Padjadjaran Ternyata Nama Ibu Kota di Kerajaan Sunda

spirit

Mod
w1200

Lukisan imajiner tentang sosok Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi. (Foto: Istimewa)

BANDUNG, iNews.id - Selama ini, sebagian besar masyarakat menganggap bahwa kerajaan di tanah Sunda bernama Padjadjaran. Nama ini cukup dikenal luas sebagai salah satu kerajaaan besar di Jawa Barat.

Padahal, sebenarnya Padjadjaran bukanlah sebuah nama kerajaan, tetapi nama ibu kota dari Kerajaan Sunda yang berlokasi di Kota Bogor.

Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran (Unpad) Prof Dr Nina Herlina Lubis mengatakan, Padjadjaran adalah ibu kota atau pusat kekuasaan kerajaan Sunda selama masa Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi.

Nama saat itu adalah Pakwan Pajajaran. Pakwan Pajajaran terletak di wilayah Kota Bogor saat ini.

“Ada teori yang dikemukakan Robert von Heine-Geldern, kerajaan di Asia Tenggara umumnya disebut dengan nama ibu kotanya,” kata Prof Nina dalam sebuah seminar, sebagaimana dikutip dari laman Unpad.

Dalam kepercayaan masyarakat Sunda kala itu, ujar Prof Nina, ibu kota kerajaan diyakini sebagai pusat mikrokosmos. Cukup dengan menyebut nama mikrokosmos, berarti sudah menyebut seluruh wilayah kerajaan.

“Itu sebabnya yang beken sekarang itu Padjadjaran. Padahal yang betul Kerajaan Sunda. Itulah kita harus berpegang pada sumber primer,” ujar Prof Nina.

Menurut dia, sumber primer diyakini para ahli sebagai bukti otentik yang bisa menjadi referensi suatu sejarah. Hal ini juga bisa menjadi rujukan dari beragam perdebatan yang muncul dari proses interpretasi sejarah.

Berbeda dengan kerajaan lain di Tanah Air, Kerajaan Sunda dan Galuh hanya memiliki sedikit literatur autentik yang sampai saat ini masih ditemui keberadaannya. Kendati begitu, nama besar para petinggi kerajaan ini cukup dikenal luas di seantero negeri.

Prof Nina menuturkan, salah satu polemik yang terus terjadi, yaitu terkait kepercayaan Kerajaan Sunda. Kepercayaan yang dianut Sri Baduga Maharaja termaktub dalam Prasasti Batu Tulis yang didirikan Prabu Surawisesa, 12 tahun setelah kematian Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi.

Dalam prasasti itu, tutur Prof Nina, disebutkan bahwa Sri Baduga Maharaja, ayah dari Prabu Surawisesa, meninggal pada 1521. Jenazahnya kemudian diperabukan. “Kenapa diperabukan karena dia beragama Hindu,” tutur Prof Nina.

Berbekal informasi dari sumber primer, kata Prof Nina, disebutkan bahwa Sri Baduga Maharaja meninggal dalam keadaan beragama Hindu. meskipun ada bukti sekunder yang menerangkan bahwa Prabu Siliwangi beragama Islam.

Menjelang akhir hayat Prabu Siliwangi, mulai banyak pendatang yang menetap di Tatar Sunda. Para pendatang tidak hanya beragama Hindu, tetapi ada pula yang beragama Budha dan Islam.

Prof Nina menyatakan, beragamnya kebudayaan dan agama di Tatar Sunda membuktikan bahwa kerajaan Sunda memiliki toleransi tinggi. Bahkan, penyebaran Islam di Tatar Sunda sudah berlangsung sejak abad ke-14.


.
 
Back
Top