Kebingungan

fajarsany

New member
Pada suatu hari, ada dua orang siswa SMA yang menyusup kedalam sekolahnya untuk mencuri. Mereka adalah Dahlan dan Giri.

Meski terletak jauh didalam pemukiman penduduk, sekolah mereka adalah sekolah besar dan ternama di kota. Berbagai prestasi telah banyak ditorehkan, termasuk oleh para alumninya. Akreditasinya pun A.

Sore itu Dahlan dan Geri mengunjungi rumah seorang teman mereka yang berada tidak jauh dari sekolah. Mereka bertiga bersekongkol dalam melakukan kejahatan tersebut.

Tengah malam, Dahlan dan Geri memanjat dinding sekolah. Awalnya mereka merasa takut dengan suasana yang lumayan angker, ditambah adanya cerita-cerita mistis tentang sekolah mereka yang banyak beredar. Tapi rasa haus akan harta mengalahkan rasa takut tersebut.

Akhirnya mereka berhasil masuk ke ruang guru melalui jendela ventilasi yang berhasil dibongkar. Beberapa hari sebelumnya, mereka telah mensurvei tempat ini.

Uang sebesar 2.2 juta Rupiah, tiga prosesor dan tiga harddisk komputer berhasil mereka gondol dari ruang guru.

“Bisa tamasya kita kalau barang-barang ini dijual.” Bisik Dahlan pada Geri.

Ketika melewati jalan disamping gedung penyimpanan piala, tiba-tiba datang Pak Yanto sang penjaga sekolah dari balik gedung mencegat mereka, dengan berpakaian seragam satpam lengkap, sambil menyorotkan senternya.

“Hayo, sedang apa kalian malam-malam begini?”

Jelas saja Dahlan dan Geri terkejut bukan main. Mereka tidak bisa beralasan untuk membela diri. Tidak ada pilihan lain selain mengaku.

Tas yang berisi barang curian, mereka buka dan barang-barangnya diserahkan kepada Pak Yanto.

“Saya tidak akan melaporkan kejadian ini, dan barang-barang ini akan saya simpan lagi ditempat semula, tapi besok kalian harus menghadap ke Pak Didin dan mengatakan sejujurnya atas apa yang kalian lakukan malam ini. Kalau tidak, saya akan melaporkannya, kalian tahu akan dibagaimanakan kalau kepala sekolah tahu?”

Setelah itu mereka berdua dipersilahkan pulang.

***​

Esok paginya sebelum masuk kelas, Dahlan dan Geri menghadap Pak Didin di rumahnya yang terletak tidak jauh dari sekolah. Pak Didin adalah seorang guru senior yang sudah lama mengajar disana.

“Perbuatan kalian itu sangat tidak terpuji sekali. Apalagi kalian mencuri barang milik sekolah. Seharusnya kalian dihukum berat. Tapi saya menghargai kejujuran kalian.”

Pak Didin duduk ke kursinya, menatap Dahlan dan Geri.

Beberapa detik sebelum Pak Didin mau melanjutkan pembicaraannya, seseorang mengetuk pintu. Dia mempersilahkannya masuk.

“Pagi Pak Didin, anda memanggil saya?” Tanya Pak Yanto.

“Iya Pak, silahkan duduk.” Jawab Pak Didin. “Ini Dahlan dan Geri, bapak bisa menceritakan bagaimana kronologisnya semalam?”

“Maksudnya... kronologis apa?”

“Barusan mereka berdua datang kesini untuk mengakui perbuatan mereka semalam. Katanya bapak yang memergoki mereka dan menyuruh mereka menghadap ke saya?”

Ekspresi wajah Pak Yanto menjadi bingung, “Maaf pak, memergoki apa ya, semalam saya tidak memergoki siapa-siapa?”

“Lho... mereka berdua ini mengaku kalau tadi malam maling uang dan beberapa komponen komputer di ruang guru, lalu ketika mau pulang, dicegat oleh bapak disamping gedung penyimpanan piala, terus bapak menyuruh mereka pagi ini menghadap ke saya.”

“Sumpah pak tadi malam saya tidak memergoki siapa-siapa di sekolah. Saya tidur pukul 10 malam, soalnya capek sekali.” Jawab Pak Yanto.

Pak Didin memijit-mijit dahinya, “Dahlan, Geri, jam berapa kalian semalam beraksi?”

“Jam 1-an Pak...” Jawab Geri.

“Apa saat itu kalian mabuk? Jujur!” Pak Didin menaikkan suaranya sedikit.

“Tidak Pak, kami tidak mabuk, kami sadar. Semalam kami benar-benar dicegat Pak Yanto yang berseragam lengkap sambil membawa senter.” Jawab Geri.

“Aduh saya jadi bingung... Pak Yanto?” Kata Pak Didin.

“Sumpah Pak saya tidak tahu! Sekali lagi pak saya tidak merasa memergoki mereka semalam. Barusan juga Geri berkata kalau mereka menjalankan aksinya sekitar pukul 1 malam, sedangkan saya sudah tidur dari jam 10.”

Semua yang ada diruangan tersebut menjadi bingung, saling berpandangan satu sama lainnya.
 
Pada suatu hari, ada dua orang siswa SMA yang menyusup kedalam sekolahnya untuk mencuri. Mereka adalah Dahlan dan Giri.

Meski terletak jauh didalam pemukiman penduduk, sekolah mereka adalah sekolah besar dan ternama di kota. Berbagai prestasi telah banyak ditorehkan, termasuk oleh para alumninya. Akreditasinya pun A.

Sore itu Dahlan dan Geri mengunjungi rumah seorang teman mereka yang berada tidak jauh dari sekolah. Mereka bertiga bersekongkol dalam melakukan kejahatan tersebut.

Tengah malam, Dahlan dan Geri memanjat dinding sekolah. Awalnya mereka merasa takut dengan suasana yang lumayan angker, ditambah adanya cerita-cerita mistis tentang sekolah mereka yang banyak beredar. Tapi rasa haus akan harta mengalahkan rasa takut tersebut.

Akhirnya mereka berhasil masuk ke ruang guru melalui jendela ventilasi yang berhasil dibongkar. Beberapa hari sebelumnya, mereka telah mensurvei tempat ini.

Uang sebesar 2.2 juta Rupiah, tiga prosesor dan tiga harddisk komputer berhasil mereka gondol dari ruang guru.

“Bisa tamasya kita kalau barang-barang ini dijual.” Bisik Dahlan pada Geri.

Ketika melewati jalan disamping gedung penyimpanan piala, tiba-tiba datang Pak Yanto sang penjaga sekolah dari balik gedung mencegat mereka, dengan berpakaian seragam satpam lengkap, sambil menyorotkan senternya.

“Hayo, sedang apa kalian malam-malam begini?”

Jelas saja Dahlan dan Geri terkejut bukan main. Mereka tidak bisa beralasan untuk membela diri. Tidak ada pilihan lain selain mengaku.

Tas yang berisi barang curian, mereka buka dan barang-barangnya diserahkan kepada Pak Yanto.

“Saya tidak akan melaporkan kejadian ini, dan barang-barang ini akan saya simpan lagi ditempat semula, tapi besok kalian harus menghadap ke Pak Didin dan mengatakan sejujurnya atas apa yang kalian lakukan malam ini. Kalau tidak, saya akan melaporkannya, kalian tahu akan dibagaimanakan kalau kepala sekolah tahu?”

Setelah itu mereka berdua dipersilahkan pulang.

***​

Esok paginya sebelum masuk kelas, Dahlan dan Geri menghadap Pak Didin di rumahnya yang terletak tidak jauh dari sekolah. Pak Didin adalah seorang guru senior yang sudah lama mengajar disana.

“Perbuatan kalian itu sangat tidak terpuji sekali. Apalagi kalian mencuri barang milik sekolah. Seharusnya kalian dihukum berat. Tapi saya menghargai kejujuran kalian.”

Pak Didin duduk ke kursinya, menatap Dahlan dan Geri.

Beberapa detik sebelum Pak Didin mau melanjutkan pembicaraannya, seseorang mengetuk pintu. Dia mempersilahkannya masuk.

“Pagi Pak Didin, anda memanggil saya?” Tanya Pak Yanto.

“Iya Pak, silahkan duduk.” Jawab Pak Didin. “Ini Dahlan dan Geri, bapak bisa menceritakan bagaimana kronologisnya semalam?”

“Maksudnya... kronologis apa?”

“Barusan mereka berdua datang kesini untuk mengakui perbuatan mereka semalam. Katanya bapak yang memergoki mereka dan menyuruh mereka menghadap ke saya?”

Ekspresi wajah Pak Yanto menjadi bingung, “Maaf pak, memergoki apa ya, semalam saya tidak memergoki siapa-siapa?”

“Lho... mereka berdua ini mengaku kalau tadi malam maling uang dan beberapa komponen komputer di ruang guru, lalu ketika mau pulang, dicegat oleh bapak disamping gedung penyimpanan piala, terus bapak menyuruh mereka pagi ini menghadap ke saya.”

“Sumpah pak tadi malam saya tidak memergoki siapa-siapa di sekolah. Saya tidur pukul 10 malam, soalnya capek sekali.” Jawab Pak Yanto.

Pak Didin memijit-mijit dahinya, “Dahlan, Geri, jam berapa kalian semalam beraksi?”

“Jam 1-an Pak...” Jawab Geri.

“Apa saat itu kalian mabuk? Jujur!” Pak Didin menaikkan suaranya sedikit.

“Tidak Pak, kami tidak mabuk, kami sadar. Semalam kami benar-benar dicegat Pak Yanto yang berseragam lengkap sambil membawa senter.” Jawab Geri.

“Aduh saya jadi bingung... Pak Yanto?” Kata Pak Didin.

“Sumpah Pak saya tidak tahu! Sekali lagi pak saya tidak merasa memergoki mereka semalam. Barusan juga Geri berkata kalau mereka menjalankan aksinya sekitar pukul 1 malam, sedangkan saya sudah tidur dari jam 10.”

Semua yang ada diruangan tersebut menjadi bingung, saling berpandangan satu sama lainnya.
repuuu buat anda
 
Back
Top