Herry Wirawan Guru Pencabul 13 Santriwati Dituntut Hukuman Mati

spirit

Mod
w1200

VIVA – Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat, menuntut hukuman mati kepada terdakwa kasus asusila 13 santriwati, Herry Wirawan. Sidang yang berlangsung secara tertutup ini menghadirkan Herry dengan pengawalan ketat petugas.

Tuntutan dibacakan jaksa penuntut sekaligus Kepala Kejati Jabar, Asep N Mulyana di Pengadilan Negeri Klas 1A Khusus Bandung. "Menuntut terdakwa dengan hukuman mati," ujar Asep usai persidangan, Selasa 11 Januari 2022.

Asep menegaskan, tuntutan ini sebagai bukti efek jera layak dilayangkan kepada terdakwa atas perbuatannya kepada 13 santriwati hingga melahirkan akibat nafsu bejatnya. Akibat perbuatannya pun, mengakibatkan korban mengalami dampak negatif terhadap kondisi sosial maupun fisiknya.

"Ini sebagai bukti, komitmen kami untuk memberikan efek jera kepada pelaku dan pihak lain yang melakukan kejahatan," katanya.

Sidang kasus pencabulan seorang guru di Bandung terhadap 13 santriwati

Jaksa menuntut Herry sebagaimana diatur dalam dakwaan primair, melanggar Pasal 81 ayat (1), ayat (3) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Kemudian Dakwaan Subsidair, yakni terdakwa didakwa melanggar Pasal 81 ayat (2), ayat (3) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.


 
Izin menanggapi,

dalam kasus di atas, pelaku memang di dakwakan dengan dakwaan sebagaimana yang tertuang di atas dengan hukuman mati.

Namun saya pribadi, tidak setuju dengan hukuman mati. hal tersebut dikarenakan hukuman mati sendiri di Indonesia masih mengalami perdebatan pro dan kontra, sebagaimana hal tersebut melanggar HAM dimana "setiap orang berhak untuk hidup"

kemudian daripada itupun, hakim telah menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup terhadap Herry karena telah melanggar Pasal 81 ayat (1), ayat (3), ayat (5) jo Pasal 76D Undang-undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak Jo Pasal 65 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).




Hakim juga memerintahkan agar sembilan anak dari para korban tersebut dirawat oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan nantinya dikembalikan kepada keluarga apabila korban sudah siap secara mental dan kejiwaan.

Sedangkan biaya restitusi atau ganti rugi terhadap korban sebesar Rp331 juta akan dibebankan kepada Kementerian Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan dan Anak (KPPPA) karena Herry telah dijatuhkan vonis seumur hidup.

Vonis tersebut lebih ringan dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum agar Herry dihukum mati, dengan hukuman pidana tambahan berupa pengumuman identitas dan kebiri kimia, hukuman denda Rp500 juta, serta membayar restitusi kepada korban.

terima kasih.
 
w1200

Terpidana kasus kekerasan seksual terhadap anak Herry Wirawan duduk di ruang tunggu untuk menjalani sidang vonis di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, Selasa (15/2/2022). Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung menjatuhkan vonis pidana seumur hidup kepada Herry Wirawan atas kasus pemerkosaan 13 santriwati dibawah umur sekaligus diminta membayar restitusi (santunan) kepada para korban.​

Komnas HAM Tak Sepakat Vonis Mati Herry Wirawan Pemerkosa 13 Santriwati di Bandung

JAKARTA, KOMPAS.com - Komnas HAM tidak setuju atas vonis mati yang dijatuhkan Pengadilan Tinggi Bandung terhadap Herry Wirawan, bekas pengasuh pondok pesantren di Bandung yang memerkosa 13 santriwatinya.

Secara normatif, menurut dia, hukuman mati melanggar hak hidup yang seharusnya dilindungi, bahkan tidak bisa dikurangi dalam bentuk apa pun dan oleh siapa pun.

"Kalau kita lihat dalam konstitusi kita, UUD 1945 Pasal 28I ayat (1), dikatakan bahwa hak untuk hidup adalah hak yang tidak bisa dikurangi atau dibatasi dalam kondisi apa pun. Oleh karena itu dia merupakan hak asasi yang absolut," jelas Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik melalui keterangan video, Selasa (5/4/2022).

Kalaupun Herry hendak berencana mengajukan kasasi, Taufan berharap, majelis hakim kasasi dapat mempertimbangkan ulang vonis mati yang dijatuhkan.

"Kami berharap hakim kasasi nanti mempertimbangkan satu tren global di mana hukuman mati secara bertahap telah dihapuskan, hanya tinggal berapa negara lagi yang mengadopsi hukuman mati, termasuk Indonesia," ungkap Taufan.

Taufan menegaskan bahwa penolakan Komnas HAM atas hukuman mati bukan baru kali ini dan pada kasus ini saja, melainkan juga pada kasus-kasus lain.

Secara esensial, hukuman mati juga tidak memiliki korelasi apa pun dengan pemulihan korban maupun efek jera bagi pelaku tindak pidana serupa di masa depan.

Hal ini berlaku pada vonis mati terhadap terpidana kasus kekerasan seksual, terorisme, narkoba, dan pidana-pidana lain.

Taufan beranggapan, fokus pada pemulihan korban-korban Herry justru lebih utama, meski ia menegaskan bahwa terdakwa tetap perlu diadili.

"Perlu dipahami dalam konteks ini, Komnas HAM juga tentu saja sangat berempati pada korban. Maka kami juga sangat kuat mendorong ada proses restitusi, rehabilitasi, dan perhatian yang lebih serius, (baik) dalam kasus Herry Wirawan maupun kasus-kasus lainny, kepada korban anak-anak yang ditimbulkan dari kasus kekerasan seksual atau perkosaan ini," jelasnya.

Sebelumnya diberitakan, majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup terhadap Herry Wirawan.

Vonis ini lebih ringan daripada tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntut Herry dihukum mati.

Atas vonis itu, jaksa penuntut umum menempuh banding ke Pengadilan Tinggi Bandung.

Tuntutan agar Herry tetap dihukum mati dikabulkan oleh majelis hakim Pengadilan Tinggi Bandung.

Penulis : Vitorio Mantalean

Editor : Dani Prabowo
 
Back
Top