Belajar Hidup dari Orang Cina

spirit

Mod
26885_60883.jpg

Berbicara tentang Cina, kebanyakan orang akan berpikir tentang pedagang kaya nan pelit, yang hidup mengelompok di daerah yang akhirnya dikenal sebagai daerah pecinan. Mayoritas Cina di Indonesia dan mungkin di negara lain berprofesi sebagai pedagang, lebih luasnya pebisnis.

Saya masih heran dengan sistem dagang mereka yang bisa berhasil di mana pun mereka berpijak di seluruh dunia. Seperti tanaman yang bisa tumbuh subur di atas berbagai jenis tanah.

Cina menguasai pasar teknik dunia. Mereka mempunyai kebiasaan unik terhadap suatu barang, yakni membeli, lalu membongkar; mereka amati, kemudian mereka tiru dan dimodifikasi. Hal tersebut membuat negara tirai bambu tersebut bisa memproduksi barang dengan harga pasaran yang jauh lebih murah dari produk lain yang serupa.

Cita-cita Cina adalah "Everithing is made in China by 2025" yang merupakan cita-cita besar untuk menjadi produsen berbagai produk kelas dunia.

Itu contoh pencapaian besar yang dimulai dari langkah-langkah kecil setiap masyarakatnya, baik yang berdomisili di negara tersebut atau yang berada di negara lain. Mereka mempunyai konsep hidup yang hampir sama.

Sebagai pribumi, kadang kesal juga melihat mereka sukses di wilayah kami dengan tenaga kerja dari kami pula. Ibarat kami jadi kuli di negeri sendiri. Namun apakah rasa iri sudah cukup membalaskan dendam (kalau itu masuk kategori dendam terkutuk?). Tentu saja tidak.

Mereka bisa menguasai hampir semua aspek perekonomian di dunia. Mereka ditempa dengan yang namanya disiplin. Disiplin waktu tentu saja, disiplin keuangan suatu keharusan, disiplin kualitas kinerja juga peran utama dalam hidup mereka.

Mereka berlomba untuk tepat waktu dari memulai hari mereka. Kehidupan pribadi tidak bisa dipisahkan dari tertibnya berusaha. Mereka juga disiplin saat deadline tiba. Jadi memang menjaga betul kualitas komitmen yang mereka jalin dengan customer.

Orang Cina juga terkenal sangat efisien dalam menggunakan uang. Misal penghasilan mereka sebulan 2.000.000 rupiah, maka biaya hidup 500.000; sisanya untuk investasi dan saving. Jika bulan selanjutnya penghasilan mereka menjadi 3.000.000, biaya hidup mereka tetap di angka 500.000 rupiah dan sisanya untuk investasi serta saving. Mereka tidak mudah untuk mengubah gaya hidup. Mereka tidak terburu-buru menikmati hasil.

Orang Cina kuat hidup prihatin, mungkin kita menyebutnya pelit. Namun mereka melakukan semua itu untuk masa depan. Hidup mereka visioner sehingga tidak akan menggunakan hasil kerja dalam satu waktu. Mereka lebih memilih makan seadanya daripada menghabiskan uangnya hanya untuk makan saat itu juga.

Ketika kita melakukan interaksi bisnis dengan orang Cina, mereka akan mengutamakan kualitas barang yang mereka jual atau jasa yang mereka berikan. Lebih baik menaikkan harga dengan kualitas terjamin daripada mengurangi nilai barang maupun jasa demi harga yang sama.

Perilaku terhadap karyawan juga mereka jaga. Mereka menghargai kinerja pegawai, memberikan upah yang sesuai dengan kinerja, tidak arogan sebagai atasan.

Sampai poin ini, kita bisa berkaca bagaimana kualitas bisnis kita selama ini? Jujur, saya sendiri tidak tahan melihat uang nganggur, eh. Rasanya sulit menahan diri untuk hidup seadanya saat sedang mendapat hasil yang agak banyak dari biasanya.

Budaya kita juga masih berkiblat pada profesi seperti pegawai negeri sipil, polisi, tentara, dan berbagai pekerjaan lain yang dipandang terhormat di mata masyarakat. Banyak pengusaha (kecil) yang tidak ingin anaknya meneruskan usahanya. Prinsip kebanyakan dari masyarakat kita adalah anak tidak boleh "menderita" seperti orang tuanya.

Pedagang berusaha keras memasukkan anaknya menjadi polisi, petani juga ingin anaknya menjadi pegawai negeri, misalnya. Sedangkan usaha mereka akan terhenti tanpa penerus. Usaha yang sebenarnya bisa diestafetkan kepada anak cucu dengan pembaruan sistem dari ilmu-ilmu baru anak-anak mereka, hingga suatu saat usaha itu akan makin besar dan berkembang.

Kembali lagi pada yang disebut dengan mindset. Dari kecil, lingkungan kita menyuguhi pertanyaan "Apa cita-citamu, Nak?" Sekalian menyodorkan sejumlah opsi profesi: dokter, presiden, profesor, pegawai bank, dan pilihan-pilihan pekerjaan keren lainnya. Sehingga para orang tua sering kali lupa melibatkan anak-anak untuk berperan dan berlatih skill berdagang, bertani, berkebun, beternak serta keterampilan hidup lain di sela waktu belajar mereka di sekolah.

Orang tua akan bangga melihat anak-anak memakai kostum kerja yang prestisius, sering kali tanpa memberikan pilihan apa yang ingin mereka capai untuk kehidupan mereka. Orang tua meyakini pilihan cita-cita waktu kecil itulah tujuan akhir karier mereka yang harus diperjuangkan.

"Loh, apa salahnya berkarier apalagi bagus?"

Pertanyaan seperti itu tentu akan saya jawab sangat tidak salah. Kecuali ada setiran pilihan di sana. Kita membahas tongkat estafet usaha orang tua yang akan diteruskan anak cucu seperti yang lazim dilakukan orang Cina sehingga mereka bisa berhasil dalam hal ekonomi, bahkan di negara orang.

Contoh sederhananya, anak pedagang ayam akan mengembangkan usaha orang tuanya dengan membuat olahan ayam yang penjualannya bisa lebih besar dari orang tuanya. Bisa juga dikembangkan menjadi restoran khusus olahan ayam yang juga bisa berkembang pesat.

Banyak juga pengusaha hebat Indonesia yang lahir dari tongkat estafet usaha pendahulunya.

Kita hanya mengulas sebuah perilaku positif orang Cina yang berhasil di sekitar kita. Meskipun kita sering merasa tidak nyaman karena posisi mereka kebanyakan justru lebih baik secara ekonomi dibandingkan orang pribumi sendiri.

Proses itu tidak mudah dan tidak singkat. Perlu kedisplinan pun penuh tantangan. Namun yang pasti, kita juga bisa belajar lalu mencobanya.


 
oqwtmimfayttdm5j4qw9.webp

Orang Tionghoa Selalu Sukses Berbisnis, Simak Rahasianya!

Orang Tionghoa bisa dibilang mapan dari segi ekonomi. Sekian banyak masyarakat etnis Tionghoa yang tinggal di Indonesia, sekitar 75% diantaranya mampu dalam mengelola hal ekonomi. Banyak dari mereka yang memilih untuk berkecimpung di dunia bisnis dan menjadi seorang bos dibandingkan bekerja di sebuah perusahaan dan menjadi karyawan biasa.

Bisnis yang dijalankan oleh orang Tionghoa pun rasanya jarang mengalami kebangkrutan. Malahan sebaliknya, bisnis yang dijalankan berhasil menuai kesuksesan besar atau bahkan dikenal di penghujung dunia. Kenapa bisnis orang Tionghoa bisa sukses, berikut rahasia yang perlu Anda ketahui dan bisa dijadikan inspirasi:

1. Pekerja Keras

Hari pekan memang sebaiknya digunakan untuk beristirahat. Tapi, orang Tionghoa memilih untuk menghabiskan hari pekan dengan bekerja. Mereka mengatakan kalau hari pekan adalah hari yang paling tepat untuk menambah pundi-pundi kekayaan. Di saat orang lain bermalas-malasan dan bersantai, disitulah waktu yang tepat untuk bekerja lebih keras supaya bisa lebih maju dibandingkan orang lain.

2. Bekerja dengan Sepenuh Hati

“Do what you love, love what you do”, motto ini diterapkan dengan benar oleh orang Tionghoa. Karena tidak suka diatur, mereka lebih memilih untuk membuka usaha sendiri dan menjadi seorang bos. Usaha yang dibuka juga tidak asal-asalan, melainkan usaha yang didasarkan pada passion. Inilah alasan kenapa orang Tionghoa selalu terlihat ceria saat bekerja karena apa yang dikerjakannya merupakan apa yang disukainya. Sehingga mereka dapat bekerja dengan sepenuh hati, hasilnya pun jadi lebih maksimal.

3. Berupaya untuk Hidup Hemat

Orang Tionghoa memang terlihat elegan saat menghadiri jamuan makan malam atau menghadiri pesta ulang tahun rekan bisnisnya. Tapi, tampilan yang seperti ini sama sekali tidak ditunjukkan dalam kehidupan sehari-hari. Mereka lebih suka berpakaian sederhana saat menginjakkan kaki ke luar rumah, seolah-olah terlihat seperti orang biasa padahal seorang jutawan.

Orang Tionghoa juga berupaya untuk hidup hemat. Hal ini bisa dilihat jelas saat berbelanja, dimana mereka sangat teliti saat membandingkan harga barang yang satu dengan yang lain. Mereka juga tidak malu untuk berburu barang yang lagi diskon demi menghemat pengeluaran.

4. Sudah Diajari Bisnis Sejak Kecil

Usaha yang digeluti orang Tionghoa adalah usaha keluarga. Jadi jangan heran kalau Anda mendapati anak-anak mereka turut membantu orang tuanya saat bekerja. Karena ini termasuk salah satu budaya untuk mengajari anak cara berbisnis yang baik dan benar. Sehingga budaya untuk berbisnis memang sudah tertanam kuat dalam diri anak-anaknya sejak kecil. Lagipula, mengajarkan teori tentang berbisnis saja tidaklah cukup jika tidak dibarengi dengan praktek.

5. Punya Keahlian Dasar di Bidang Manajemen

Usaha yang dikelola langsung oleh orang Tionghoa memiliki sistem manajemen yang sangat baik. Contoh kecilnya bisa dilihat dari stok barang yang dijual di toko. Mereka tidak pernah kehabisan stok barang karena selalu mengecek ketersediaan barang tersebut sebelum membuka toko di hari berikutnya.

Cara ini dilakukan agar pelanggan tidak kecewa saat ingin berbelanja di toko tersebut. Sehingga pelanggan tetap setia untuk berbelanja di satu toko saja tanpa ada niat untuk berpindah ke toko yang lain.

6. Berani Mengambil Risiko

Setiap keputusan yang diambil tidak pernah luput dari risiko yang nantinya akan sangat berpengaruh bagi perjalanan bisnis di masa yang akan datang. Tapi, orang Tionghoa tidak terlalu memikirkan risiko yang akan terjadi karena keputusan yang diambil sudah melalui proses analisis yang amat panjang. Tidak hanya itu, keputusan juga tidak dikaitkan pada satu aspek bisni saja, melainkan seluruh aspek bisnis sehingga mereka dapat menetapkan spekulasi yang terjadi di masa yang akan datang.

7. Selalu Tepat Waktu

Berbeda dengan orang pribumi, orang Tionghoa memiliki rutinitas yang sudah terjadwal dengan baik. Misalnya, jam bangun pagi, makan pagi, berangkat kerja, dan seluruh aktivitas yang akan dilakukan selama satu hari. Rutinitas ini sifatnya tetap, tidak berubah sehingga mereka dapat mengerjakan seluruh aktivitas dengan baik dan tepat pada waktunya.

Pentingnya Mengubah Budaya Hidup

Semua orang yang terlahir di dunia ini memiliki kesempatan untuk sukses di dunia bisnis. Asalkan mau untuk merubah pola hidup yang awal “malas” menjadi “pekerja keras”. Tak ada salahnya meniru budaya hidup orang Tionghoa di atas, siapa tahu dengan meniru hidup dapat berubah ke arah yang lebih baik dan tentunya bisa meraih sukses.



 
Ketika kita melakukan interaksi bisnis dengan orang Cina, mereka akan mengutamakan kualitas barang yang mereka jual atau jasa yang mereka berikan. Lebih baik menaikkan harga dengan kualitas terjamin daripada mengurangi nilai barang maupun jasa demi harga yang sama.

Bukannya barang produksi Cina itu justru terkenal murah tapi cepet rusak?
 
Bukannya barang produksi Cina itu justru terkenal murah tapi cepet rusak?


kadang2 produk home industri dari china, yg di buat orang china lalu di impor ke indonesia itu harganya sangat murah. tapi jika produk asli pabrikan bermerk : made in china semacam HP Vivo dan OPPO misalnya, kualitasnya mumpuni.

kadang juga susah membedakan barang KW dan asli produk china, misalnya barang pabrikan cikarang dilabeli merk china akan kita cap bahwa itu produk china



contoh sederhana:
orang pribumi jualan pisang goreng lalu taruh di warung, harganya rp. 1000
dan orang china jualan pisang goreng di pinggir jalan pake gerobak atau both harganya rp. 2500
tapi lbh laku jualan orang china yg mahal itu. sebab dari segi higienis lbh terjaga. pisang gorengnya ada pembungkus plastik dan mengambilnya menggunakan penjepit
sedangkan jualan pisanggoreng di warung hanya di taroh diatas wadah dan di campur dengan dadar gulung, bala-bala, dan pembeli akan sesuka hati mengobok-oboknya pakai tangan langsung
 
Last edited:
contoh sederhana:
orang pribumi jualan pisang goreng lalu taruh di warung, harganya rp. 1000
dan orang china jualan pisang goreng di pinggir jalan pake gerobak atau both harganya rp. 2500
tapi lbh laku jualan orang china yg mahal itu. sebab dari segi higienis lbh terjaga. pisang gorengnya ada pembungkus plastik dan mengambilnya menggunakan penjepit
sedangkan jualan pisanggoreng di warung hanya di taroh diatas wadah dan di campur dengan dadar gulung, bala-bala, dan pembeli akan sesuka hati mengobok-oboknya pakai tangan langsung

Bukannya China malah lebih jorok ya? Contohnya corona itu, sama-sama makan kelelawar tapi yang Indo kan dimasak dulu, di sana dibersihin aja enggak.
 
Bukannya China malah lebih jorok ya? Contohnya corona itu, sama-sama makan kelelawar tapi yang Indo kan dimasak dulu, di sana dibersihin aja enggak.

bisa jadi juga kl soal corona. masih misteri juga. org didiagnosa corona OTG tapi yg bersangkutan tidak merasa sakit
 
Back
Top