Didukung Semua Fraksi, Bamsoet Terpilih Jadi Ketua MPR secara Aklamasi

spirit

Mod
bfe3e8cc-18e3-4a7a-b863-5947d9a94863_43.jpeg

Bambang Soesatyo terpilih menjadi Ketua MPR secara aklamasi. Bamsoet akan diambil sumpah dan janjinya oleh Ketua Mahkamah Agung dalam sidang paripurna.

"Sesuai dengan ketentuan peraturan tatib MPR pasal 19 ayat 6 dari calon pimpinan MPR yang diajukan dipilih Ketua MPR secara musyawarah mufakat untuk ditetapkan sebagai pimpinan MPR. Dengan persetujuan Gerindra maka dengan musyawarah mufakat dan secara aklamasi saudara Bambang Soesatyo terpilih menjadi ketua MPR," kata pimpinan MPR sementara Abdul Wahab Dalimunthe dalam sidang paripurna MPR, Kamis (3/10/2019).

Seluruh anggota MPR yang hadir menyatakan setuju dengan penetapan ini. Bambang Soesatyo kemudian menyalami sejumlah orang termasuk Ahmad Muzani yang sebelumnya juga mengincar kursi Ketua MPR.

"Kepada ketua umum saya terima kasih," ujar Bambang menyampaikan apresiasi ke ketum Golkar Airlangga Hartarto.

Bamsoet didukung 9 fraksi termasuk Gerindra yang menyatakan sepakat bermusyawarah mufakat. Kelompok DPD juga menyatakan dukungan untuk Bambang Soesatyo.

Ketua Fraksi Gerindra di MPR Ahmad Riza Patria sebelumnya menyatakan dukungan ke Bamsoet. Dia juga menjelaskan kesepakatan antara Ketum Gerindra Prabowo Subianto dan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri.

"Kami fraksi Partai Gerindra sudah sepakat dan setuju mengusung Pak Bambang Soesatyo ketua MPR RI periode 2019-2024," kata Riza.



 
Ragam Kepentingan di Balik Pemilihan Ketua MPR

81e0269e-554c-4fc1-a8d4-876c3d37b004.jpeg

Posisi Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sempat jadi rebutan Bambang Soesatyo dari Partai Golkar dan Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani. Keduanya sama-sama ngotot sampai saat-saat akhir pemilihan pada Kamis (3/10/2019) malam.

Ketua Fraksi Gerindra di MPR Ahmad Riza Patria bahkan mengingatkan jatah kursi Ketua MPR diberikan pada parpol di luar koalisi pemerintah. Kehadiran Muzani diharapkan memberikan keseimbangan dalam sistem ketatanegaraan dan politik.

"Posisi Ketua DPR sudah diberikan pada parpol koalisi pemerintah. Dulu SBY juga memberi kesempatan pada partai oposisi, yakni PDIP, diwakili almarhum Taufik Kiemas," ujar Riza.

Riza juga menyinggung bahwa pemberian kursi MPR pada Muzani merupakan bagian dari rekonsiliasi nasional. Sumber detikcom di salah satu partai pendukung pemerintah menyebut pada awalnya PDI Perjuangan memberi dukungan pada Partai Gerindra untuk memulihkan ketegangan politik pasca-pemilihan presiden.

Namun situasi tersebut bergeser beberapa hari menjelang pemilihan. Sumber yang sama menyebut PDIP punya kekhawatiran Gerindra akan menggunakan posisi tersebut untuk menggoyang Presiden Joko Widodo.

"Soal keamanan presiden itu kan PDIP takut juga kalau ketua MPR-nya Gerindra. Namanya politik kita nggak tahu. Nah itulah yang membuat (PDIP) tidak jadi ke Gerindra, tapi ke Golkar," ujarnya kepada detikcom di Jakarta, Kamis (3/10/2019).

Dukungan PDIP ke Bamsoet bukan tanpa syarat. Ketua Fraksi PDIP di MPR Ahmad Basarah menyatakan PDIP meminta Bamsoet serta Fraksi Golkar berkomitmen menjaga kepastian jalannya pemerintahan Joko Widodo hingga 2024. PDIP pun meminta Bambang mendukung rencana amendemen terbatas UUD 1945. Hal tersebut dilakukan untuk menghadirkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) melalui Ketetapan MPR.

Namun tak semua fraksi yang mendukung penuh amendemen terbatas itu. Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di MPR Tifatul Sembiring menyebut istilah amendemen membuat masyarakat trauma. "Karena kan hampir 80% Undang-Undang Dasar kita ini sudah berubah dari UUD 1945," ujarnya kepada detikcom.

Menurut Tifatul, amendemen harus dilakukan dengan hati-hati. Fraksi PKS, menurut Tifatul, lebih bersepakat amendemen dipakai untuk memperkuat kewenangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) agar bisa ikut memutuskan undang-undang. Masalahnya, tak semua parpol setuju dengan penguatan itu.

"Nah sebetulnya PKS saja yang setuju memperkuat kewenangan DPD ini yang lain menolak," ujar mantan Menteri Komunikasi dan Informatika itu.

Unsur pimpinan MPR dari DPD Fadel Muhammad tak ketinggalan mengajukan syarat. Permintaan pertama, DPD meminta dilibatkan dalam penyusunan dan penetapan dana transfer daerah. Kedua, DPD juga ingin terlibat dalam mengatur dana desa. Selanjutnya, Fadel ingin DPD ikut mengatur dana insentif untuk daerah, yang juga pernah dibuatnya saat menjabat anggota Komisi XI DPR. Agar pemimpin daerah yang memiliki kinerja yang baik dapat mendapatkan insentif tambahan.

Keempat, DPD meminta perubahan Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) untuk penguatan kewenangan lembaga. Menurut Fadel, perlu juga kemitraan kelembagaan antara DPR dan DPD dalam pembahasan anggaran terkait transfer dana perimbangan.

"Teman-teman minta amendemen UUD untuk penguatan cuma saya bilang itu masih panjang lah. Ini dulu," ujar Fadel kepada detikcom.

Pakar hukum tata negara Universitas Airlangga, Surabaya, Radian Salman, mengatakan pengusulan amendemen konstitusi memang sangat terbuka dengan konstelasi politik saat ini. Peneliti Pusat Studi Konstitusi dan Ketatapemerintahan Fakultas Hukum Unair itu menyebut gagasan yang paling mendesak tentang penguatan lembaga DPD agar setara wewenang dan kekuasaannya dengan DPR.

Sementara itu, soal menghadirkan kembali GBHN dalam konstitusi, Radian mengatakan hal tersebut tak sesuai dengan arsitektur ketatanegaraan yang sudah disepakati. "Kita kan presidensial. Karakternya dipisahkan antara eksekutif dan badan perwakilan," ujarnya. Sedangkan GBHN, menurut Radian, merupakan panduan MPR untuk mengikat presiden.

"GBHN tidak cocok dengan sistem presidensial. Ketika GBHN itu tidak ditaati lalu apa akibatnya," ujar Radian. "Kalau konsekuensinya presiden diberi peringatan atau bahkan di-impeach itu pola parlementer. Dulu waktu ada GBHN memang presiden itu diangkat dan diberhentikan MPR. Sekarang kan dipilih secara langsung."




 
Back
Top