Taufiq Effendi dan Obsesi Menciptakan Aparat yang Bersih

pratama_adi2001

New member
Majikan PNS Itu Adalah Masyarakat
Sudah menjadi rahasia umum bahwa pelayanan publik di negeri ini sarat dengan nuansa kolusi dan korupsi. Itulah yang ingin diberantas Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Taufiq Effendi. Bagaimana konsepnya?
-------------

"Tugas abdi negara adalah melayani dan menyenangkan majikan," itulah komentar pertama menteri berusia 66 tahun tersebut ketika diwawancarai Jawa Pos. Lalu, siapa majikan PNS atau pelayan publik itu? "Tak lain adalah masyarakat," kata menteri yang akrab dipanggil Taufiq itu. Dengan demikian, yang boleh ada di pikiran mereka hanyalah, how to satisfy the master.

Dengan pemikiran seperti itulah, pada awal menjabat Menpan, alumnus Ilmu Hubungan Internasional UGM tersebut meminta semua Dirjen di departemen yang berhubungan dengan pelayanan publik untuk menulis catatan. "Saya suruh mereka menulis semua keluhan dan harapan masyarakat terhadap departemen mereka," tutur Taufiq serius.

Setelah menemukan akar keluhan tersebut, baru dicari solusinya. "Kalau muncul banyak keluhan, berarti sistem harus diubah, tapi saya tidak melakukan cara-cara yang runtut dari A ke B, lalu C dan seterusnya," jelasnya.

Taufiq mengaku, bila kebijakan itu yang diambil, sistem yang dikeluhkan masyarakat tidak akan berubah dengan segera. "Saya ubah pendekatannya dengan filosofi bermula dari akhir dan berakhir dari mula," papar suami Sri Widiati itu. Akhir adalah harapan masyarakat. "Mereka kan maunya dilayani dan parameter good governance adalah pelayanan publik prima," jelasnya.

Untuk mewujudkan pelayanan publik prima, dia memerintahkan setiap kantor pelayanan publik untuk menuliskan tiga hal. Pertama, syarat pengurusan perizinan. "Terserah dia mau menuliskan berapa syarat, boleh 10 atau 20. Tapi, harus jelas syarat-syarat itu untuk apa," tegasnya. Bila syaratnya tidak signifikan, dia akan menyuruh mencoret saja sehingga birokrasi tidak berbelit-belit.

Tulisan kedua adalah jumlah ongkos pengurusan izin atau surat. "Setiap departemen pelayan publik dibebaskan untuk menentukan tarif, tapi harus jelas rinciannya dan ditulis secara transparan sehingga masyarakat tidak merasa dipungli," bebernya.

Ketiga, berapa lama waktu pengurusan harus ditulis juga. Tujuannya, masyarakat tidak perlu berkali-kali ke kantor hanya untuk mengurus satu surat. Pelayanan publik yang kali pertama ingin dia benahi adalah pelayanan menyangkut hajat hidup orang banyak. Seperti, pengurusan KTP, SIM, STNK, akta kelahiran, izin usaha dalam negeri, surat kematian, dan IMB.

Karena pelayanan publik prima adalah obsesi terbesar Taufiq sebagai Menpan, dia pun membuat tempat-tempat yang dijadikan base practices (pusat percontohan). "Maksud saya, bila tempat-tempat percontohan itu berhasil, saya akan meminta daerah lain untuk meniru," tuturnya sumringah. Base practices itu, antara lain, Kabupaten Sragen, Jembrana, Karanganyar, Solok, Balikpapan, Pare-Pare, Bontang, Lamongan, dan Sidoarjo.

Di kabupaten tersebut, lanjut Taufiq, dikenalkan metode pelayanan satu pintu atau one stop shop. Lebih lanjut, menteri yang pernah menjadi staf ahli Kapolri itu menjelaskan, keberhasilan sistem tersebut bergantung pada kepala daerah. Mengapa? Sebab, bila bupati dan gubernur mau menyerahkan wewenangnya kepada kepala kantor pelayanan bersama, waktu pengurusan izin bisa dipersingkat. "Bila dulu semua surat izin harus diteken bupati atau gubernur, sekarang cukup kepala kantor pelayanan publik yang bersangkutan," tuturnya.

"Alhamdulillah, ternyata di daerah-daerah percontohan tersebut sudah mulai menunjukkan keberhasilan," katanya. Dia lantas mencontohkan, keberhasilan itu diraih Kabupaten Sragen. Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah tersebut berhasil meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) hingga 1.000 persen, fiskal naik sampai 250 persen.

Di kabupaten itu, juga muncul sekolah kejuruan yang mengajarkan keterampilan kepada angkatan kerja sehingga angka pengangguran menjadi nol. Lalu, Sragen juga mengekspor garmen ke Amerika Serikat, mebel ke Brazil, Belgia, dan Prancis.

Sektor pertanian, khususnya padi, juga sangat maju. Hasilnya, penghasilan petani padi melimpah terutama sejak memakai pupuk organik. Pupuk tersebut dihasilkan dari air kencing sapi. "Peternak di Sragen bisa hidup dengan memiliki dua ekor sapi. Dengan dua ekor sapi, per hari mereka mendapat Rp 500 ribu," kata menteri berkacamata minus itu. Lalu, dari mana uang tersebut? Dari kencing sapi. Sebab, kencing sapi di Sragen itu laku Rp 10 ribu per liter. Sapi kencing per hari 25 liter. Dua sapi 50 liter, kalau dikali Rp 10 ribu, berarti jadi Rp 500 ribu," jelasnya. Kencing tersebut digunakan sebagai pupuk.

Lalu kenapa penanaman padi di Sragen berhasil? "Sebab, bupatinya pandai menggerakkan para petugas penyuluh lapangan (PPL)," tukasnya. Bagaimana cara menggerakkan mereka? Taufiq menegaskan, para PPL itu diberi insentif Rp 20 per kg gabah yang dibayar pembeli gabah. Jika satu hektare sawah di Sragen menghasilkan 9 ton, para PPL bisa dapat Rp 180 ribu. Padahal, sawah di sana ribuan hektare. Jadi, duitnya berkarung-karung.

"Sekarang keberhasilan Kabupaten Sragen mulai ditiru daerah lain," ujarnya bangga. Kabupaten Jembrana juga begitu.

"Karena keberhasilan pilot project itu, saya imbau semua daerah untuk melakukan hal yang sama," tuturnya. Contohnya, daerah Balangan, Kalimantan, sekarang sudah meniru Sragen.

Taufiq menambahkan, Gubernur Jawa Tengah Mardianto telah berjanji akhir 2007 semua kabupaten di Provinsi Jawa Tengah akan meniru. (Nostal Nuans Saputri)
 
Back
Top