Cerpen: Tugas Mulia Sebuah Pohon

Kalina

Moderator
"Hooree... aku akhirnya tumbuh menjadi besar. Menjadi kebanggaan dan perlindungan bagi setiap orang..." kata pohon pelangi. Ya, itu adalah namaku, nama yang diberikan seorang anak kecil kepadaku saat ingin dimusnahkan manusia-manusia tak berprikemanusiaan itu.

Saat itu, dia memberiku nama pelangi karena aku telah memberikan sinar terang. Seperti pelangi dari kegelapan kehidupannya. Kegelapan dari segala kebahagiaan hidup yang tidak pernah didapatkan. Dia adalah anak seorang pengemis. Dia mengamen di jalan setiap hari, kehujanan, kedinginan di jalan, dan diusir serta dihina banyak orang. Namun, hati anak itu sangat mulia. Dia menyelamatkanku dari kondisi alam yang gersang dan memindahkanku dengan sangat hati-hati agar aku tidak mati.

Menanam, merawat, dan menyiramiku secara rutin. Namun, beberapa bulan berikutnya, aku tak tahu nasib anak itu. Dengar-dengar, dia tertangkap satpol PP saat penggusuran gepeng (gelandangan dan pengemis). Saat itu, aku ingin balik menolongnya. Tapi, aku sudah tertancap di sini dan tak bisa ke mana-mana. Maka, aku sangat berutang budi kepadanya. Aku berjanji pada diriku, saat besar nanti akan menjadi pohon yang baik seperti anak itu

"Hari pertamaku dewasa kira-kira apa yang akan kulakukan ya?" tanya pohon pelangi. "Aahaa. Aku tahu, aku akan berusaha melindungi orang-orang yang berteduh padaku, baik saat panas matahari menyengat maupun hujan deras.

Tidak lupa juga aku akan mengisap air yang banyak. Tujuannya, mereka tidak kebanjiran saat hujan. Setelah berpikir, akhirnya datanglah tiga orang yang berteduh saat panas matahari menyengat.

Si pohon pun bersiap-siap melakukan tugasnya. Namun, setelah beberapa jam berteduh, manusia itu membawa sebuah paku dan palu serta papan dari besi. Isinya iklan badut, tukang las, dan sebagainya. Lalu, manusia itu menancapkan papan iklan tersebut pada pohon itu.

"Aaah... tidak. Sakit sekali rasanya. Bagaimana bisa mereka melakukan itu padaku? Dia sudah kutolong, tapi apa balasannya? Dasar manusia tidak tahu terima kasih, " geram si pohon pelangi.

Lima tahun kemudian, tak terasa pohon pelangi semakin berumur. Batangnya semakin besar dan kukuh. Walaupun tubuhnya berubah, sifatnya masih sama. Tentunya, ia masih bertahan hidup dari ulah manusia nakal itu. Namun, di siang bolong ini memang tidak ada yang tahu nasib seseorang. Lagi-lagi, ia masih melindungi manusia dari teriknya matahari. Manusia itu malah membakar sampah tepat di atas akar-akarnya yang menonjol.

"Astaga, ujian apalagi ini. Sakit sekali rasanya, panas dan hampir mati aku dibuatnya!! Tapi, aku tidak boleh menyerah. Tugasku menjaga bumi ini dari kehancuran. Untuk sementara, biarkan saja ulah manusia ini. Mungkin kelak mereka kapok dengan ulahnya sendiri. Sebab, asap polusi yang dihasilkannya akan menanamkan kuman-kuman dalam tubuhnya," ujar sang pohon.

Tahun berganti tahun, usia pohon pelangi sudah lebih dari 20 tahun. Namun, kejadian itu tidak membuat para manusia jera. Yang ada malah semakin menjadi.

Alhasil, si pohon pelangi hampir saja kehilangan sebagian tubuhnya. Bahkan, sel-sel tubuhnya hampir tinggal sedikit. Selain itu, iklan-iklan berupa lembaran-lembaran, poster-poster, dan pamflet-pamflet terus menutupi batang si pohon pelangi. Dengan kondisi seperti itu serta semakin besarnya lubang batang pohon tersebut, si pohon pelangi berusaha tetap hidup selama 20 tahun ke depan.

Tetapi, sepertinya, hal itu sulit terwujud. Hanya selang beberapa tahun, di suatu hari dengan cuaca sangat buruk, hujan lebat disertai kilat menyambar-nyambar, si pohon pelangi benar-benar merasa tidak kuat tagi. Akhirnya, dia mati dengan menjatuhkan diri di atas mobil-mobil dan kendaraan bermotor.

Yaa... si pohon pelangi merobohi beberapa kendaraan dan ada enam korban dalam peristiwa itu. Kini tak akan ada lagi pohon yang berjasa seperti pohon pelangi. Akankah manusia di bumi ini berhenti atas ulahnya? Ataukah mereka akan tetap seperti itu. Hanya kitalah yang tahu jawabannya.
 
cerita yg kayak gini nih yg dibutuhkan oleh adik2 kita. tp sygnya gak bnyk yg nulis crta spt ini,, keep writing ya?
 
Back
Top