Pemerintah Jelaskan soal Harga Garam yang Anjlok hingga Rp 300/Kg

spirit

Mod
89ad046d-dc6c-4e3d-ade6-98f0b80b918f_169.jpeg

Pemerintah buka suara mengenai anjloknya harga garam di tingkat petani. Pemerintah menyebut, anjloknya harga disebabkan oleh kualitas garam yang dihasilkan petani bermutu rendah.

Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Agung Kuswandono menjelaskan, garam yang diproduksi petani terdiri dari tiga level yaitu K1, K2 dan K3. Garam itu nantinya diserap dua pihak, yakni PT Garam (Persero) dan industri.

Garam K1 merupakan garam dengan kualitas yang baik dengan kadar NaCI paling tidak 94%. Sementara, K2 dan K3 di bawah itu.

"Yang teriak itu di daerah Cirebon, dan ternyata garamnya K2-K3. Jadi garam produk-produk yang lain, ada yang mutu bagus, sedang, rendah," ujarnya di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Jakarta, Jumat (12/7/2019).

Dia melanjutkan, garam yang diserap PT Garam ialah K1. Lalu, yang diserap perusahaan lain untuk semua kualitas.

"Yang diserap PT Garam semua K1. Yang diserap perusahaan bisa K1, K2, K3. Cuma, yang diserap K2-K3 tentu harganya jauh lebih rendah, karena rendemennya kecil. Gitu aja sebetulnya," ungkapnya.

Hal lain yang membuat harga anjlok ialah karena garam dikeluarkan dari komoditas yang diatur dalam Perpres 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting.

"Dulu di Perpres 71, garam dimasukkan barang kebutuhan pokok dan penting, sama daging, susu, tepung, cabai. Jadi pemerintah bisa menetapkan harga HPP, istilahnya harga dasarnya. Tapi, kemudian Perpres diubah kemudian dikeluarkan dari Perpres yang baru, diganti ikan sakit perut, ikan kembung," jelasnya.

"Saya tanya alasannya kenapa dikeluarkan, saya tidak tahu persis, yang saya dengar konsumsi 3,5 kg per tahun. Sedikit sekali. Kedua tidak mempengaruhi inflasi," ujarnya.

Sebagai informasi, harga garam terus mengalami penurunan sejak tahun lalu. Harga garam turun dari Rp 1.000 sampai Rp 300 per kg tahun ini.

"Akhir tahun lalu kita panen harga garamnya Rp 1.000 per kilogramnya, ini untuk garam yang disimpan di gudang. Beberapa bulan turun lagi Rp 800 per kg, kemudian turun lagi Rp 700, nah sekarang Rp 500 per kg," kata Toto petambak garam di Desa Rawaurip, Cirebon (3/7/2019).

Mirisnya, harga garam hasil panen perdana tahun ini hanya Rp 300 per kg lebih rendah Rp 200 dari tahun lalu.



sumber
 
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengomentari ihwal harga garam yang anjlok di tingkat petani. Menurut dia, hal itu karena impor garam yang terlalu besar.
 
Kemenko Maritim Bantah Harga Garam Jatuh Karena Impor

97e1e04c-630c-4446-937f-262d62ff1df5_169.jpg

Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman membantah pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang menduga harga garam konsumsi jatuh karena kebijakan impor.

Kemenko Kemaritiman melihat jatuhnya harga karena peningkatan produksi akibat panen dan penurunan kualitas garam.

"Saya tidak mengatakan karena impor, karena tadi sudah dijelaskan teman-teman Kementerian Perindustrian, sebagian diserap PT Garam dan sebagian lagi diserap pengusaha, itu sudah ada MoU. Kalau dia tidak serap garam rakyat, dia tidak akan dikasih kuota impor," tutur Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa Kemenko Kemaritiman Agung Kuswandono di kantornya, Jumat (12/7).

Menurut dia, jatuhnya harga garam murni karena produksi berlimpah. Di sisi lain, kebutuhan masyarakat terhadap garam belum bertumbuh. Tak heran, harganya jatuh. "Sebenarnya, anjloknya tidak hanya tahun ini, tapi terjadi setiap tahun, kalau produksi banyak, itu harga turun. Sudah mekanisme pasar," katanya.

Hasil observasi bersama antar kementerian yang dilaporkan ke Kemenko Kemaritiman juga menemukan ada penurunan kualitas garam dari hasil panen. Penurunan kualitas terjadi karena petambak mempercepat masa panen, sehingga garam yang dihasilkan belum mencapai kualitas maksimal.

Ketika kualitas menurun, sambung Agung, maka harga pun ikut-ikutan merosot. Apalagi, hasil produksi tengah meningkat.

"Jadi ini kualitasnya saja, makanya jangan panen kalau hanya lima sampai tujuh hari, itu pasti jelek. Jangan juga di tempat yang jelek, yang lahannya diubah-ubah fungsinya. Itu hasilnya juga pasti jelek," terang dia.

Agung bersikeras penurunan harga terjadi karena dua faktor tersebut di atas, lantaran harga garam dengan kualitas paling tinggi (K1) yang umumnya diserap oleh PT Garam dan sejumlah pengusaha masih cukup tinggi. Catatannya, harga serapan kedua pihak atas garam berkualitas K1 justru di atas harga normal, yaitu mencapai Rp1.200 per Kg.

"Masalahnya (harga anjlok), bukan di K1-nya. Jadi, harga turun itu karena kualitas K2 dan K3 yang sebenarnya kalau mau jujur, itu tidak boleh diproduksi," jelasnya.

Sebelumnya, para petambak garam di Cirebon mengeluhkan penurunan harga garam secara drastis. Harga garam konsumsi di tingkat petambak jatuh ke posisi Rp400 per Kg, padahal normalnya di kisaranRp750-Rp800 per Kg.

Menteri Susi menilai harga garam anjlok karena faktor impor garam yang berlebihan. Akibatnya, pasokan garam berlebih. Dampaknya, harga garam hasil produksi petani justru menurun.

Selain itu, ia juga menduga ada kebocoran impor garam yang sejatinya untuk industri justru masuk ke konsumsi masyarakat. Menurut hitung-hitungan Susi, bila kuota impor garam tidak mencapai 3 juta ton, maka harga garam bisa dibanderol di kisaran Rp1.500 sampai Rp2.000 per Kg.

Sekretaris Jenderal Persatuan Petambak Garam Indonesia (PPGI) Waji Fatah Fadhilah mengungkap anjloknya harga garam dari petambak terjadi di Kecamatan Krangkeng, Indramayu, Jawa Barat. Ia menilai harga anjlok karena rendahnya penyerapan oleh PT Garam, industri makanan dan minuman, maupun pembeli lokal.

PT Garam biasanya menyerap 20 ribu ton-50 ribu ton garam pada periode Juni-Juli yang bertepatan dengan masa panen. Namun, hingga kini perusahaan pelat merah itu belum juga menyerap garam rakyat.

"Yang jelas penyerapan agak lambat, mungkin karena ada sisa impor garam. Jadi, masih banyak persediaan, sehingga garam di petani tidak terserap," katanya kepada CNNIndonesia.com.

Bangun Pabrik

Lebih lanjut Agung menyebut pemerintah akan membangun pabrik garam industri untuk memperbaiki tata kelola komoditas tersebut secara nasional. Rencananya, pabrik itu akan dibangun di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), pada bulan depan dan bisa beroperasi pada Desember 2019.

Pabrik tersebut akan dibangun dengan pendanaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) senilai Rp29 miliar dan lahan dari PT Garam. Pabrik tersebut akan dioperasikan oleh PT Garam.


sumber
 
Back
Top