Sejarah Berdirinya Kerajaan Pejanggik, Penguasa Pantai Lombok

logicb0x

Member
Sejarah Berdirinya Kerajaan Pejanggik, Penguasa Pantai Lombok
Oleh: Warta Mataram

Selain kerajaan Selaparang yang memiliki jangkauan kekuasaan relatif luas di Gumi Sasak, terdapat pula kerajaan Pejanggik. Di sisi lain, berdirinya kerajaan Pejanggik lebih disebabkan karena kerajaan Selaparang yang dianggap mampu mengayominya ternyata tidak mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan wilayah sekitar. Maka kerajaan Pejanggik pun melepaskan diri dari Selaparang.

lombok.jpg

Foto hanya ilustrasi

Berbeda dengan Selaparang yang merupakan daerah pesisir, maka Pejanggik merupakan kerajaan yang berada di wilayah pedalaman. Kerajaan Pejanggik yang terletak di daerah pedalaman memang cenderung statis, akan tetapi kondisinya lebih tenang dan penuh dengan kewibawaan. Daerah kekuasaan Pejanggik meliputi pantai barat sampai pantai timur pulau Lombok, dari Belongas hingga Tanjung Ringgit.

Berdirinya kerajaan Pejanggik bermula dari menyepinya Deneq Mas Putra Pengendengan Segara Katon ke daerah Rambitan. Beliau didampingi oleh putranya Deneq Mas Komala Sempopo, yang kemudian menurunkan raja-raja Pejanggik. Dari keturunan Deneq Mas Komala Dewa Sempopo inilah pada generasi kelima menurunkan Deneq Mas Komala Sari. Kemudian Deneq Mas Unda Putih pada generasi keenam dan dilanjutkan oleh Deneq Mas Bekem Buta Intan Komala Sari pada generasi ketujuh. Kakak Deneq Mas Bekem Buta Intan Komala Sari yang bernama Pemban Mas Aji Komala dilantik sebagai raja muda dan mewakili Gowa di Sumbawa pada tanggal 30 November 1648 M. Sejak itulah tercatat bahwa kerajaan Pejanggik mulai mengalami perkembangan.

Kerajaan Pejanggik mengalami perkembangan yang semakin pesat setelah bertahtanya Pemban Mas Meraja Sakti. Beliau kawin dengan putri Raden Mas Pemekel (Raja Selaparang) bernama Putri Mas Sekar Kencana Mulya. Dewa Mas Pakel sebagai raja di Selaparang menyadari kekeliruannya selama ini yang terlalu banyak memperhatikan Sumbawa dan melupakan Pejanggik yang merupakan saudaranya. Selanjutnya, Raja Selaparang menyerahkan berbagai benda pusaka dalem ke Pejanggik yang merupakan pertanda bahwa Pejanggik menjadi penerus misi pemersatu di Gumi Sasak. Hal ini membuat raja muda Raja Mas Kerta Jagat yang merupakan pengganti selanjutnya di kerajaan Selaparang semakin tersinggung.

Bergabungnya Arya Banjar Getas membut Pejanggil semakin kuat. Akan tetapi, hal ini justru menyebabkan semakin renggangnya hubungan antara Selaparang-Pejanggik. Kerajaan Pejanggik pun mempersatukan kerajaan-kerajaan kecil lainnya, seperti Langko, Sokong, Bayan, Tempit, dan Pujut. Kerajaan lainnya dijadikan kedemungan dengan gelar kerajaan seperti Datu Langko, Datu Sokong, Datu Pujut, dan lain-lain. Sedangkan raja Pejanggik sendiri memakai gelar yang sama dengan kerajaan Selaparang, yaitu Pemban. Itu juga merupakan hasil kepiawaian Arya Banjar Getas dalam menjalankan tugas-tugasnya dalam peperangan. Ia pun mendapat gelar tanirihan, yaitu Surengrana dan Dipati Patinglanga.

Secara bertahap, strategi-strategi yang digunakan oleh Arya Banjar Getas adalah sebagai berikut:

  • Melakukan konsolidasi ke dalam Pejanggik.
  • Mengisolir Selaparang dengan mendekati kerajaan-kerajaan keluarga Bayan.
  • Menggerogoti kerajaan Selaparang dengan menguasai wilayah, seperti Kopang, Langko, Rarang Suradadi, Masbagik, Dasan Lekong, Padamara, Pancor, Kelayu, Tanjung, Kalijaga, baru kemudian masuk ke Selaparang.

Arya Banjar Getas melakukan sebuah strategi konsolidasi dengan menyerahkan keris sebanyak 33 buah kepada Raja Pejanggik, lalu mengarak berkeliling dan menyerahkannya kepada para prakanggo untuk kemudian ditukar dengan keris pusaka masing-masing. Penukaran tersebut merupakan suatu bentuk kesetiaan dan loyalitas tunggal kepada raja Pejanggik. Keberhasilan Arya Banjar Getas melakukan berbagai gerakan tersebut langkah demi langkah disebut Politik Rerepeq. Bila ditinjau dari segi kekuasaan, kerajaan Pejanggik sangat solid, akan tetapi langkah-langkah yang ditempuh oleh Arya Banjar Getas dianggap merombak tatanan hubungan yang sudah merupakan budaya turun-temurun.

Sumber: Local Heritage
 
Back
Top