenpeace lebih efektif untuk pasar global. Kami akan minta konsumen tidak membeli produk dari kayu ilegal dan kayu yang pengambilannya merusak hutan dari wilayah ini,? kata Birch menjelaskan.

Environmental Investigation Agency bertepatan denganCOP VII Convention on Biological Diversity, di Kualalumpur, dalam jumpa persnya mengungkapkan Pemerintah Malaysia dan perusahaan kayu Malaysia ?mencuci? kayu ramin ilegal dari Indonesia dijadikan kayu legal produksi Malaysia agar bisa diekspor ke Eropa dan Amerika Serikat.

Alexander von Bismarck dari EIA mengungkapkan paling sedikit satu pelabuhan di Malaysia menangani 70.000 meter kubik kayu ramin setiap tahunnya. Sebagian besar kayu ramin itu dikirim ke Cina dan Taiwan untuk diproses menjadi tongkat bilyar, gagang sapu/pel, dan bingkai foto/lukisan yang kemudian dikirim ke AS dan negara lainnya tanpa izin dari CITES.

CITES adalah konvensi PBB yang mengatur perdagangan flora dan fauna terancam punah yang dilundungi. Ramin sudah dimasukkan atas permintaan Indonesia ke dalam Appendix III CITES karena itu perdagangan atau perpindahan ramin lintas batas antarnegara harus disertai dengan dokumen yang dikeluarkan oleh CITES. Indonesia telah melarang ekspor ramin.

Pada awal jumpa pers yang bukan hanya dihadiri oleh wartawan media di Malaysia, tapi juga dihadiri oleh organisasi non-pemerintah (ornop) Malaysia, ornop Indonesia, sejumlah pejabat Pemerintah Malaysia, diputar film dokumenter berjudul ?Profiting from Plunder: How Malaysia Smuggles Endangered Wood.?

Film itu menggambarkan bagaimana pengusaha pengangkutan kayu ramin selundupan dari Indonesia dengan ringan mengakui semua kayu ramin yang diangkutnya berasal dari Indonesia dan dengan ringan pula mengatakan tidak memerlukan dokumen CITES untuk pengiriman ramin ke berbagai negara.

Berdasarkan hasil penyelidikan EIA dan Telapak, terjadi defisit suplai kayu untuk industri kayu Malaysia sebesar 13,242 juta meter kubik setara kayu gelondongan. Jumlah kayu legal yang diproduksi Malaysia tahun 2001 hanya 20,847 juta meter kubik. Padahal Malaysia mengekspor 24,949 juta meter kubik dan masih ditambah 9,243 juta meter kubik untuk konsumsi domestik.

EIA/Telapak, berdasarkan data konsultan industri independen, 60 persen kayu ramin yang diekspor Malaysia adalah kayu curian dari Indonesia. Paling tidak setahun dibutuhkan 120.000 meter kubik ramin yang diimpor ilegal maupun legal dari Indonesia.

Beberapa kali Bea Cukai Indonesia menangkap kapal pengangkut kayu ramin di perairan Riau. Juni 2001 KM Aiwan Jaya dan KM Iqbal yang membawa 360 ton ramin dari Riau ke Batu Pahat, pesisir barat Semenanjung Malaya, ditahan Bea Cukai.

Mendengar tuduhan itu, pihak Malaysia segera membantahnya langsung saat berlangsung tanya jawab. Asosiasi perkayuan Malaysia, Malaysian Timber Council juga menyebarkan selebaran yang isinya membantah semua tuduhan EIA/Telapak. ?Malaysia tidak melakukan perdagangan kayu-kayu ilegal dan telah melakukan berbagai upaya untuk memerangi masuknya kayu ilegal ke Malaysia,? demikian pernyataan Malaysian Timber Council.

Surat ornop

Delapan ornop internasional yang berkegiatan di AS tanggal 5 Februari 2004 mengirim surat kepada Menteri Luar Negeri AS Colin Powell mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh Malaysia, seperti diungkapkan oleh Allan Thornton, Presiden EIA yang memimpin acara jumpa pers.

Mereka adalah Sierra Club, Orangutan Foundation International, Defenders of Wildlife, Earthjustice, Rainforest Action Network, Greenpeace, Environmental Investigation Agency, dan Natural Resource Defense Council. Surat itu ditembuskan juga ke Dubes Malaysia untuk AS dan Menteri Dalam Negeri AS Gale Norton.

Delapan ornop meminta Pemerintah Malaysia agar menyelidiki dan menghukum orang-orang, perusahaan, dan pejabat pemerintah yang terlibat dalam penyelundupan dan pencucian ramin ilegal. Selain itu Malaysia harus menarik penolakannya memasukkan ramin dalam CITES, menghentikan semua impor, pengangkutan dan mengeksport kayu ramin ilegal dari Indonesia.

Jika Malaysia tidak melaksanakan langkah-langkah itu, ?Organisasi kami akan mengajukan petisi kepada Menteri Dalam Negeri berdasarkan Amandemen Pelly agar Malaysia dikenakan sanksi perdagangan jika dalam 60 hari tidak mengambil langkah penghentian perdagangan ilegal itu,? kata Thornton.

Sementara itu, mereka meminta Presiden AS menghentikan impor ramin dari Malaysia.

?Sebenarnya sanksi bukan tujuan kami. Surat itu ditujukan agar muncul upaya bersama-sama dengan Pemerintah Malaysia, masyarakat Malaysia mencari penyelesaian persoalan ini,? kata von Bismarck.
 
Menjenguk Adrianii ke Gunung Slamet

Sabtu pagi, 29 April 2006, di kawasan wisata Baturaden, Purwokerto, Jawa Tengah. Langit cerah berwarna biru seolah mendukung kegiatan Trubus hari itu. Berkendaraan mobil pick up Carry berwarna biru, Trubus dengan semangat meluncur menuju habitat alami nepenthes di Gunung Slamet. Perjalanan kali ini makin menyenangkan karena Endang Tri Hartati, SP, kepala Kebun Bibit Hortikultura Baturaden, Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah, Riyono, Diran, Zodik, dan Supri, penggemar nepenthes, ikut menemani.

Niat untuk menjenguk habitat alami periuk monyet di Gunung Slamet sebetulnya sudah terpendam sejak pertengahan September 2005. Waktu itu seorang penjaga stan Jawa Tengah di pameran IFS di Jakarta Convention Center bercerita, ada nepenthes istimewa di gunung berapi tertinggi ke-2 di Indonesia itu. Konon, kantong periuk monyet itu berukuran besar dan berwarna merah. Rasa penasaran pun membawa Trubus menjelajahi gunung berapi tertinggi di Jawa Tengah itu.

Pagi itu jarum jam menunjukkan pukul 07.50 WIB ketika Trubus keluar dari hotel menuju lokasi penjelajahan. Setelah 10 menit perjalanan berkendaraan mobil, Trubus tiba di kaki gunung berketinggian 3.432 m dpl itu. Itu bukanlah akhir, melainkan awal perjalanan.

Pendakian dimulai dengan berjalan kaki menyusuri jalan tanah becek yang kedua tepinya ditumbuhi ilalang. Hampir setiap sore kawasan itu diguyur hujan. Sepatu kets putih yang Trubus pakai berangsur menjadi cokelat kehitaman. Berulang kali rombongan berhenti sejenak karena harus menyingkirkan pacet yang menempel di kaki. Tak jarang darah keluar dari bekas gigitan hewan kecil hitam itu.

Lepas dari ilalang dan semak belukar, tampak hutan damar. Setelah itu jalan menanjak dengan sajian hutan hujan tropis yang rimbun dan asri. Sewaktu akan menyeberangi sungai Trubus dikagetkan oleh teriakan Diran. Di sana ada kantong semar, ujarnya sambil menunjuk ke salah satu pohon yang terletak di seberang sungai. Tampak kantong berwarna merah pekat bergelantung di pohon. Itulah nepenthes pertama yang ditemukan sekitar pukul 09.00 WIB.

trubus-online.com
 
Semarak Hutan di Tengah Mal

Decak kagum kerap terdengar dari bibir para pengunjung yang keheranan sejak masuk pintu mal WTC Manggadua. Sebuah rekaman video dari layar TV 21 inci menunjukkan pemandangan langka. Empat tanaman penangkap serangga-nepenthes, dionaea, drosera, dan sarracenia-beraksi menangkap lalat, semut, dan kepik. Lihat, ini benar-benar nyata. Saya kira hanya cerita dalam dongeng, kata Liliana Surya pada suaminya.

Tak puas memandang dari layar kaca, para pengunjung mengalihkan mata pada akuarium berukuran 70 cm x 35 cm x 35 cm di sebelah monitor TV. Di balik kaca bening terlihat 4 tanaman asli: nepenthes, dionaea, drosera, dan sarracenia, berlomba menangkap lalat di dalam akuarium. Bagian atas akuarium ditutup kain kasa sehingga lalat tak bisa keluar dari habitat alam buatan itu. Dua pengunjung yang sabar, terlihat puas menyaksikan dengan mata kepala sendiri, seekor lalat terperosok ke dalam kantong sarracenia.

Atraksi yang luar biasa itu membuat para pengunjung penasaran. Dua stan yang memajang tanaman penangkap serangga terlihat ramai. Menurut Afriza Suska, pemilik stan Komunitas Tanaman, 15 tanaman perangkap serangga berpindah ke tangan hobiis hanya dalam hitungan 2 jam. Carnivorous plant itu dibandrol Rp50-ribu-Rp100-ribu. Padahal, target awal bukanlah menjual tanaman, tapi merekrut hobiis baru sebagai anggota komunitas pencinta tanaman pemangsa serangga.

trubus-online.com
 
Banyak Pilihan Kayu Bangsawan

Banyak Pilihan Kayu Bangsawan
Oleh trubus


Hingga saat ini 10.000 jati genjah telah dikebunkan Parasman Pasaribu. Namun, rencana penanaman belum surut. Pekebun di Bakauheni, Lampung Selatan, itu berencana memperluasnya. Pada umur 5-7 tahun bisa dijarangkan dan panen berikutnya 3 tahun kemudian, ujar Parasman.

Panen cepat dengan mutu kayu prima memang menjadi alasan pekebun membudidayakan jati genjah. Bandingkan dengan jati konvensional yang dipanen pada umur 60-80 tahun. Walau begitu, warna dan kekuatan kayu jati genjah dan konvensional tidak jauh berbeda.

Hasil jati genjah rata-rata kayu kelas 2, Kata Yana Sumarna, periset Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Bogor. Harganya hampir tak berbeda dengan kayu jati konvensional berumur sama. Sebab, kayunya tetap keras dan tidak getas. Berikut beberapa varietas jati genjah.
Jati emas plus

Sumber induk jati emas plus dari pohon jati genjah tertua di Indonesia. Saat diambil, batang itu baru berumur 5 tahun tetapi tingginya 10-15 m dan berdiameter 25 cm. Pucuknya dikulturjaringankan oleh PT Katama Surya Bumi (KSB), di Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Bibit hasil kultur jaringan itu tumbuh pesat. Terhitung setelah 6 bulan pertama penanaman, diameter meningkat 0,7 cm dan tinggi 12 cm/bulan. Pada penjarangan pertama pada umur 7 tahun, tinggi jati emas plus mencapai 15 meter dan diameter 27,5 cm. Setelah 15 tahun, jati emas plus siap dipanen dengan diameter 34 cm dan tinggi 17 meter.

Teksturnya kuat dan kokoh, mirip jati konvensional. Itu didapat jika dirawat secara teratur seperti pemupukan pada awal tanam, pembersihan gulma di sekeliling tanaman, dan pemetikan daun-daun tua. Salah satu pekebun yang menanam intensif adalah Noer Soetrisno, sekretaris Menteri Perumahan Rakyat. Ia memberikan pupuk kandang dan zeolit saat awal tanam hingga berumur setahun.

Saat daun bawah menguning, satu per satu dibersihkan agar nutrisi tidak terserap daun itu. Hasilnya, 7.200 jati emasnya di 4 kota menghasilkan keuntungan lebih dari Rp30-juta setelah 4 tahun penanaman. Jati emas tumbuh baik di daerah dengan 3-5 bulan musim kering. Suhu lingkungan 27-36oC dan curah hujan 2000 mm per tahun. Agar jati tumbuh optimal, pH 4,5-6. Menurut Sri Wahyuni dari KSB, hindari penanaman jati emas di lahan bekas singkong, pisang, dan sawah.

Lahan singkong mengandung sianida tinggi, bersifat racun, sehingga tanaman tumbuh kerdil. Sedangkan lahan bekas pisang dan sawah mengandung banyak air, sulit bagi jati membuat perakaran kuat. Walau begitu, jati emas berdaya adaptasi luas, tak hanya ditanam pada dataran rendah, tetapi juga dataran tinggi.
Jati jumbo

Jati jumbo lebih dikenal dengan nama jati solomon lantaran dikembangkan di Kepulauan Solomon, negara di sebelah timur Papua Nugini. Ciri khasnya daun tak terlalu lebar, tetapi tebal dan kuat. Tumbuhnya lurus ke atas. Pasangan daun serasi, berwarna hijau kebiruan. Batang tegak lurus, bulat besar, tahan penyakit, tumbuh sangat cepat, relatif sedikit percabangan, pucuk batang kuat, jarang patah karena badai atau hama, sehingga tanaman dapat tumbuh sempurna.

Tanaman jati jenis lain sering patah di pucuk, maka sosoknya bercabang-cabang. Penanaman cocok di daerah tropis bercurah hujan sekitar 1.000-2.000 mm/tahun, suhu 24-35oC, tanah berkapur, berketinggian di bawah 700 m dpl. Jati jumbo menyukai penyinaran matahari penuh. Oleh karena itu, idealnya jarak tanam 3-3,5 m, sehingga total populasinya 1.000-1.200 pohon/ha. Saat 6 tahun dilakukan penjarangan 500 batang.

Setiap pohon menghasilkan 0,25 m3 kayu dengan harga Rp 2-juta/m3. Itu berarti penjarangan setelah 6 tahun penanaman menghasilkan Rp250-juta. Volume panen lebih tinggi lagi pada umur 20 tahun, kata Teddy Pohan, staf pemasaran PT Tunas Agro Makmur, produsen bibit jati jumbo. Volume yang dihasilkan sekitar 750 m3 dengan mutu lebih baik sehingga harganya mencapai Rp4-juta/m3.
Jati plus perhutani (JPP)

Pada 1976, Perhutani mulai menyeleksi 600 jati unggul di seluruh Indonesia. Dua belas tahun kemudian, jati plus perhutani lahir dengan berbagai kelebihan seperti tumbuh lebih cepat, tahan penyakit dan adaptif di dataran tinggi maupun rendah. Itu termasuk lahan kritis yang tak bernutrisi, kata Harsono dari Pusat Pengembangan Sumberdaya Hutan, Cepu, Jawa Tengah. Tekstur kayu mirip jati konvensional walau tergolong kelas kekuatan III.

Ketika jati berumur satu tahun, tingginya 4 m dan keliling batang 12 cm. Pada umur tiga tahun, tinggi tanaman mencapai 8 m dan keliling batang rata-rata 26 cm. Saat dipanen pada umur 12 tahun, diameter batang sudah mencapai 23 cm dengan tinggi 14 m.
Jati super gama

Super gama berasal dari jati terbaik di Cepu, Jawa Tengah. Warna daun hijau kemerahan. Cara tumbuh maupun perawatan mirip dengan jati genjah lain. Menurut Ir Franky dari Gama Surya Lestari, produsen bibit super gama, tinggi tanaman setelah 3 bulan persemaian 70 cm. Pertumbuhannya mencapai 20 cm per bulan. Saat berumur 1 tahun tingginya 8 m.

Media tanam berupa pupuk kandang dan tanah berasio 1:1. Tempat yang paling cocok di ketinggian lebih dari 600 m dpl. Dengan jarak tanam 2 m x 2 m, total populasi 2.500 pohon/ha. Waktu panen perdana pada umur 7-8 tahun, diperkirakan produksinya 100 m3/ha. Sebab, penjarangan hanya menebang 25% dari total populasi. Saat itu, diameter mencapai 20-25 cm dan tinggi 15 meter. Sisanya, dipanen setelah berumur 13-14 tahun. Saat itu, tinggi pohon mencapai 21 m dengan diameter 30-33 cm. Artinya, panen yang diperoleh cukup singkat itu menghasilkan 450 m3 jati bangsawan.
Jati utama

Berbeda dengan jati genjah lainnya, jati utama diambil dari klon terbaik asal Muna, Sulawesi Tenggara. Lantaran teruji dengan iklim dan lingkungan di luar Jawa, varietas itu lebih cocok jika ditanam di luar Pulau Jawa. Areal penanaman diutamakan pada ketinggian kurang dari 700 m dpl. Cara tumbuh dan perawatannya mirip dengan jati lain.

Menurut pengujian PT Bhumindo Hasta Jaya Utama, pertumbuhan jati utama pada umur 2 tahun mencapai 2-4 meter dengan diameter batang 13 cm. Dengan jarak tanam 2 m x 2 m, total populasi 2.500 pohon per ha. Penjarangan dilakukan setelah tanaman berumur 4-5 tahun. Saat itu, dari 1.250 pohon dengan diameter 15 cm dan tinggi 6-7 m menghasilkan 131 m3. Sisa 1.250 batang lainnya dipanen setelah berumur 15 tahun.
 
Pilih Jati Saat Tebang Pilih

Pilih Jati Saat Tebang Pilih
Oleh trubus


Kebun jati itu tampak rapat. Dengan jarak tanam 3 m x 3 m total populasi di lahan 2 ha mencapai 2.200 pohon. Pohon-pohon berumur 5 tahun seperti berlomba menggapai angkasa. Kanopi saling bersinggungan. Pemiliknya, Agustaman, berencana menjarangkan tahun depan. Diperkirakan dari1.100 pohon yang ditebang, pekebun di Cariu, Jonggol, Jawa Barat, itu akan menuai 330 m3 kayu.

Dengan penjarangan, pertumbuhan jati meningkat. Sebab, dengan berkurangnya populasi, terjadi perluasan ruang tumbuh. Kompetisi sesama pohon untuk mendapatkan unsur hara pun berkurang. Dampaknya, menurut Herta Pari, bagian Sumberdaya Hayati Perum Perhutani, penjarangan mempercepat pertumbuhan pohon.

Faedah lain, penjarangan memperbaiki struktur lahan. Intensitas sinar matahari meningkat. Itu mempercepat pelapukan daun-daun kering menjadi nutrisi bagi tanaman. Selain itu rumput tumbuh di sekitar tanaman sehingga struktur tanah lebih kuat dan tak mudah erosi.

Hingga panen terakhir, pekebun melakukan penjarangan hingga 4 kali yaitu ketika jati berumur 4, 7, 10, dan 12 tahun. Dengan penjarangan, jarak tanam yang semula 2 m x 2 m menjadi 8 m x 8 m ketika dipanen pada umur 15 tahun, kata Drs Yana Sumarna MSi, peneliti jati di Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Menurut master Konservasi Hutan alumnus Institut Pertanian Bogor itu terdapat 4 jenis penjarangan: rendah, tajuk, mekanis, dan seleksi.
Empat kali

Dalam penjarangan rendah, tajuk terjelek dibuang. Yang dimaksud tajuk terjelek adalah cabang pohon yang sakit, mati, atau patah. Pekebun melakukan penjarangan rendah ketika tanaman berumur 4 tahun. Tajuk yang dipotong, acapkali muncul lagi. Oleh karena itu pekebun mesti menjarangkan lagi.

Penjarangan tajuk hanya memotong ranting atau cabang, pohon sama sekali tak ditebang. Kecuali bila tinggi pohon melebihi pohon lain. Penjarangan tajuk dilakukan ketika tanaman berumur 7 tahun. Penjarangan ini menghasilkan kayu yang bisa dijual menjadi tambahan pendapatan pekebun. Dari luasan 1 ha, penjarangan tajuk minimal menghasilkan 500 m3 kayu. Berbeda dengan penjarangan tajuk, penjarangan mekanis dimaksudkan untuk memperlebar jarak antarpohon. Pohon ditebang selang-seling atau yang berada pada jalur sempit. Sedangkan penjarangan seleksi, dilakukan terhadap pohon-pohon yang sesuai kriteria: berdiameter lebih besar, tajuknya rimbun, tanpa menghiraukan posisi maupun umur tajuk.
Wolf von Wulfing

Sebelum menebang, ada perhitungan khusus agar pertumbuhan pohon jati tersisa tetap subur, kata Herta. Tabel Wolf von Wulfing memegang peranan penting dalam perhitungan penjarangan pohon jati. Tabel itu berisi nilai bonita, yaitu kesuburan tanah berkaitan dengan jumlah, tinggi dan umur pohon.

Sistem tebang pilih sudah diterapkan Agus Michael Jocku, pekebun di Manokwari, Papua Barat, pada 1996. Sebelum penjarangan Agus menentukan jumlah pohon yang harus ditebang didua kebun. Kebun Agus masing-masing seluas 1 ha pertama dihuni 1.650 pohon dengan jarak 3 m x 2 m. Kebun lain berisi 3.333 pohon dengan jarak tanam 3 m x 1 m.

Menurut Agus jumlah pohon yang ditebang tidak boleh terlalu banyak, sebab mengakibatkan suhu tanah meningkat 2-3oC. Kenaikan suhu mendadak menyebabkan pengap sehingga pembentukan hidrat arang hasil fotosintesis berkurang dan menghambat pertumbuhan. Saat penebangan diusahakan tidak menimpa pohon sisa yang menyebabkan cabang patah atau luka. Jika terdapat luka, inger-inger, ulat pembusuk kayu jati akan menyerang. Dan sebaiknya dilakukan penjarangan sebelum pancaroba, atau peralihan musim kemarau ke musim hujan.
 
Kiat Cepat Panen Gaharu

Kiat Cepat Panen Gaharu
Oleh trubus


Batang gaharu Aquilaria malaccensis berumur minimal 5 tahun dibor secara spiral. Artinya, setiap ujung bidang gergaji pertama akan bersambungan dengan bidang gergaji kedua. Begitu selanjutnya. Bidang gergajian itulah yang diberi cendawan.

Setahun pasca penyuntikkan gubal sudah dapat dituai. Teknik sebelumnya, antar bidang gergaji tidak saling berhubungan. Interval antar bidang sekitar 10 cm dan perlu 2-3 tahun menuai gubal.

Modifikasi teknologi pemberian cendawan itu dikembangkan oleh Drs Yana Sumarna MSi, periset Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Bogor. Ia memberikan cendawan Fusarium spp pada setiap batang gaharu. Setahun berselang, ia bisa memanen 10 kg gubal gaharu dari pohon umur 6 tahun. Cara ini lebih efektif dibandingkan teknik lama lantaran teknik spiral mampu menahan pohon tetap berdiri kokoh walau ditiup angin kencang. Siapkan alat yang diperlukan: bor kayu dengan mata bor berdiameter 13 mm untuk melubangi batang, gergaji, spidol sebagai penanda tempat pelubangan, alat ukur, kapas, spatula, pinset, alkohol 70%, lilin lunak dan bibit gubal berupa cendawan. Proses pengerjaannya sederhana.

1. Inokulan berupa cendawan untuk membantu proses terbentuknya gubal. Beberapa contoh cendawan padat adalah Diplodia sp, Phytium sp, Fusarium sp, Aspergillus sp, Lasiodiplodia sp, Libertela sp, Trichoderma sp, Scytalidium sp, dan Thielaviopsis sp. Cendawan itu diperbanyak dengan mencampur satu sendok cendawan dan 100 gram limbah serbuk kayu gaharu. Simpan satu bulan di botol tertutup rapat.

2. Buat tanda di lapisan kulit pohon berdiameter 10 cm dengan spidol untuk menentukan bidang pengeboran. Titik pengeboran terbawah, 20 cm dari permukaan tanah. Buat lagi titik pengeboran di atasnya dengan menggeser ke arah horizontal sejau 10 cm dan ke vertikal 10 cm. Dengan cara sama buatlah beberapa titik berikutnya hingga setelah dihubungkan membentuk garis spiral.

3. Gunakan genset untuk menggerakkan mata bor. Buat lubang sedalam 1/3 diameter batang mengikuti garis spiral bidang pengeboran.

4. Bersihkan lubang bor dengan kapas yang dibasuh alkohol 70% untuk mencegah infeksi mikroba lain.

5. Masukkan cendawan ke dalam lubang dengan menggunakan sudip. Pengisian dilakukan hingga memenuhi lubang sampai permukaan kulit.

6. Tutup lubang yang telah diisi penuh cendawan dengan lilin agar tak ada kontaminan. Untuk mencegah air merembes, permukaan lilin juga ditutup plester plastik.

7. Cek keberhasilan penyuntikan setelah satubulan. Bukaplesterdanlilin. Inokulasi cendawan sukses jika batang berwarna hitam. Setelah itu buat sayatan ke atas agar kulit bawah terkelupas. Ini memudahkan untuk membuka dan menutup saat pengecekan selanjutnya.

8 . Satu tahun kemudian gaharu dipanen. Untuk meningkatkan keberhasilan, pekebun menambahkan senyawa pemicu stres. Dengan begitu daya tahan gaharu melemah, cendawan mudah berkembang biak, dan gubal pun lebih cepat terbentuk.
 
Menjenguk Adrianii ke Gunung Slamet

Menjenguk Adrianii ke Gunung Slamet
Oleh trubus



Sabtu pagi, 29 April 2006, di kawasan wisata Baturaden, Purwokerto, Jawa Tengah. Langit cerah berwarna biru seolah mendukung kegiatan Trubus hari itu. Berkendaraan mobil pick up Carry berwarna biru, Trubus dengan semangat meluncur menuju habitat alami nepenthes di Gunung Slamet. Perjalanan kali ini makin menyenangkan karena Endang Tri Hartati, SP, kepala Kebun Bibit Hortikultura Baturaden, Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah, Riyono, Diran, Zodik, dan Supri, penggemar nepenthes, ikut menemani.

Niat untuk menjenguk habitat alami periuk monyet di Gunung Slamet sebetulnya sudah terpendam sejak pertengahan September 2005. Waktu itu seorang penjaga stan Jawa Tengah di pameran IFS di Jakarta Convention Center bercerita, ada nepenthes istimewa di gunung berapi tertinggi ke-2 di Indonesia itu. Konon, kantong periuk monyet itu berukuran besar dan berwarna merah. Rasa penasaran pun membawa Trubus menjelajahi gunung berapi tertinggi di Jawa Tengah itu.

Pagi itu jarum jam menunjukkan pukul 07.50 WIB ketika Trubus keluar dari hotel menuju lokasi penjelajahan. Setelah 10 menit perjalanan berkendaraan mobil, Trubus tiba di kaki gunung berketinggian 3.432 m dpl itu. Itu bukanlah akhir, melainkan awal perjalanan.

Pendakian dimulai dengan berjalan kaki menyusuri jalan tanah becek yang kedua tepinya ditumbuhi ilalang. Hampir setiap sore kawasan itu diguyur hujan. Sepatu kets putih yang Trubus pakai berangsur menjadi cokelat kehitaman. Berulang kali rombongan berhenti sejenak karena harus menyingkirkan pacet yang menempel di kaki. Tak jarang darah keluar dari bekas gigitan hewan kecil hitam itu.

Lepas dari ilalang dan semak belukar, tampak hutan damar. Setelah itu jalan menanjak dengan sajian hutan hujan tropis yang rimbun dan asri. Sewaktu akan menyeberangi sungai Trubus dikagetkan oleh teriakan Diran. Di sana ada kantong semar, ujarnya sambil menunjuk ke salah satu pohon yang terletak di seberang sungai. Tampak kantong berwarna merah pekat bergelantung di pohon. Itulah nepenthes pertama yang ditemukan sekitar pukul 09.00 WIB.
N. adrianii

Nepenthes itu memiliki kantong berukuran sedang, tinggi 15 cm, dan peristom lebar. Itulah Nepenthes adrianii, endemik Pulau Jawa. Ketakung-sebutan lain nepenthes-itu tumbuh epifit di pohon-pohon. Sekitar 2 km dari lokasi pertama, rombongan kembali menemukan N. adrianii. Namun, kali ini ukuran kantong 2 kali lebih besar daripada kantong semar sebelumnya dan berwarna merah marun.

N. adrianii tumbuh epifit hanya di pohon tertentu. Biasanya kantong semar menempel di pohon pari, cirep, woro, sarangan, dan panggang ayam. Namun, paling banyak di pohon panggang ayam, ujar Diran. Tumbuhnya pun berkelompok. Maksudnya bila ditemukan satu periuk monyet di pohon tertentu, maka di lokasi itu pasti terdapat minimal 10 nepenthes yang tumbuh di pohon lain. Biasanya nepenthes yang namanya diambil dari nama seorang hobiis di Jawa Timur itu ditemukan di lokasi dekat sungai.

Pukul 12.00 WIB kabut tebal berwarna putih mulai menyelimuti kawasan Gunung Slamet. Jarak pandang hanya 5 m. Namun, itu tak menyurutkan langkah Trubus beserta rombongan untuk terus mendaki. Perjalanan pun semakin sulit. Trubus harus merambah hutan lebat dan menebas tumbuhan-tumbuhan untuk membuka jalan. Jalan licin berkelok sepanjang 20 m dengan lebar hanya 40 cm dilewati dengan hati-hati. Maklum kanan-kiri jalan jurang terjal.
N. gymnamphora

Perjalanan dilanjutkan dengan menyeberangi jurang sedalam 5 m. Karena tak ada jembatan penyeberangan, Trubus harus turun-naik jurang itu. Akhirnya pada pukul 13.15 WIB, Trubus menjumpai pemandangan yang sungguh menakjubkan. Kantong-kantong roset N. gymnamphora berwarna merah terhampar laksana karpet di atas tanah humus. Itu sungguh berbeda dengan N. adrianii yang Trubus jumpai sebelumnya, menempel di atas pohon setinggi lebih dari 10 m. N. gymnamphora banyak dijumpai di dekat sungai. Sungai jadi habitat ideal karena lembap.

Selain menjalar di atas tanah, N. gymnamphora tumbuh merambat di pohon. Namun, warna kantong tak seindah yang tumbuh di atas tanah lantaran didominasi hijau. Tinggi kantong periuk monyet itu antara 10-15 cm. Selama perburuan kali itu, hanya N. adrianii dan N. gymnamphora yang ditemukan. Jenis kantong semar di Gunung Slamet memang tidak terlalu beragam. Pun warna kantongnya. Kebanyakan berwarna merah. Namun, ukuran kantong relatif besar. Tinggi kantong N. adrianii yang Trubus temukan ada yang mencapai 30 cm.

Menurut kabar, para penjelajah hutan biasa meminum air di dalam kantong semar untuk menghilangkan dahaga. Trubus pun tak ingin melewatkan kesempatan meminum air di dalam kantong N. gymnamphora yang masih tertutup. Air di dalam kantong itu masih bersih. Rasanya? Segar sekali, seperti air dari kulkas, dingin dan menyegarkan. Umumnya pada kantong yang masih tertutup berisi cairan sebanyak ? volume kantong.

Menurut Diran, saat ini sangat sulit menjumpai nepenthes di Gunung Slamet. Itu karena penjarahan kantong semar di alam untuk diperjualbelikan. Maklum belum banyak yang membudidayakan ketakung. Berbeda halnya dengan di luar negeri, contohnya di Malaysia. Di sana periuk monyet diperbanyak melalui teknik kultur jaringan.
 
Semarak Hutan di Tengah Mal

Trubus WTCM2 Agro Expo 2006
Semarak Hutan di Tengah Mal
Oleh trubus



Begitulah suasana hari pertama pameran Trubus WTCM2 Agro Expo 2006 yang digelar pada 18 Mei-4 Juni 2006. Decak kagum kerap terdengar dari bibir para pengunjung yang keheranan sejak masuk pintu mal WTC Manggadua. Sebuah rekaman video dari layar TV 21 inci menunjukkan pemandangan langka. Empat tanaman penangkap serangga-nepenthes, dionaea, drosera, dan sarracenia-beraksi menangkap lalat, semut, dan kepik. Lihat, ini benar-benar nyata. Saya kira hanya cerita dalam dongeng, kata Liliana Surya pada suaminya.

Tak puas memandang dari layar kaca, para pengunjung mengalihkan mata pada akuarium berukuran 70 cm x 35 cm x 35 cm di sebelah monitor TV. Di balik kaca bening terlihat 4 tanaman asli: nepenthes, dionaea, drosera, dan sarracenia, berlomba menangkap lalat di dalam akuarium. Bagian atas akuarium ditutup kain kasa sehingga lalat tak bisa keluar dari habitat alam buatan itu. Dua pengunjung yang sabar, terlihat puas menyaksikan dengan mata kepala sendiri, seekor lalat terperosok ke dalam kantong sarracenia.

Atraksi yang luar biasa itu membuat para pengunjung penasaran. Dua stan yang memajang tanaman penangkap serangga terlihat ramai. Menurut Afriza Suska, pemilik stan Komunitas Tanaman, 15 tanaman perangkap serangga berpindah ke tangan hobiis hanya dalam hitungan 2 jam. Carnivorous plant itu dibandrol Rp50-ribu-Rp100-ribu. Padahal, target awal bukanlah menjual tanaman, tapi merekrut hobiis baru sebagai anggota komunitas pencinta tanaman pemangsa serangga.
Tanaman langka

Pemandangan yang tak kalah menarik ditemukan di lantai dasar mal. Pameran aneka flora dan fauna unik digelar di bagian barat lantai dasar. Sebut saja aksi katak berkuping dan bertanduk yang bertengger di atas daun kantong semar. Pun, kecoak terbesar di dunia. Belum lagi kehadiran belalang daun. Warnanya hijau, mirip daun. Namun, jika hinggap di daun jambu biji yang kemerahan, tubuhnya pun berubah kemerahan. Kemampuan itu mengingatkan kita pada bunglon.

Tak jauh dari tempat fauna unik itu, berjejer ragam buah yang sedang diburu hobiis. Sebuah tabulampot tin bertengger di atas kaki beton dengan gagah. Dari ketiak daun muncul buah berwarna hijau seukuran bola pingpong. Tin diburu karena terbukti dapat berbuah di Indonesia. Buah yang tercatat di 3 kitab suci-Injil, Al-Qur'an, dan Weda-itu cocok dijadikan tanaman kebanggaan keluarga. Di sebelahnya, tabulampot marasi-buah pengubah rasa asam dan tawar menjadi manis-memamerkan bunga dan buah. Kehadiran tabulampot itu mematahkan pendapat orang yang mengatakan marasi tak cocok dijadikan tanaman buah penghias ruangan.

Di sudut lain, kaktus berdaun dan sikas mutasi memamerkan keindahannya. Mereka seolah tak mau kalah dengan tanaman hias yang tengah populer seperti aglaonema, adenium, dan euphorbia. Dari pengamatan Trubus, pameran kali ini diramaikan juga oleh beragam ramuan herbal pendatang baru. Sebut saja sarang semut, gamat, dan keben. Ketiganya melengkapi kehadiran 2 obat tradisional yang lebih dulu populer, buah merah dan VCO.

Tertarik menikmati keindahan hutan dari segala penjuru dunia di tengah mal di Batavia? Jangan sampai ketinggalan. Datanglah ke pameran Trubus WTCM2 Agro Expo 2006 yang digelar hingga 4 Juni 2006.
 
Dari Gunung Slamet hingga Negeri Jiran

Nepenthes Baru
Dari Gunung Slamet hingga Negeri Jiran
Oleh admin



Suatu pagi di awal Februari 2005. Dengan menggebu-gebu Sofjan Moeis meluncur dari tempat tinggalnya di Pondokindah, Jakarta Selatan, menuju kantor pos Ciputat, Tangerang, dengan mengendarai mobil carry. Manajer operasional salah satu restoran jepang di Jakarta itu bukan hendak mengeposkan surat. Ia hendak mengambil paket yang dipesan pada Desember 2004. Itulah kiriman berisi kantong semar dambaan asal Malaysia.

Alumnus salah satu akademi perhotelan di Munich, Jerman, itu telah menunggu paket itu selama 2 bulan. Dada Sofjan berdebar, khawatir periuk monyet yang dinanti rusak di perjalanan. Untung saja sang pitcher plant utuh dan selamat tiba di tangan. Ayah 4 anak itu jatuh cinta pada kantong semar sejak 1980. Lantaran masih pemula, waktu itu koleksinya banyak terbakar. Maklum jenis yang dikoleksi adalah nepenthes dataran tinggi. Pantas mogok hidup di Jakarta. Namun, itu tak menghentikan kegilaan Sofjan untuk tetap mengoleksi pitcher plant. Habis sudah telanjur jatuh cinta, ujar pria kelahiran 53 tahun silam itu.

Untuk melengkapi koleksi, Sofjan tak hanya berburu di dalam negeri, tapi juga luar negeri. Hasilnya, 6 nepenthes baru asal negeri jiran Malaysia menghiasi teras rumah. Kolektor lain, Endang Tri Hartati mengoleksi nepenthes asal Gunung Slamet, Jawa Tengah. Sementara M Apriza Suska di Bogor, memburu kantong semar dari Filipina dan Florida. Berikut kantong semar-kantong semar unik itu.

Nepenthes hirsuta

Sekilas Nepenthes hirsuta tidak menarik lantaran kantong bawah dominan berwarna hijau. Namun, coba perhatikan lebih seksama. Bintik-bintik merah menghiasi kantong bawah bagian dalam, tepatnya di bawah bibir. Kantong atas berwarna kekuning-kuningan dan jarang terdapat bintik merah. Penampilan kantong semar ini tambah istimewa dengan kehadiran bulu halus berwarna cokelat yang menyelimuti daun dan kantong. Panjang daun sekitar 20 cm dan lebar 4 cm. N. hirsuta dapat ditemui di lahan berpasir dan hutan kerangas dengan ketinggian 200-900 m dpl.

Nepenthes hookeriana

Nepenthes dataran rendah ini hasil persilangan alami antara N. ampullaria dengan N. rafflesiana. Tak heran jika penampilan kantong bawah mewakili bentuk kedua induknya: pendek, gemuk, dan besar. Bibir kantong dan tutup lebar. Sayap tumbuh pada kantong bawah. Kantong atas berbentuk seperti terompet, semakin ke bawah semakin runcing. Kehadiran sayap pada kantong atas semakin berkurang. Mulut kantong atas dan tutupnya besar dengan lebar sekitar 5 cm. N. hookeriana diambil dari nama salah satu ahli botani Inggris terkenal, Joseph Hooker.

Nepenthes truncata

Pitcher plant ini tampil dengan bentuk daun yang cukup unik. Daun Nepenthes truncata tebal dan bentuknya seperti hati, ujar Sofjan. Lazimnya daun kantong semar berbentuk lanset. Tak hanya daun, kantong pun menarik. Warna kantong bagian luar terkesan monoton, dominan hijau. Bagian dalam lebih berwarna, berbercak merah, merah muda, dan ungu. Penampilan N. truncata semakin mewah dengan bibir berwarna jingga keemasan.

Kantong bawah berbentuk silinder, gemuk, dan bersayap. Sayap muncul dari bagian atas sampai bawah kantong. Panjang kantong dapat mencapai 20 cm. Mulut kantong besar dengan diameter mencapai 5 cm. Tutup N. truncata menyerupai kubah. Ketakung itu Sofjan peroleh dari Malaysia. Sebenarnya ia asli Filipina, hanya saja dibudidayakan di Malaysia.

Nepenthes mira

Kantong bawah berwarna merah pekat atau krem dengan bintik-bintik merah. Warna bibir merah tua. Kantong atas, hijau-kuning terang. Nepenthes mira asli Pulau Palawan, Filipina. Namun, Sofjan memperolehnya dari Malaysia pada Agustus 2005. Kantong semar ini tumbuh di tempat berlumut dengan ketinggian sekitar 1.800 m dpl.

Nepenthes ventricosa

Jenis ini termasuk nepenthes dataran tinggi, hidup pada ketinggian di atas 1.000 m dari permukaan laut. Meski termasuk jenis dataran tinggi, tapi ia juga dapat tumbuh di dataran sedang dan rendah. Hanya saja kantong tidak muncul. Kantong berbentuk pendek, gemuk, dan bundar. Pinggang kantong mengerut dan tidak ada sayap. Kantong berwarna merah tua, krem, atau ungu kehitaman. Mulut N. ventricosa berbentuk oval. Bibir berwarna merah dengan bagian pinggir berlekuk-lekuk. Sama seperti 2 saudaranya di atas, ia berasal dari Filipina, tapi dibudidayakan di Malaysia.

Nepenthes bellii

Penampilan nepenthes ini lebih mempesona jika diletakkan pada pot gantung. N. bellii memiliki sulur yang panjang, mencapai 15 cm. Pitcher plant ini dapat dikategorikan sebagai nepenthes mini lantaran kantong kecil, tinggi kurang dari 5 cm. Berwarna merah kekuningan dan bibir kuning kehijauan. Si kerdil yang didapat dari Malaysia ini asli Pantai Timur Laut Mindanao, Filipina.

Nepenthes gymnamphora

Inilah nepenthes baru yang tak kalah cantik. N. gynamphora merupakan koleksi Endang Tri Hartati, kepala Kebun Bibit Hortikultura Baturaden, Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah. Kantong semar ini hanya ditemukan di Pulau Jawa dan Sumatera. Ia tumbuh di hutan primer atau sekunder di hutan vulkanik .

Ketakung ini termasuk nepenthes dataran tinggi karena hidup pada ketinggian 900 m sampi 2.750 m dpl. Ia hidup epifit, menempel pada pohon lain, seperti paku resam Gleichenia linearis. Bentuk kantong atas seperti pinggang berwarna hijau, merah, atau hijau ke merah-merahan. Panjang kantong mencapai 20 cm, dan tahan 1-2 bulan. N. gynmphora diperoleh Endang dari hasil perburuan ke Gunung Slamet, Jawa Tengah.

Nepenthes x ventrata

Nun di Bogor juga ada nepenthes yang tak kalah memikat koleksi M Apriza Suska. Salah satunya nepenthes x ventrata. Ketakung ini merupakan hasil persilangan antara N. alata dan N. ventricosa, keduanya asli Filipina. Tanaman cantik ini memproduksi kantong berbentuk botol di ujung sulurnya. Tinggi kantong sekitar 15 cm. Bentuk kantong memikat laksana biola dengan bagian bawah lebih besar dibandingkan atas. Kantong N. x ventrata memiliki variasi warna, merah dan hijau. Perbedaan warna ini tergantung jumlah cahaya yang didapat.

Nepenthes x emmarene

Lainnya, Nepenthes x emmarene. Kantong semar ini diperoleh Apriza dari nurseri di Florida. Ia merupakan hasil persilangan N. khasiana-asli India- dengan N. ventricosa-asli Filipina. Kantong berbentuk silinder berwarna kuning kehijauan dengan tinggi sekitar 15 cm. Bibir berwarna merah kecokelatan dengan bagian pinggir bergelombang. Keunikan N. x emmarene terdapat pada bentuk tutup. Ujung tutup membentuk huruf V, ujar Apriza.

Sang periuk monyet memang selalu tampil memikat dengan beragam keunikannya. Tak heran bila kehadiran jenis baru selalu dinantikan para hobiis. Salah satunya, Sofjan di Pondok Indah, Jakarta.
 
Hutan kita makin gundul!!

Makin mengenaskan aja nih hutan Indonesia!

pasalnya di Kalimantan ajah udah bisa kita lihat hutan kita yang udah botak karena kebakaran beberapa tahun lalu. Sekarang merayap ke Riau,kali ini kasusnya dibuat oleh manusia dengan pembalakan liar.Saat baca dari media masa,aku agak tecengang dengan laporan yang mengatakan kalau pelakunya adalah 12 pejabat setempat.

YAng udah-udah,bisa kita liat sendiri kalo Menteri atau pejabat bakal lolos seolah kebal hukum. SEBEL! >:##
 
Bangsa Pintar Gak Bakal Nyukur Hutan!

Kondisi hutan kita makin memprihatinkan aja deh,makin tua usianya malah makin botak! udah kayak profesor aja!!

Malah info yang aku dapet dari media, Hilangnya hutan alam kita tergantikan sama Devisa besar buat negara.Bahkan berdirinya Pabrik Pulp malah jadi kebanggaan bangsa.

Gak abis pikir ya,Harusnya kan Bangsa yang Pintar Gak Bakal Nyukur Kelimis Hutannya!
 
Yang nyukur hutan itu orang kota juga malah yang jadi mbooosssnya.... sabtu-minggu weekend kepuncak hari seninnya pulang ke jakarta ....banjir dech, maka nyebuuuuuuuuut ...... ngeluarkan zakat rp.75 ribu/orang/tahun lagi. lebih mahal bayar tol kaliiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii ?
 
Ngak usah jauh mengamati hutan se Indonesia, cukup di jakarta aja, contoh pantai indah kapuk..... mangrove hilang (katanya ngak hilang... malah ditanami pengembang dengan TENDA PESTA (sewa tenda mungkin biayanya kira-kira Rp.50 jt)..... harga tenda pesta+bibit mangrove ngak nyambung @ bibit asumsi aja Rp.25 rb ...... buatlah asumsi sendiri ..... ?(1 TENDE PESTA bisa membiayai reklamasi hutan mangrove) ...... kemana air laut mampir jika lingkungannya mengecil/ meninggi kerena di timbun tanah urug..... tentu ke jalan TOL CENGKARENG........ met berwisata bahari warga jakarta & indonesia...GRATISSSSSSSSSSSSS ?
 
Back
Top