Mou MS-Indonesia Langgar Syarat Hukum

langit_byru

New member
Mou MS-Indonesia Langgar Syarat Hukum

Wicaksono Hidayat - detikInet
Rapin Mudiardjo (pribadi)

Jakarta, Memorandum of Understanding (MoU) yang telah dibuat antara Microsoft dengan Pemerintah Indonesia ternyata melanggar syarat hukum. Demikian pendapat Koordinator ICT Watch Indonesia, Rapin Mudiardjo, SH. ACCS., dalam Legal Memorandum ICT Watch yang diterima detikINET, Jumat (22/12/2006).

"Kami berpendapat bahwa MoU ini telah melanggar syarat subyektif sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yang oleh karenanya MoU tersebut dapat dimintakan pembatalan," tutur Rapin.

Sesuai Kitab Undang-Undang Hukum (KUH) Perdata, menurut Rapin, PT Microsoft Indonesia sebagai badan hukum terpisah dari Microsoft Corp. dalam melakukan sebuah tindakan hukum (dalam hal ini penandatanganan MoU) harus dilakukan oleh Direksi atau Kuasa Direksi. Sedangkan dalam MoU tesebut, penandatangannya adalah Chris Atkinson, President of Microsoft South East Asia.

"Di dalam MoU tersebut tidak dijelaskan hubungan hukum antara Chris Atkinson President dari Microsoft South East Asia dengan PT. Microsoft Indonesia, apakah yang bersangkutan adalah anggota Direksi atau sebagai Kuasa Direksi. Bilamana Chris Atkinson bukanlah anggota Direksi PT Microsot Indonesia atau bukan kuasa Direksi PT Microsoft Indonesia, maka Chris Atkinson tidak berwenang untuk menandatangani MoU," Rapin menegaskan.

Melalui kajian terhadap salinan MoU yang beredar, Rapin berpendapat bahwa MoU tersebut tidak melahirkan kewajiban apapun dari kedua pihak, maupun pihak ketiga. "Singkatnya dapat dikatakan bahwa MoU antara Pemerintah dengan PT. Microsoft Indonesia dapat dikategorikan sebagai gentleman agreement," ujar Rapin.

Dengan kesimpulan tersebut, ujar Rapin, maka MoU itu menjadi aneh karena mengandung sebuah lampiran (appendix) yang merinci hal-hal seperti jumlah lisensi yang dibeli Pemerintah dan diberikan (grant) oleh Microsoft; harga akhir yang akan ditentukan oleh reseller; ketentuan pembayaran; hingga ketentuan syarat mengenai lisensi.

"Sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan, telah terjadi perbedaan makna. Pada batang tubuh (materi MoU), tidak berisikan tentang kewajiban namun pada bagian lampiran berisikan kewajiban yang harus dipenuhi oleh Pemerintah," ia menambahkan.

Sesali MoU

ICT Watch melalui legal memorandum tersebut menyatakan ketidaksetujuan dan penyesalannya dengan telah ditandatanganinya MoU antara Microsoft dan Pemerintah Indonesia.

Lewat MoU tersebut, ujar Rapin, seakan-akan menunjukkan bahwa Pemerintah berkeinginan kalangan industri mengikuti langkahnya tersebut atau setidak-tidaknya mendorong pembelian lisensi perangkat lunak Microsoft. "Kebijakan Pemerintah yang demikian menurut kami justru bertentangan dengan apa yang selama ini diserukan oleh Pemerintah sendiri seperti berbagai kampanye dan Deklarasi IGOS oleh 5 (lima) menteri," ujarnya.

Rapin juga menyinggung telah adanya Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika No. 05/SE/M.KOMINFO/10/2005 tentang Pemakaian dan Pemanfaatan Penggunaan Piranti Lunak Legal di Lingkungan Instansi Pemerintah. Menurut surat tersebut, penggunaan perangkat lunak open source (khususnya yang lokal) adalah suatu pilihan yang cerdas oleh instansi pemerintah.

"Lalu jika demikian, secara a contrario (ditafsirkan secara terbalik-red) apa sebutannya bagi pilihan Pemerintah yang mengarahkan pada pembelian lisensi perangkat lunak propietary yang notabene buatan luar negeri?" Rapin menambahkan.

Sensus komputer ilegal di kalangan instansi pemerintah, Rapin melanjutkan, bisa menjadi senjata makan tuan jika pemerintah ternyata tak sanggup membeli lisensi dari Microsoft untuk 'mengisi' komputer ilegal yang ditemukan. "Berdasarkan data sensus/audit tersebut, pihak Microsoft tentunya memiliki bukti yang kuat, untuk menuntut Pemerintah di muka pengadilan Indonesia atas tindakan pelanggaran hak cipta vide Pasal 72 UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Jangan sampai nantinya Pemerintah Indonesia justru tersandera oleh kebijakan dan hukumnya sendiri," tukas Rapin.

ICT Watch berharap pemerintah membatalkan MoU tersebut. Atau paling tidak pemerintah jangan memfinalisasi niatan untuk membeli lisensi perangkat lunak Microsoft tanpa kajian yang mendalam. "Untuk itu, dalam tenggang waktu hingga 31 Maret 2007, Pemerintah dengan dukungan seluruh pemangku kepentingan di negara ini punya kesempatan untuk memperbaiki arah kebijakan kepada pemilihan perangkat lunak yang relatif netral dan tidak membebani keuangan negara," Rapin menandaskan. (wsh/wsh)
 
Kalau demikian maka bisa dikoreksi itu gan, agar tidak menjadi hal yang melanggar. Untuk itu urusan mereka yang berkecimpung dalam hal ini.
 
Back
Top