Teka-teki Asal-usul Istilah "Banci"

d-net

Mod
ilustrasi-banci-390x250.jpg

Mengapa saya tertarik mengusut asal kata “banci” ini? Ini disebabkan karena kata ini mempunyai makna yang berlainan pada bahasa Indonesia dan bahasa Malaysia (Melayu). Dalam wacana Melayu, “banci” bermakna “sensus, cacah jiwa, perhitungan”. Dalam wacana Indonesia, “banci” bermakna “tidak berjenis laki-laki dan juga tidak berjenis perempuan” atau “hermafrodit”. Mulai kapan kata “banci” ini berbeda denotasi dan konotasi antara penutur Indonesia dan Malaysia? Pada kamus “Abridged Malay-English Dictionary” oleh R.J. Wilkinson terbitan tahun 1908, lema “banchi” diberi 3 definisi yaitu I. toll, census, enumeration per capita. II. Tamil. adze. III. Jav. hermaphrodite (catatan: adze adalah “alat tukang kayu sejenis ketam). Kalau kita cermati, pada tahun 1908, kedua makna dari “banci” ini sudah diakomodasi, baik census maupun hermaphrodite. Pada definisi hermaphrodite diberi catatan bahwa dia berasal dari bahasa Jawa.

Menarik untuk ditelusuri lebih jauh bahwa kata “banci” ini bukan hanya dipakai oleh rumpun bahasa Melayu, tetapi juga dipakai pada bahasa Khmer (Kamboja) dan Thai dengan permaknaan “account, list, register”. Jadi, kurang lebih sama dengan permaknaan yang dipakai dalam bahasa Melayu. Di Malaysia, untuk penyebutan “orang lelaki yang kewanita-wanitaan” orang mengatakannya dengan “kedi”, “pondan” atau “papak”, di Singapura dengan “bapok” dan di Filipina dengan “bakla”, “bayut” atau “bantut”.

Sama seperti kajian etimologi (asal-usul kata) pada bahasa Inggris, acapkali terdapat beberapa “teori” tentang kelahiran suatu kata. Sangat sulit untuk mem-verifikasi mana di antara teori-teori tersebut yang paling sahih. Inilah beberapa hipotesis saya tentang kelahiran kata “banci” yang bermakna “sifat kewanita-wanitaan pada pria”. Dalam bahasa Jawa ada istilah “wandu” yang menggambarkan sifat “kemayu” di atas. Karena kita di masa lampau dijajah oleh Belanda, maka ada kecenderungan untuk memberi akhiran “tje” pada kata-kata, sehingga “wandu” berubah menjadi “wantje”. Seperti kita ketahui huruf “w” dan “b” bisa saling dipertukarkan, sehingga dengan berjalannya waktu “wantje” ini berganti menjadi “bantje” dan selanjutnya menjadi “bantji” (menurut ejaan baru ‘banci’). Pemberian akhiran “tje” ini sejalan dengan istilah dalam bahasa Belanda “mietje” yang bermakna “orang lelaki homo”. Mietje berasal dari kata “miet” dan miet sendiri merupakan pemendekan dari “sodomiet” (artinya ‘sodomi’). Jadi, kalau ada pria disebut dengan “mietje” itu sama konotasinya seperti diejek “banci” dalam bahasa Indonesia.

Hipotesa saya yang lain adalah kemiripan bunyi antara “banci” dengan “pansy” dalam bahasa Inggris. Definisi pansy adalah “an effeminate or homoseksual man or boy”. Istilah pansy ini sudah cukup lama terlahir dan menurut beberapa buku kamus bahasa slang sudah dipakai orang sejak 1920. Bisa saja kata “banci” ini menyerap dari kata “pansy” mengingat di masa baheula pelaut-pelaut Inggris banyak berkiprah di kawasan melayu dan nusantara. Teori lainnya, adalah mengacu pada istilah Belanda “baanjongen” (baan = jalanan, jongen = jejaka) yang dipakai secara eufemisme untuk penyebutan “lelaki homo atau gay”. Baan (jalanan) ini merupakan tempat pertemuan lelaki gay ini. Perhatikan pengucapan “baanjongen” yang mirip dengan “banci” ini. Dan satu lagi teori yang mungkin agak “berkhayal” yaitu kebiasaan yang sudah seperti kelatahan orang bencong ini mengucapkan kata-kata “Benci aku!”. Karena catchword ini berulang-ulang keluar dari mulut mereka, maka lama-kelamaan khalayak mengasosiasikan “benci” dengan orientasi seksual mereka menjadi “banci”.



Penulis: Gustaaf Kusno
Kompasiana.com
 
Back
Top