Kisah di Balik Perjuangan Pembebasan Ratusan Korban Pasung Trenggalek

spirit

Mod
4f596e79-d983-446f-b227-dc8033ba6f16_43.jpeg

Berbagai upaya dilakukan pemerintah membebaskan ratusan korban pasung di Trenggalek. Dari 154 pemasungan, kini tinggal dua korban yang belum dibebaskan.

"Sebelum program bebas pasung dijalankan secara masif, di Trenggalek terdapat 154 warga yang dipasung. Kemudian sebelum 2016 itu Pemprov Jatim mulai melakukan upaya pembebasan, kemudian kita lanjutkan hingga sekarang," kata Kasi Disabilitas Dinas Sosial dan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Kabupaten Trenggalek Sri Winarti, Selasa (26/11/2019).

Jerat pasung di Trenggalek dilakukan dengan berbagai cara. Mulai dirantai, dikurung dalam bilik bambu sempit hingga dihimpit kayu, layaknya pasung di daerah lain. Namun yang paling banyak diterapkan di Trenggalek justru kerangkeng bambu.

Sebagian besar keluarga korban pasung berdalih, upaya pasung diterapkan lantaran korban sering mengamuk dan membahayakan lingkungan sekitar. Penempatan korban pasung pun juga cukup memperihatinkan, beberapa di antaranya diletakkan di ladang, hingga tepi jurang.

Baca juga: Pemkab Trenggalek Siapkan Puskesmas Rawat Inap untuk Penderita Gangguan Jiwa

"Padahal dengan dipasung, gangguan kejiwaannya akan semakin parah. Bayangkan ketika anda sendiri dikurung pasti akan stres," ujarnya.

Untuk membebaskan para korban pasung tersebut membutuhkan perjuangan ekstra. Sebab banyak kendala dan persoalan yang harus dihadapi saat di lapangan. Mulai dari keluarga hingga lingkungan. Pihaknya pun melibatkan berbagai instansi termasuk kepolisian hingga aparat TNI dan pemerintah desa.

Pola komunikasi menjadi senjata yang ampuh untuk menyadarkan keluarga pasung agar mengizinkan proses pembebasan korban. Bahkan untuk mempermudah komunikasi, tak jarang pihaknya menggandeng tokoh maupun perangkat desa.

"Kalau kendala yang paling sering dihadapi adalah dari keluarga, dengan berbagai alasan. mulai dari takut mengamuk hingga hal lain. Namun rata-rata bisa luluh setelah dilakukan komunikasi secara intensif," imbuhnya.

Winarti menjelaskan, setelah dibebaskan, biasanya korban pasung akan dirawat di Puskesmas Karanganyar atau RSUD dr Soedomo Trenggalek guna proses pemulihan fisik dan kejiwaan. Setelah kondisinya dinyatakan stabil, para korban pasung akan dikembalikan ke pihak keluarga.

"Saat ini tinggal dua korban pasung yang belum dibebaskan dan tiga repasung. Untuk repasung terjadi karena tidak ada yang mengurus. Nah sekarang masih kami cari jalan keluarnya," imbuhnya.

Wanita yang akrab disapa Win ini menjelaskan, dari 100 lebih korban pasung itu beberapa di antaranya telah sembuh total. Bahkan kembali beraktivitas seperti sediakala.

Upaya pembebasan pasung juga membutuhkan dukungan keluarga serta lingkungan. Peran lingkungan dinilai sangat penting agar korban pasung bisa sembuh dari gangguan kejiwaan. Adanya stigma negatif dari lingkungan kerap kali menjadi pemicu korban pasung sulit untuk disembuhkan.

"Artinya ketika ada korban yang sudah dibebaskan, jangan sampai memberikan stigma buruk. Misalkan menyebut gila atau yang lain. Kemudian dukungan dari keluarga juga penting terlebih terkait keaktifan untuk minum obat," jelasnya.

"Ada beberapa yang kembali bekerja, tantangannya sekarang adalah pendampingan, bagaimana proses pemberdayaan dan pemberian modal agar bisa berkarya," ujarnya.

Pihaknya berharap masyarakat Trenggalek memberikan dukungan penuh berhadap upaya pembebasan pasung. Sehingga tidak muncul korban-korban berikutnya.



sumber
 
Back
Top