Pemerintah Mau Cari Utang Baru Rp 990 Triliun

spirit

Mod
786775119p.jpg

Guna menutup defisit anggaran yang mencapai 6,27% terhadap produk domestik bruto (PDB), pemerintah berencana menerbitkan utang baru sekitar Rp 990,1 triliun. Penerbitannya pada periode Juni-Desember 2020.

Angka defisit fiskal yang mencapai 6,27% ini setara dengan Rp 1.028,5 triliun. Kebutuhan dana ini akan digunakan pemerintah untuk program pemulihan ekonomi nasional (PEN) dari hantaman COVID-19.

Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman mengatakan rencana tersebut masih dalam pembahasan. Adapun, pelebaran defisit fiskal sebagai bentuk dukungan PEN.

"Sesuai dengan Pasal 21 PP PEN, akan ada skema khusus untuk pembiayaan program PEN yang akan diatur dalam bentuk SKB antara pemerintah dan BI (Bank Indonesia). Saat ini skema ini masih terus didiskusikan secara intensif dan jika sudah disepakati pasti akan kita umumkan," ujarnya ketika dihubungi detikcom, Jakarta, Jumat (29/5/2020).

Berdasarkan draf kajian Kementerian Keuangan mengenai program pemulihan ekonomi nasional yang diperoleh detikcom, pemerintah hingga saat ini sudah menerbitkan surat utang negara (SUN) senilai Rp 420,8 triliun hingga 20 Mei 2020.

Nantinya, total utang senilai Rp 990,1 triliun ini akan dengan penerbitan SUN secara keseluruhan baik melalui lelang, ritel, maupun private placement, dalam dan atau luar negeri.

Sesuai dengan draf tersebut, outlook pembiayaan mencapai Rp 1.633,6 triliun, di mana rinciannya pembiayaan defisit Rp 1.028,5 triliun, pembiayaan investasi dan lain-lain Rp 178,4 triliun, dan utang jatuh tempo senilai Rp 426,6 triliun. Adapun dari total pembiayaan, pemerintah sudah melakukan penarikan pinjaman sekitar Rp 148,0 triliun, sehingga total penerbitan SBN ditambah SPN/S jatuh tempo tahun 2020 sebesar Rp 35,6 triliun menjadi Rp 1.521,1 triliun.

Dari hitungan tersebut pemerintah berencana akan menerbitkan Rp 990,1 triliun lantaran sudah merilis SBN sebesar RP 420,8 triliun hingga 20 Mei 2020, dan adanya penurunan giro wajib minimum (GWM) perbankan sebesar Rp 110,2 triliun.

Menanggapi itu, anggota Komisi XI DPR Kamrussamad mengatakan rencana tersebut belum dibahas bersama DPR. Sebab, beberapa jadwal rapat dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSS) ditunda. Anggota KSSK terdiri dari Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner OJK, dan Ketua Dewan Komisioner LPS.

"Kita sebetulnya merencanakan rapat denganKSSK pada 26 Mei, kemudian bergeser ke 27 Mei, dan terakhir ditunda, saya tidak tahu alasanpenundaannya.Tapimateri seluruhKSSK sudah kita terima, dari BI,LPS,OJK, dan Menkeu," jelasnya.

Oleh karena itu, dirinya berharap dalam waktu dekat dapat menggelar pertemuan antara anggota KSSK dengan Komisi XI membahas terkait rencana tersebut. Meskipun dalam Perpres Nomor 1 Tahun 2020 dan PP Nomor 54 Tahun 2020 pemerintah boleh melebarkan defisit tanpa persetujuan parlemen.

"Kami belum dapat penjelasan secara rinci, harapan kita secepatnya. Karena, penerbitan Rp 990.1 triliun itu kan belum dapat persetujuan DPR," ungkapnya.



 
Back
Top