Nasehat terakhir Bhante Ananda

singthung

New member
Sumber: Theragatha 17.3



Inilah nasehat terakhir Bhante Ananda:

82.000 ajaran dari Sang Buddha
telah aku terima;
2.000 lagi dari murid beliau;
Sudah 84.000 yang aku ketahui.

Siapapun yang tak pernah mendengar dan memahaminya,
Ia hanya tumbuh layaknya seekor lembu:
Hanya badannya saja yang tumbuh bertambah besar,
Tetapi kebijaksanaannya tidak menambah.

Siapapun yang telah mendengar dan belajar banyak,
Tetapi menghina dan mencela ia yang tak belajar banyak,
Ia hanyalah bagaikan si buta yang memegang lampu.
Begitulah aku seharusnya menganggap orang seperti itu.


Kalian seharusnya mengikuti ia yang telah belajar banyak,
Dengan demikian apa yang telah diturunkan tersebut tak akan dilupakan,
Inilah akar sejati dari kehidupan suci;
Demikianlah kalian seharusnya menjadi pelindung Dhamma ini.

Mengetahui awal dan akhirnya,
Mengerti jelas juga maknanya;
Pandai dalam penggunaan bahasa dan lainnya;
Makna yang dipahaminya tersebut dijadikan sumber renungan.

Tekun dalam menerapkannya,
Ia berusaha mengambil maknanya secara seimbang,
Pada saat yang tepat ia akan berupaya,
Memusatkan pikirannya.


Commentary:

Ini adalah nasehat terakhir Bhante Ananda, pendamping setia Sang Buddha. Nasehat ini diberikan oleh Bhante Ananda setelah ia mencapai kesucian Arahat. Saat itu Sang Buddha telah mencapai parinibbana, dan telah muncul cukup banyak perselisihan di dalam Sangha.

Nasehat ini diberikan oleh Bhante Ananda sebagai upaya untuk meneruskan ajaran Sang Buddha kepada generasi berikutnya (peran seorang pengawal Dhamma). Tentunya saat itu kedua murid utama Sang Buddha telah tiada, Bhante Sariputta dan Maha Moggalana. Dari semua murid Sang Buddha, Bhante Ananda dianggap sebagai yang paling terpelajar (paling banyak mendengar dan mengetahui ajaran Sang Buddha). Di beberapa kesempatan, Bhante Sariputta sendiri bertanya kepada Bhante Ananda tentang perihal Dhamma, dan menyanjungnya sebagai bhikkhu yang paling terpelajar diantara semua pengikut Sang Buddha.

Dari syair terakhir Bhante Ananda ini, kita dapat mempelajari banyak hal. Pertama, Bhante Ananda menjelaskan dirinya sebagai pewaris Dhamma Sang Buddha. Tujuan dari pernyataannya ini adalah untuk menyadari bhikkhu-bhikkhu lainnya bahwa ia adalah bhikkhu yang tepat untuk mengajari ajaran Sang Buddha yang telah banyak ia pelajari. Seorang Arahat tentunya sudah tidak memiliki sedikitpun keangkuhan. Hanya atas rasa belas kasihan inilah Bhante Ananda menjelaskan kwalitas dirinya ini agar yang lain mampu mengambil manfaat sebesarnya dari dirinya.

Kedua, Bhante Ananda sangat menjunjung tinggi Dhamma. Ia sangat menghargai mereka yang belajar banyak Dhamma, tetapi ia tak menghargai mereka yang menghina dan mencela orang lain hanya karena mereka telah belajar banyak. Menarik sekali mendengar beliau memberikan perumpamaan "orang buta yang memegang lampu." Tentunya mereka yang menghina dan mencela tidak mampu mengambil manfaat dari Dhamma tersebut; mereka hanya sekedar memegangnya saja. Sesungguhnya Dhamma yang sangat mulia ini sekalipun hanya pantas dipergunakan untuk diambil manfaatnya saja, bukan untuk dekorasi dan bukan untuk pameran.

Ketiga, Bhante Ananda kembali menjelaskan pentingnya mempelajari Dhamma. Beliau menyebutkannya sebagai fondasi dari kehidupan suci. Akar atau fondasi adalah sesuatu yang mempertahankan keberlangsungan, yang seharusnya dianggap sangat penting. Lagi-lagi Beliau menyarankan bhikkhu-bhikkhu muda untuk tekun mempelajari Dhamma. Beliau mengatakan bahwa ia yang tekun mempelajari Dhamma bukan hanya hidup selayaknya seorang bhikkhu, akan tetapi ia juga mengawal keberlangsungan Dhamma ini. Tentunya inilah yang dikenal dalam ajaran Sang Buddha sebagai "demi manfaat untuk diri ini dan orang lain."

Keempat, Bhante Ananda mengajari kita cara mempelajari Dhamma ini. Banyak yang menganggap mempelajari Dhamma itu adalah satu hal, meditasi adalah hal lain, dan tak ada hubungan (penghubung) antar kedua hal ini. Anggapan ini tentunya salah. Mempelajari Dhamma seharusnya dianggap sebagai fondasi. Dan bagaimanakah pengetahuan Dhamma berfungsi sebagai fondasi? Hal ini dijelaskan oleh Bhante Ananda.

Dalam mempelajari kotbah Sang Buddha, kita seharusnya memahami situasi dan kondisi saat kotbah tersebut diberikan. Bila Sang Buddha memberikan kotbah kepada mereka yang pelatihan dirinya ekstrim, maka kita dapat mengharapkan kotbah Sang Buddha akan bersifat mengendorkan pelatihan ekstrim mereka. Bila saja kotbah itu ditujukan kepada mereka yang kendor pelatihannya, maka kita dapat mengharapkan kotbah Sang Buddha akan terkesan tegas. Jadi dalam mempelajari Dhamma kita seharusnya pandai dalam menilai hal-hal seperti ini. Dan ketika kita telah belajar banyak, kita mampu mengetahui mana bagian yang patut dibabarkan pada awalnya, mana bagian yang patut dibabarkan pada akhirnya. Maksud dari awal dan akhir ini adalah penguraian tersebut seharusnya ditujukan kepada tingkat pemula terdahulu, setelah itu baru secara bertahap-tahap dijelaskan sesuai tingkatnya. Bila tidak, orang lain akan kewalahan dan tak akan mampu mengerti ajaran tersebut. Misalnya, banyak yang mengikuti meditasi Buddhis tanpa mengetahui dasar ajaran Sang Buddha terdahulu. Banyak yang mempelari terdahulu ajaran yang seharusnya dipelajari akhir, dan setelah itu mempelajari ajaran awal. Ketika mereka tak jeli maka mereka tak akan mengerti Dhamma ini.

Tentunya dalam mempelajari Dhamma, mengerti maknanya adalah yang terpenting. Penggunaan bahasa dan lainnya bersifat mendukung terhadap pemahaman makna ini. Bila saja seseorang tak pandai menggunakan bahasa, maka para pendengar tak akan mampu mengambil maknanya. Bhante Ananda mengatakan bahwa kita seharusnya pandai dalam mengambil makna, setelah itu kita renungi makna itu. Banyak yang menganggap mantra dan paritta seharusnya dibaca saja tanpa perlu dimengerti artinya. Dari penjelasan Bhante Ananda ini, tentunya kita seharusnya membaca untuk memahami maknanya. Membaca tanpa mengerti maknanya bukanlah Dhamma. Membaca dengan mengerti maknanya itulah Dhamma. Membaca sambil merenungi maknanya adalah perenungan terhadap Dhamma. Tentunya membaca tidak harus selalu membaca dengan suara; membaca dalam hati adalah termasuk perenungan Dhamma yang dijelaskan oleh Bhante Ananda.

Pada akhirnya Bhante Ananda mengajari kita bagaimana seseorang yang tekun mempelajari Dhamma akan mencapai Nibbana. Dhamma yang dipelajari tersebut diambil maknanya dengan bijaksana. Di sinilah terdapat banyak keraguan dan kesalahpahaman. Ada yang salah dalam mengambil maknanya dan tak menyadarinya. Ada yang ragu dan tak mampu mengambil maknanya. Ia yang telah melewati tahap ini akan menuju ke tahap berikutnya, yakni berupaya lebih giat lagi untuk mengurangi nafsu kebencian dan keserakahan. Dan akan tiba saatnya ketika pikirannya yang telah bersih dari kebencian dan keserakahan ini akan terpusat dan meraih konsentrasi. Saat itulah pikiran yang terkonsentrasi tersebut akan langsung melihat empat kesunyataan mulia ini: dukkha, asal mulanya dukkha, lenyapnya dukkha, dan jalan menuju lenyapnya dukkha. Dengan terlihatnya empat kesunyataan mulia ini dengan pikiran yang terkonsentrasi, maka semua keterikatan akan lenyap.

Syair Bhante Ananda ini mengandung makna yang luar biasa. Apa yang telah beliau ketahui telah beliau tunjukan kepada kita. Begitulah sifat mulia beliau yang patut kita kenang dan telusuri.

 
Back
Top