Usia 0-18 dan 60 Tahun ke Atas Tidak dapat Vaksinasi COVID-19, Kenapa?

spirit

Mod
w1200

Kementerian Kesehatan memastikan 9,1 juta penduduk Indonesia akan mendapatkan vaksinasi COVID-19 secara bertahap, mulai akhir November sampai Desember 2020.

Namun kelompok usia 0 sampai 18 tahun, 60 tahun ke atas, dan orang dengan penyakit penyerta (komorbid) berat tidak akan mendapatkan vaksin, mengapa?

1. Tidak semua golongan usia menerima vaksin COVID-19

w1200

Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Achmad Yurianto mengungkapkan, tidak semua golongan usia bisa menerima vaksinasi COVID-19.

"Ada kelompok usia yang dikecualikan yakni kelompok usia 0 sampai 18 tahun, 60 tahun ke atas serta orang dengan penyakit penyerta (komorbid) berat," ujar Yuri dalam diskusi daring, Senin (19/10/2020).

2. Alasan tidak diberikannya vaksin COVID-19 ke kelompok usia 0-18 tahun, 60 tahun ke atas dan usia dengan penyakit komorbid

Yuri menjelaskan, ketentuan tersebut mengacu pada uji klinis fase 3 yang dilakukan oleh Sinovac dan Cansino yang hanya memberikan vaksin untuk kelompok usia 18 sampai 59 tahun.

“Kami tidak memiliki uji klinis pada usia 0 sampai 18 tahun, maupun usia 60 tahun ke atas dan usia dengan penyakit komorbid, sehingga belum akan diberikan vaksinasi pada kelompok tersebut," jelasnya.

3. Perlu ada uji klinis pemberian vaksin untuk kelompok usia tertentu

Meski demikian, Yuri menegaskan, pihaknya tidak berarti mengesampingkan kelompok tersebut. Pasalnya, perlu ada uji klinis lebih lanjut untuk memastikan keamanan.

"Kita akan terus melakukan penelitian dan pengembangan. Tetapi untuk saat ini kita berikan pada kelompok usia tersebut (18-59 tahun),” kata Yuri.

4. Pemerintah membuat skema prioritas penerima vaksin pada tahap awal

Yuri menerangkan, pemerintah telah membuat skema siapa saja orang-orang yang diprioritaskan mendapatkan vaksin COVID-19 pada tahap awal, akhir 2020 ini.

Kelompok pertama yang mendapat vaksin adalah tenaga kesehatan di RS rujukan yang merawat pasien COVID-19, petugas laboratorium di tempat pemeriksaan spesimen COVID-19, dan tenaga kesehatan yang melakukan contact tracing untuk menemukan kasus baru.

Kedua, petugas di public service yang menegakkan kedisiplinan protokol kesehatan seperti Satpol PP, TNI, dan Polri. Kemudian, petugas pelayanan masyarakat seperti di bandara, stasiun, dan pelabuhan.

"Dari diskusi yang kami lakukan dengan beberapa pihak, termasuk dengan WHO, para ahli dan beberapa negara lain yang sudah melakukan vaksinasi, yang menjadi prioritas adalah tenaga kesehatan, karena merekalah yang akan lebih berisiko, dan sangat berisiko untuk tertular dan menjadi sakit oleh COVID-19," ujar Yuri.



 
w1200

Menteri Terawan Komentari Tudingan RS Mengcovidkan Pasien

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa waktu lalu beredar kabar adanya rumah sakit yang rujukan "mengcovidkan" semua pasien yang meninggal dunia untuk mendapatkan anggaran dari pemerintah. Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto berusaha berpandangan positif mengenai kabar tersebut.

Terawan menjelaskan, ia pernah bekerja dan memimpin di lingkungan rumah sakit. Di dalamnya terdapat orang-orang yang memiliki hati nurani dalam melihat kondisi pasiennya.

"Saya masih memandang, saya kan pernah kerja di rumah sakit. Kita punya nurani yang kalau iya dikatakan iya, kalau tidak katakan tidak," ujar Terawan dalam diskusi yang digelar Partai Golkar, Selasa (20/10).

Selain itu, dokter juga tidak bisa semena-mena memvonis pasien yang meninggal karena Covid-19. Sebab, ada pertanggung jawaban di dunia dan akhirat yang harus dipegangnya.

"Menyatakan orang yang meninggal itu harus benar-benar kita pertanggung jawabkan di hadapan yang maha kuasa. Karena itu saya masih berpikiran yang positif, tidak ada seperti itu," ujar Terawan.

Sebelumnya, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Kepala Kantor Staf Kepresidenen Moeldoko sepakat meminta pihak rumah sakit bersikap jujur mengenai data kematian pasien saat pandemi Covid-19. Hal itu penting agar tidak menimbulkan keresahan di masyarakat.

Moeldoko mengungkapkan, awalnya ia datang menemui Ganjar Pranowo untuk membahas sejumlah hal terkait penanganan Covid-19. Isu yang berkembang saat ini, rumah sakit rujukan "meng-Covid-kan" semua pasien yang meninggal dunia untuk mendapatkan anggaran dari pemerintah.

Ia menyebutkan sudah banyak terjadi, orang sakit biasa atau mengalami kecelakaan, didefinisikan meninggal karena Covid-19 oleh pihak rumah sakit yang menanganinya. Padahal sebenarnya hasil tesnya negatif. "Ini perlu diluruskan agar jangan sampai ini menguntungkan pihak-pihak yang ingin mencari keuntungan dari definisi itu," ujarnya.

.
 
Back
Top