Pembahasan tentang hukum perkawinan berawal dari Kitab Hukum Kanonik (KHK) 1983, kanon 1055:
Perjanjian perkawinan, bersama dengan mana pria dan perempuan membentuk antar mereka kebersamaan seluruh hidup, dari sifat kodratinya terarah terhadap kesejahteraan suami-istri dan termasuk terhadap kelahiran dan pendidikan anak; oleh Kristus Tuhan perkawinan pada orang-orang doapengasih.com yang dibaptis diangkat ke martabat sakramen .
Karena itu pada orang-orang yang dibaptis tidak dapat ada kontrak perkawinan sah yang tidak bersama dengan sendirinya merupakan sakramen.
Dalam kanon 1055 "1" dan "2" tersebut di atas termuat 5 inspirasi pokok tentang bersama dengan hakekat dan target perkawinan. Yang pertama, yaitu:
1. PERKAWINAN ADALAH PERJANJIAN KASIH ANTARA SUAMI-ISTERI
Kalau kita datang didalam suatu pemberkatan perkawinan di Gereja, keliru satu anggota kudu didalam acara tersebut adalah masing-masing pengantin mengucapkan janji perkawinan di hadapan Tuhan, imam, 2 orang saksi, dan hadirin lainnya. Dengan mungkin beraneka variasi yang berbeda, intinya masing-masing pihak membuktikan bahwa:
sejak saat itu ia memilih pasangannya jadi suami atau isteri.
Ia berjanji untuk mencintai pasangannya didalam suka dan duka.
Ia berjanji pula untuk jadi bapak/ibu yang baik bagi anak-anak yang dipercayakan Tuhan kepada mereka.
Itulah yang disebut janji perkawinan. Janji inilah yang sebabkan mereka melangsungkan perkawinan. Tanpa janji itu tidak terjadi perkawinan. Janji kasih itu sendiri sesungguhnya bukan merupakan sesuatu yang baru sama sekali. Selama mereka berpacaran dan secara tertentu bikin persiapan perkawinan, perlahan-lahan mereka terasa membangun dan mewujudkan kasih itu sendiri. Dalam kesempatan perkawinan kasih yang mereka hayati dinyatakan secara resmi dan menjadikan ikatan kasih mereka berdua resmi pula. Mereka diakui telah menikah secara sah.
Berbeda bersama dengan mengetahui kontrak, perkawinan sebagai suatu perjanjian kasih memuat pernyataan kesamaan spiritual dari dua pribadi dan kesamaan didalam kebolehan mereka untuk saling memberikan dan terima secara utuh satu sama lain. Maka perjanjian mengandaikan pilihan bebas, berarti orang tak dapat menikah jika terpaksa. Perjanjian melibatkan interaksi antar pribadi yang utuh, melibatkan kesatuan spiritual, emosi, dan fisik. Paham inilah yang diajarkan Gereja layaknya yang direfleksikan didalam Konsili Vatikan II.
2. PERKAWINAN ADALAH KESEPAKATAN UNTUK SENASIB SEPENANGGUNGAN DALAM SEMUA ASPEK HIDUP
Menarik bahwa makna latin yang dipakai untuk mengungkapkan hakekat ini adalah ‘consortium totius vitae’, artinya: senasib-sepenanggungan didalam seluruh faktor hidup. Gagasan ini dinyatakan dan dikatakan secara bagus terhadap saat mempelai mengimbuhkan janji, yakni berkenan setia didalam suka dan duka. Ungkapan ini amat sederhana, tapi begitu kaya dan tidak selalu enteng untuk mewujudkannya. Mudah diucapkan terhadap saat menikah, lebih-lebih lebih enteng kembali terhadap saat pacaran. Tetapi jadi tidak enteng terhadap saat mewujudkan didalam perjalanan hidup perkawinan selanjutnya.
Dalam tentang ini amat diperlukan impuls kerendahan hati, keterbukaan, dan saling berkenan berkorban. Pengalaman membuktikan bahwa mengandalkan kebolehan sendiri sering terasa amat berat mewujudkan janji tersebut. Namun bersama dengan berkat Tuhan, yang berat dan tidak enteng ini dapat diwujudkan pula dan menghasilkan kebahagiaan yang sering tidak terduga sebelumnya.
3. PERKAWINAN BERTUJUAN UNTUK KESEJAHTERAAN SUAMI-ISTERI
Ada lebih dari satu target perkawinan. Salah satu yang pokok adalah membangun kesejahteraan suami-isteri. Mereka bersama berkenan mewujudkan apa yang mereka cita-citakan/impikan, yakni berbahagia lahir dan batin. Dasar dan impuls mewujudkan kebahagiaan adalah api cinta yang tumbuh mekar didalam hati masing-masing pasangan. Pengalaman menjelaskan bahwa dasar mengapa orang memilih pacar dan berkenan menikah dengannya adalah dikarenakan ia menyayangi pasangannya. Selalu tumbuh kerinduan untuk bertemu lebih-lebih mengimbuhkan yang paling baik. Api cinta ini kudu ditumbuhkan selalu dan dipelihara jangan hingga padam. Perkawinan sering enteng terasa hambar dikarenakan impuls yang paling didalam ini tinggal sedikit, lebih-lebih hampir lenyap.
Untuk dapat selalu membahagiakan pasangannya, kudu sekali sikap-sikap yang menolong arah tersebut, misalnya:
saling terima dan menjunjung pasangan.
mencoba menata tutur-kata dan perilaku yang baik terhadap pasangannya.
menghindari kalimat kotor dan tindak kekerasan terhadap pasangannya.
Aneh jika terhadap orang lain seseorang dapat untuk tidak berkata kotor dan berlaku keras, tapi terhadap pasangannya sendiri ia justru tega menjelaskan dan laksanakan yang tidak semestinya. Unsur perawatan ini sangatlah kudu dikarenakan jika telah terlanjur dingin dan retak, susah sekali untuk menumbuhkan cinta kembali. Menyesal sesudah itu kebanyakan cuma sedikit makna dan gunanya.
4. PERKAWINAN TERARAH PADA KELAHIRAN DAN PENDIDIKAN ANAK
Sudah dikatakan terhadap anggota awal bahwa interaksi kasihlah yang mendasari perkawinan. Dalam interaksi kasih suami-isteri, ungkapan yang paling mendalam adalah tindak persetubuhan suami-isteri. Melalui persetubuhan yang wujudnya tindakan biologis terkandung pengalaman kasih dan penyerahan diri. Persetubuhan ini terhadap kodratnya terarah untuk lahirnya kehidupan baru. Maka kehadiran anak sering diistilahkan sebagai suatu buah kasih antar mereka berdua. Karena persetubuhan merupakan ungkapan puncak dari cinta perkawinan, maka kudu dilakukan secara manusiawi. Tidak boleh masing-masing cuma berkhayal kepentingan dan kepentingan sendiri. Perlu dijauhi cara-cara dan sikap yang tidak manusiawi, layaknya mungkin tindak kekerasan seksual terhadap pasangannya.
Penting diperhatikan bahwa jika mereka tidak dianugerahi anak, ini bukanlah suatu alasan untuk bercerai ataupun untuk membatalkan perkawinan.
Maka Gereja mengajarkan bahwa: “anak-anak adalah buah kasih dan anugerah Tuhan yang amat istimewa dan jadi kebahagiaan orangtuanya”. Namun tetap ada buah-buah lain dari suatu perkawinan, misalnya: kedamaian dan kebahagiaan hati hidup bersama dengan bersama dengan pasangannya. Kalau Tuhan menghendaki, suami-isteri dipanggil Tuhan untuk ikut dan termasuk didalam karya penciptaan baru. Namun jika tidak dianugerahi anak pun, suami-isteri selalu ikut dan termasuk didalam karya penyelamatan Tuhan, lebih-lebih terhadap pasangannya sendiri di mana kasih Tuhan jadi nyata.
Lahirnya anak tidak berarti target perkawinan telah terpenuhi. Dalam janji perkawinan diungkapkan termasuk bahwa pasangan menjanjikan sehingga anak lahir kembali didalam pembaptisan dan pendidikan Katolik, entah secara intelektual, moral, dsb.
5. PERKAWINAN SAH ANTARA DUA ORANG YANG SUDAH DIBAPTIS ADALAH SAKRAMEN
Sakramen secara umum berarti sinyal dan sarana penyelamatan Tuhan. Melalui perkawinan, Tuhan mewujudkan kasih dan menjadikannya sarana penyelamatan. Jadi melalui perkawinan, pasangan suami-isteri dipanggil untuk saling membahagiakan dan menyempurnakan diri di hadapan Tuhan. Maka tidak boleh cuma suka tanpa mengacuhkan bimbingan Tuhan; atau menderita selalu dikarenakan terasa mengikuti bimbingan Tuhan.
Dalam perkawinan pasti ada tantangan dan butuh perjuangan dan termasuk pengorbanan. Semua usaha bersama dengan ini bersama dengan berkat Tuhan menghasilkan kebahagiaan dan keselamatan.
Sangatlah kudu untuk mengupayakan tetap menerus sehingga Tuhan datang di tengah-tengah keluarga. Setiap hari perlulah mengucap syukur dan mohon berkat sehingga kasih mereka selalu terpelihara dan tumbuh bersama dengan baik. Jangan cuma singgah kepada Tuhan terhadap saat mengalami kesulitan.
Perjanjian perkawinan, bersama dengan mana pria dan perempuan membentuk antar mereka kebersamaan seluruh hidup, dari sifat kodratinya terarah terhadap kesejahteraan suami-istri dan termasuk terhadap kelahiran dan pendidikan anak; oleh Kristus Tuhan perkawinan pada orang-orang doapengasih.com yang dibaptis diangkat ke martabat sakramen .
Karena itu pada orang-orang yang dibaptis tidak dapat ada kontrak perkawinan sah yang tidak bersama dengan sendirinya merupakan sakramen.
Dalam kanon 1055 "1" dan "2" tersebut di atas termuat 5 inspirasi pokok tentang bersama dengan hakekat dan target perkawinan. Yang pertama, yaitu:
1. PERKAWINAN ADALAH PERJANJIAN KASIH ANTARA SUAMI-ISTERI
Kalau kita datang didalam suatu pemberkatan perkawinan di Gereja, keliru satu anggota kudu didalam acara tersebut adalah masing-masing pengantin mengucapkan janji perkawinan di hadapan Tuhan, imam, 2 orang saksi, dan hadirin lainnya. Dengan mungkin beraneka variasi yang berbeda, intinya masing-masing pihak membuktikan bahwa:
sejak saat itu ia memilih pasangannya jadi suami atau isteri.
Ia berjanji untuk mencintai pasangannya didalam suka dan duka.
Ia berjanji pula untuk jadi bapak/ibu yang baik bagi anak-anak yang dipercayakan Tuhan kepada mereka.
Itulah yang disebut janji perkawinan. Janji inilah yang sebabkan mereka melangsungkan perkawinan. Tanpa janji itu tidak terjadi perkawinan. Janji kasih itu sendiri sesungguhnya bukan merupakan sesuatu yang baru sama sekali. Selama mereka berpacaran dan secara tertentu bikin persiapan perkawinan, perlahan-lahan mereka terasa membangun dan mewujudkan kasih itu sendiri. Dalam kesempatan perkawinan kasih yang mereka hayati dinyatakan secara resmi dan menjadikan ikatan kasih mereka berdua resmi pula. Mereka diakui telah menikah secara sah.
Berbeda bersama dengan mengetahui kontrak, perkawinan sebagai suatu perjanjian kasih memuat pernyataan kesamaan spiritual dari dua pribadi dan kesamaan didalam kebolehan mereka untuk saling memberikan dan terima secara utuh satu sama lain. Maka perjanjian mengandaikan pilihan bebas, berarti orang tak dapat menikah jika terpaksa. Perjanjian melibatkan interaksi antar pribadi yang utuh, melibatkan kesatuan spiritual, emosi, dan fisik. Paham inilah yang diajarkan Gereja layaknya yang direfleksikan didalam Konsili Vatikan II.
2. PERKAWINAN ADALAH KESEPAKATAN UNTUK SENASIB SEPENANGGUNGAN DALAM SEMUA ASPEK HIDUP
Menarik bahwa makna latin yang dipakai untuk mengungkapkan hakekat ini adalah ‘consortium totius vitae’, artinya: senasib-sepenanggungan didalam seluruh faktor hidup. Gagasan ini dinyatakan dan dikatakan secara bagus terhadap saat mempelai mengimbuhkan janji, yakni berkenan setia didalam suka dan duka. Ungkapan ini amat sederhana, tapi begitu kaya dan tidak selalu enteng untuk mewujudkannya. Mudah diucapkan terhadap saat menikah, lebih-lebih lebih enteng kembali terhadap saat pacaran. Tetapi jadi tidak enteng terhadap saat mewujudkan didalam perjalanan hidup perkawinan selanjutnya.
Dalam tentang ini amat diperlukan impuls kerendahan hati, keterbukaan, dan saling berkenan berkorban. Pengalaman membuktikan bahwa mengandalkan kebolehan sendiri sering terasa amat berat mewujudkan janji tersebut. Namun bersama dengan berkat Tuhan, yang berat dan tidak enteng ini dapat diwujudkan pula dan menghasilkan kebahagiaan yang sering tidak terduga sebelumnya.
3. PERKAWINAN BERTUJUAN UNTUK KESEJAHTERAAN SUAMI-ISTERI
Ada lebih dari satu target perkawinan. Salah satu yang pokok adalah membangun kesejahteraan suami-isteri. Mereka bersama berkenan mewujudkan apa yang mereka cita-citakan/impikan, yakni berbahagia lahir dan batin. Dasar dan impuls mewujudkan kebahagiaan adalah api cinta yang tumbuh mekar didalam hati masing-masing pasangan. Pengalaman menjelaskan bahwa dasar mengapa orang memilih pacar dan berkenan menikah dengannya adalah dikarenakan ia menyayangi pasangannya. Selalu tumbuh kerinduan untuk bertemu lebih-lebih mengimbuhkan yang paling baik. Api cinta ini kudu ditumbuhkan selalu dan dipelihara jangan hingga padam. Perkawinan sering enteng terasa hambar dikarenakan impuls yang paling didalam ini tinggal sedikit, lebih-lebih hampir lenyap.
Untuk dapat selalu membahagiakan pasangannya, kudu sekali sikap-sikap yang menolong arah tersebut, misalnya:
saling terima dan menjunjung pasangan.
mencoba menata tutur-kata dan perilaku yang baik terhadap pasangannya.
menghindari kalimat kotor dan tindak kekerasan terhadap pasangannya.
Aneh jika terhadap orang lain seseorang dapat untuk tidak berkata kotor dan berlaku keras, tapi terhadap pasangannya sendiri ia justru tega menjelaskan dan laksanakan yang tidak semestinya. Unsur perawatan ini sangatlah kudu dikarenakan jika telah terlanjur dingin dan retak, susah sekali untuk menumbuhkan cinta kembali. Menyesal sesudah itu kebanyakan cuma sedikit makna dan gunanya.
4. PERKAWINAN TERARAH PADA KELAHIRAN DAN PENDIDIKAN ANAK
Sudah dikatakan terhadap anggota awal bahwa interaksi kasihlah yang mendasari perkawinan. Dalam interaksi kasih suami-isteri, ungkapan yang paling mendalam adalah tindak persetubuhan suami-isteri. Melalui persetubuhan yang wujudnya tindakan biologis terkandung pengalaman kasih dan penyerahan diri. Persetubuhan ini terhadap kodratnya terarah untuk lahirnya kehidupan baru. Maka kehadiran anak sering diistilahkan sebagai suatu buah kasih antar mereka berdua. Karena persetubuhan merupakan ungkapan puncak dari cinta perkawinan, maka kudu dilakukan secara manusiawi. Tidak boleh masing-masing cuma berkhayal kepentingan dan kepentingan sendiri. Perlu dijauhi cara-cara dan sikap yang tidak manusiawi, layaknya mungkin tindak kekerasan seksual terhadap pasangannya.
Penting diperhatikan bahwa jika mereka tidak dianugerahi anak, ini bukanlah suatu alasan untuk bercerai ataupun untuk membatalkan perkawinan.
Maka Gereja mengajarkan bahwa: “anak-anak adalah buah kasih dan anugerah Tuhan yang amat istimewa dan jadi kebahagiaan orangtuanya”. Namun tetap ada buah-buah lain dari suatu perkawinan, misalnya: kedamaian dan kebahagiaan hati hidup bersama dengan bersama dengan pasangannya. Kalau Tuhan menghendaki, suami-isteri dipanggil Tuhan untuk ikut dan termasuk didalam karya penciptaan baru. Namun jika tidak dianugerahi anak pun, suami-isteri selalu ikut dan termasuk didalam karya penyelamatan Tuhan, lebih-lebih terhadap pasangannya sendiri di mana kasih Tuhan jadi nyata.
Lahirnya anak tidak berarti target perkawinan telah terpenuhi. Dalam janji perkawinan diungkapkan termasuk bahwa pasangan menjanjikan sehingga anak lahir kembali didalam pembaptisan dan pendidikan Katolik, entah secara intelektual, moral, dsb.
5. PERKAWINAN SAH ANTARA DUA ORANG YANG SUDAH DIBAPTIS ADALAH SAKRAMEN
Sakramen secara umum berarti sinyal dan sarana penyelamatan Tuhan. Melalui perkawinan, Tuhan mewujudkan kasih dan menjadikannya sarana penyelamatan. Jadi melalui perkawinan, pasangan suami-isteri dipanggil untuk saling membahagiakan dan menyempurnakan diri di hadapan Tuhan. Maka tidak boleh cuma suka tanpa mengacuhkan bimbingan Tuhan; atau menderita selalu dikarenakan terasa mengikuti bimbingan Tuhan.
Dalam perkawinan pasti ada tantangan dan butuh perjuangan dan termasuk pengorbanan. Semua usaha bersama dengan ini bersama dengan berkat Tuhan menghasilkan kebahagiaan dan keselamatan.
Sangatlah kudu untuk mengupayakan tetap menerus sehingga Tuhan datang di tengah-tengah keluarga. Setiap hari perlulah mengucap syukur dan mohon berkat sehingga kasih mereka selalu terpelihara dan tumbuh bersama dengan baik. Jangan cuma singgah kepada Tuhan terhadap saat mengalami kesulitan.