Miskonsepsi mengenai agama Buddha

singthung

New member
Miskonsepsi mengenai agama Buddha


Berikut ada sebuah artikel yang memuat beberapa miskonsepsi mengenai agama Buddha. Agak panjang sih, tapi menarik sekali untuk disimak :

Banyak konsep-konsep keliru yang tersebar di sekitar kita dan bahkan ada yang telah menjadi pendapat umum, sehingga kita seringkali secara tidak sadar menerima dan menelannya begitu saja sebagai suatu kebenaran. Akibatnya kita pun jadi tidak menyadari kekeliruan pandangan kita terhadap suatu peristiwa atau obyek.

Menyadari hal itu, tidak mengherankan kalau di kalangan masyarakat Indonesia--termasuk di kalangan mereka yang mengaku beragama Buddha--juga beredar anggapan-anggapan keliru terhadap agama Buddha. Memang tidak mudah menjadi orang yang selalu bisa mengikuti anjuran Sang Buddha untuk "ehipassiko" (dan dan lihatlah) maupun untuk berpedoman "jangan mudah percaya" sebagaimana yang dibabarkan Sang Buddha dalam Kalama Sutta.

Namun lepas dari kelemahan manusia yang mudah menerima begitu saja segala informasi tanpa disaring terlebih dahulu, anggapan keliru sesungguhnya sering bermula--dan juga mendapatkan penegasan--dari praktek-praktek non Buddhis yang dilakukan umat Buddha. Dalam hal ini semestinya umat Buddha mawas diri dan berusaha menjaga agar citra umat Buddha tidak menjadi jelek di mata umum. Sedangkan untuk meluruskan anggapan-anggapan keliru yang sudah beredar, memang diperlukan usaha-usaha ekstra untuk memberikan penerangan yang jelas kepada masyarakat teruatama di kalangan umat Buddha sendiri.

Beberapa anggapan keliru itu adalah:

1. agama Buddha mengajarkan untuk hidup pasif dan berpandangan pesimis.

2. agama Buddha mengajarkan untuk melarikan diri dari kenyataan hidup

3. agama Buddha hanya cocok untuk orang-orang tua

4. agama Buddha adalah agama nenek moyang yang sudah ketinggalan jaman

5. agama Buddha mengajarkan untuk menyembah berhala

6. agama Buddha penuh dengan ketakhayulan dan mengajarkan untuk bakar-bakar kertas

7. agama Buddha menganjurkan umat Buddha untuk menjadi Bhikkhu

8. agama Buddha menganjurkan umat Buddha untuk vegetarian

9. agama Buddha membuat negara menjadi tidak maju

10. agama Buddha tidak melakukan pelayanan sosial

11. agama Buddha tidak memiliki konsepsi mengenai Tuhan Yang Maha Esa

Berikut ini akan dibahas satu persatu mengenai sebab dari anggapan keliru di atas serta jawaban dan penjelasan yang harus diberikan untuk meluruskannya. Adanya anggapan-anggapan keliru terhadap agama Buddha yang menyebabkan seseorang masih memiliki keraguan terhadap Buddhadharma. Agar keyakinannya dapat tumbuh secara benar, anggapan keliru tersebut harus dihapuskan terlebih dahulu.

Agama Buddha mengajarkan untuk hidup pasif dan berpandangan pesimis

Anggapan keliru ini muncul karena Sang Buddha menyatakan bahwa hidup ini adalah dukkha. sesungguhnya pengertian dukkha di sini adalah "tidak memuaskan". Agama Buddha tidak menyangkal bahwa hidup manusia ini diliputi senang dan susah yang silih berganti. Namun karena selain senang ada pula susah dan keduanya itu tidak kekal, maka hidup menjadi sesuatu keadaan yang tidak memuaskan. Dengan demikian dalam hal ini tentunya pandangan yang diajarkan agama Buddha bukanlah pandangan yang pesimistis, tetapi justru pandangan yang sanat realistis.

Sang Buddha menyatakan bahwa hidup ini dukkha maksudnya agar kita menyadari bahwa kehidupan kita yang sekarang masih belum sempurna dan setelah kita memahaminya tentu kita akan berusaha merealisasikan keadaan yang sempurna atau kebahagiaan sejati. Seperti halnya orang yang sakit, baru setelah mengetahui dirinya sakit ia akan berobat ke dokter untuk mengetahui sebab sakitnya dan apa obatnya. Setelah mengetahui obatnya ia akan memakannya supaya bisa sembuh dan sehat kembali.

Sang Buddha tidak hanya menyatakan bahwa hidup ini dukkha, tetapi juga menjelaskan sebab dari dukkha, keadaan lenyapnya dukkha, dan jalan untuk melenyapkan dukkha. Dengan demikian jelas bahwa agama Buddha tidak mengajarkan untuk hidup pasif. Umat Buddha justru manusia-manusia aktif yang berusaha melaksanakan jalan tengah yang diajarkan Sang Buddha untuk dapat mencapai kesempurnaan, atau paling tidak bisa mencapai keadaan yang lebih baik daripada sebelumnya dan bukannya semakin merosot.

Agama buddha mengajarkan untuk melarikan diri dari kenyataan hidup

Para Bhikkhu sering dikatakan telah meninggalkan keduniawian, sehingga dianggap agama Buddha mengajarkan untuk melarikan diri dari kenyataan hidup. Sesungguhnya hal ini tidak benar. Benar bahwa para bhikkhu meninggalkan rumah, tetapi mereka tetap berada di dunia ini. Bahkan para Buddha, Bodhisatva, dan Arahat aktif menyebarkan kebenaran demi kesejahteraan dunia, tetapi akan lebih tepat jika dipahami sebagai "mengatasi keduniawian".

Sesungguhnya justru para bhikkhulah yang dalam latihan dan perenungannya benar-benar menghadapi kenyataaan hidup dan senantiasa berusaha mengatasi keserakahan, kebencian, dan kedunguan. Sedangkan umat awam banyak yang tidak berusaha menghadapi dan mengatasi masalah-masalah kehidupan secara tuntas, mereka lebih sering melarikan diri dari kenyataan hidup.

Agama Buddha hanya cocok untuk orang-orang tua

Anggapan keliru bahwa agama Buddha hanya cocok untuk orang-orang yang sudah tua dan tidak lagi punya kesibukan dapat timbul karena orang melihat praktek sebagian umat Buddha awam yang dalam melakukan kebaktian pagi dan sore menggunakan waktu yang cukup lama. Menganggap kebaktian dalam agama Buddha itu menyita waktu lama adalah keliru. Sebetulnya para perumahtangga yang memiliki banyak tugas dan pekerjaan dalam melakukan kebaktian secara singkat saja, tidak harus sepanjang seperti yang dilakukan seperti para Bhikkhu.

Agama Buddha sesungguhnya lebih cocok untuk orang-orang muda, karena sangat banyak keuntungannya jika seseorang sudah dapat mempraktekkan ajaran agama Buddha sejak masih muda.

Agama Buddha adalah agama nenek moyang yang sudah ketinggalan jaman

Anggapan seperti ini terjadi di tempat-tempat di mana umat Buddha menganut agama Buddha secara turun-temurun, namun hanya tinggal tradisinya saja. Tradisi itu pun dilaksanakan dengan tanpa pengertian benar. Tempat ibadah yang terkesan kuno juga telah ikut memunculkan anggapan bahwa agama Buddha sudah ketinggalan jaman.

Sesungguhnya kalau kita mau mengkaji ajaran agama Buddha, maka tidak akan pernah timbul pendapat bahwa agama Buddha itu sudah ketinggalan jaman. Agama Buddha memang agama warisan nenek moyang, namun agama Buddha merupakan agama yang tidak akan pernah ketinggalan jaman karena agama Buddha itu mengajarkan Kesunyataan, kebenaran mutlak yang tidak tergantung pada waktu, tempat, dan keadaan. Bahkan pada jaman sekarang agama Buddha semakin menarik perhatian dunia Barat dan semakin mudah diterima oleh kaum intelektual karena merupakan agama yang tetap selaras dengan penemuan-penemuan ilmu pengetahuan modern.

Agama Buddha mengajarkan untuk menyembah berhala

Anggapan bahwa agama Buddha mengajarkan untuk menyembah berhala disebabkan karena kalau dilihat sepintas lalu memang ada kemiripan antara umat Buddha yang bersujud di muka Buddharupang dengan para penyembah berhala. Namun sesungguhnya umat Buddha yang telah memahami Buddhadhamma hanya akan menjadikan Buddharupang sebagai sarana untuk mrnghormati sifat-sifat luhur Sang Buddha, sehingga akan dapat meneladani Sang Buddha. Sama seperti seorang warganegara ketika memberikan penghormatan bendera nasionalnya, yang dihormati bukanlah secarik kain, tetapi lambang kebesaran bangsa dan negara yang terkandung pada bendera tersebut.

Agama Buddha penuh dengan ketakhayulan dan menganjurkan bakar-bakar kertas

Anggapan ini disebabkan oleh dua hal. Pertama, orang tidak mengerti makna sesungguhnya dari upacara-upacara dalam agama Buddha. Kedua, orang menganggap praktek-praktek non Buddhis sebagai bagian dari ajaran Sang Buddha.

Lilin, dupa, dan bunga yang kita persembahkan di altar semata-mata wujud penghormatan kita kepada Sang Buddha, sekaligus tanda bahwa kita ingat akan Dhamma yang beliau ajarkan. Lilin melambangkan cahaya Dhamma, dupa melambangkan keharuman Dhamma, dan bunga melambangkan keindahan Dhamma.

Kebaktian agama Buddha juga jauh dari ketakhayulan. Tujuan kebaktian dalam agama Buddha hanyalah untuk memusatkan perhatian dan memperkuat keyakinan kita kepada Buddha, Dhamma, Sangha. Agama Buddha justru menyatakan bahwa adanya pandangan "melalui upacara, kesucian dan pembebasan mutlak akan dapat diperoleh" merupakan salah satu belenggu yang harus dipatahkan.

Mengenai bakar-bakar uang kertas, rumah-rumahan kertas, dan sebagainya,semua itu adalah warisan tradisi orang Tionghoa dari jaman dahulu dan bukan milik agama Buddha. Demikian pula mengambil ciamsi, menanyakan peruntungan, meramalkan nasib, semua itu tidak dibenarkan dalam agama Buddha. Sesungguhnya umat Buddha telah memiliki pegangan yang mantap yaitu Hukum Karma.


Agama Buddha menganjurkan umat Buddha untuk menjadi Bhikkhu

Anggapan keliru bahwa kalau semua orang belajar agama Buddha maka nanti semua orang akan jadi Bhikkhu sehingga umat manusia akan musnah, merupakan anggapan yang terlalu berlebihan. Anggapan keliru tersebut timbul lebih karena kecemasan orang-orang tua yang melihat ada banyak pemuda yang meninggalkan rumah untuk menjadi bhikkhu, dan karena keterikatan mereka terhadap anak sangat kuat maka mereka tidak ingin anaknya menjadi bhikkhu. Sebagian dari mereka malah melarang anaknya pergi ke Vihara atau bahkan ada yang lebih suka jika anaknya tidak menganut agama Buddha.

Sesungguhnya menjalanin kehidupan dalam kebhikkhuan tidaklah mudah, oleh karena itu, orang yang memilih hidup menjadi bhikkhu jumlahnya tidak bisa banyak. Dan menurut agama Buddha sendiri, orang yang ingin mempelajari agama Buddha tidak harus menjadi Bhikkhu. Daripada menjadi bhikkhu namun tidak dapat menjalankan Dhamma dan Vinaya dengan baik, lebih baik menjadi umat awam yang baik saja. Menjadi bhikkhu atau tidak adalah pilihan yang dibenarkan agama Buddha. Namun dengan menjadi bhikkhu seseorang memang akan dapat sepenuhnya hidup untuk Buddhadhamma.

Agama Buddha menganjurkan umat Buddha untuk vegetarian

Anggapan keliru ini timbul karena agama Buddha yang berkembang di cina sangat mengutamakan hidup vegetarian, sehingga timbul anggapan agama Buddha mengharuskan umatnya untuk vegetarian. Padahal umat Buddha di banyak negara di luar Cina tidak vegetarian. Agama Buddha tidak mengharuskan umatnya vegetarian. Namun demikian, vegetarian merupakan latihan yang baik untuk dijalankan. Vegetarian akan dapat mengembangkan dan memelihara rasa welas asih kita sehingga kita tidak tega menyakiti makhluk hidup lain.

Agama Buddha membuat negara menjadi tidak maju

Adanya anggapan ini adalah didasarkan kenyataan-kenyataan yang ada sebagai bukti. Namun ternyata anggapan tersebut diatas keliru, karena adanay kenyataan-kenyataan lain sebagai bukti yang sebaliknya, yaitu agama Buddha jsutru telah berhasil membuat suatu negara menjadi maju. Di Indonesia sendiri, kejayaan masa lalu terjadi pada zaman Kesatuan Sriwijaya dan Keprabuan Majapahit ketika agama Buddha menjadi agama yang dianut. Masa jaya India adalah pada saat Raja Asoka memerintah dan mengembangkan agam Buddha. Jepang menjadi kuat setelah Restorasi Meiji. Demikian pula di Cina, kejayaan dinasti Tang dan dinasti Sung tidak lepas dari pengaruh agama Buddha.

Agama Buddha tidak melakukan pelayanan sosial

Anggapan ini dapat timbul karena dua hal. Pertama karena organisasi-organisasi umat Buddha memang kurang aktif bergerak dalam pelayanan sosial. Kedua, karena pelayanan sosial yang dilakukan umat Buddha cenderung tanpa publisitas sehingga tidak begitu diketahui oleh masyarakat luas.

Sesungguhnya agama Buddha sendiri mengajarkan kepedulian terhadap kesejahteraan orang banyak. Umat Buddha diajarkan untuk menumbuhkan maitrikaruna dan boddhicitta. Dalam kenyataannya di masa lalu, di India, vihara-vihara juga menyediakan sarana-sarana pendidikan masyarakat. Sistem sekolah modern dimulai oleh agama Buddha, demikian pula pada masa itu bidang pengobatan berkembang baik di lingkungan agama Buddha.

Pada masa kini, sebagai contoh, di Taiwan kegiatan pelayanan sosial dalam bidang kesehatan yang hasilnya sangat mengagumkan telah dilakukan oleh Bhikshuni Cheng Yen melalui Yayasan Tzu Chi-nya.

Agama Buddha tidak memiliki konsepsi mengenai Tuhan Yang Maha Esa

Anggapan ini muncul karena banyak buku karya para cendikiawan Buddhis yang menekankan bahwa Sang Buddha menolak konsepsi personal God (Mahabrahma) sebagai pencipta dunia. Selain itu juga karena agama Buddha lebih memusatkan perhatian pada usaha manusia untuk "merasakan" kehadiran Tuhan Yang Maha Esa (Dharmakaya) daripada membicarakannya.

Sesungguhnya agama Buddha memiliki konsepsi mengenai Tuhan Yang Maha Esa. Untuk lebih jelasnya silakan baca mengenai Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Agama Buddha.

Ketuhanan Yang Maha Esa

"Ketahuilah para Bhikkhu bahwa ada sesuatu yang tidak dilahirkan, yang tidak menjelma, yang tidak tercipta, Yang mutlak. Duhai para bhikkhu, apabila tidak ada yang tidak dilahirkan, yang tidak menjelma, yang tidak diciptakan, yang mutlak, maka tidak akan mungkin kita dapat bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemnunculan dari sebab yang lalu. Tetapi para bhikkhu, karena ada yang tidak dilahirkan, yang tidak menjelma, yang tidak tercipta, yang mutlak, maka ada kemungkinan untuk bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan. pemunculan dari sebab yang lalu."

Ungkapan di atas adalah pernyataan Sang Buddha yang terdapat dalam Sutta Pitaka, Udana VIII:3. Yang merupakan konsep Ketuhanan Yang Maha Esa dalam agama Buddha. Ketuhanan Yang Maha Esa dalam bahasa pali adalah "Atthi Ajatam Abhutam Akatam Asamkhatam" yang artinya "suatu yang tidak dilahirkan, tidak dijelmakan, tidak diciptakan, dan yang mutlak".

Dalam hal ini, Ketuhanan Yang Maha Esa adalah suatu yang tanpa aku (anatta), yang tidak dapat dipersonifikasikan dan yang tidak dapat digambarkan dalam bentuk apapun. Tetapi dengan adanya Yang Mutlak. yang tidak berkondisi (asamkhata) maka manusia yang berkondisi (samkhata) dapat mencapai kebebasan dari lingkaran kehidupan (samsara) dengan cara meditasi.

Dengan membaca konsep Ketuhanan Yang Maha Esa ini, kita dapat melihat bahwa konsep Ketuhanan dalam agama Buddha adalah berlainan dengan konsep Ketuhanan yang diyakini oleh agama lain. Perbedaan konsep tentang Ketuhanan ini perlu ditekankan di sini sebab masih banyak umat Buddha yang mencampuradukkan konsep Ketuhanan Agama Buddha dengan konsep Ketuhanan agama lain.

Bila kita mempelajari agama Buddha seperti yang terdapat dalam kitab suci Tipitaka, maka bukan hanya konsep Ketuhanan yang berbeda dengan agama lain, tetapi banyak konsep lain yang tidak sama pula. Konsep-konsep agama Buddha yang berlainan dengan konsep agama lain antara lain adalah konsep tentang alam semesta, kejadian bumi dan manusia, kehidupan manusia di alam semesta, kiamat dan keselamatan atau kebebasan.

Alam Semesta

Menurut pandangan Buddhis, alam semesta ini luas sekali. Dalam alam semesta terdapat banyak tata surya yang jumlahnya tidak dapat dihitung. Hal ini diterangkan oleh Sang Buddha sebagai jawaban atas pertanyaan bhikkhu Ananda dalam Anguttara Nikaya sebagai berikut:

Ananda, apakah kau pernah mendengar mengenai seribu Culanika Loka dhatu (tata surya kecil) ? ... Ananda, sejauh matahari dan bulan berotasi pada garis orbitnya, dan sejauh pancaran sinar matahari dan bulan di angkasa, sejauh itu pula luar seribu tata surya. Di dalam seribu tata surya terdapat seribu matahari, seribu bulan, seribu Sineru, seribu Jambudipa, seribu Aparayojana, seribu Uttarakuru, seribu Pubbavidehana ... inilah, Ananda yang dinamakan seribu tata surya kecil (sahassi culakina lokadhatu)

Ananda, seribu kali sahassi culanika lokadhatu dinamakan "Dvisahassi majjhimanika lokadhatu". Ananda, seribu Dvisahassi majjhimanika lokadhatu dinamakan "Tisahassi Mahasahassi Lokadhatu"

Ananda, bilamana Sang Tathagata mau, maka ia dapat memperdengarkan suaranya sampai terdengar di tisahassi mahasahassi lokadhatu, ataupun melebihi itu lagi.

Sesuai dengan kutipan di atas dalam sebuah Dvisahassi Majjhimanika Lokadhatu terdapat 1000x1000=1000000 tata surya. Sedangkan dalam Tisahassi Mahasahassi Lokadhatu terdapat 1000000x1000=1000000000 tata surya. Alam semesta bukan hanya terbatas pada satu milyard tata surya saja, tetapi masih melampaui lagi.

Kejadian Bumi dan Manusia

Terjadinya bumi dan manusia merupakan konsep yang unik pula dalam agama Buddha, khususnya tentang manusia pertama yang muncul di bumi kita ini bukanlah hanya seorang atau dua orang, tentang manusia pertama di bumi kita ini hanya diuraikan oleh Sang Buddha dalam Digha Nikaya, Agganna Sutta dan Bharmajala Sutta. Berikut di bawah ini adalah uraian dari Aggana Sutta.

"Vasettha, terdapat suatu saat, cepat atau lambat, setelah suatu masa yang lama sekali, ketika dunia ini hancur. Dan ketika hal ini terjadi, umumnya makhluk-makhluk terlahir kembali di Abhassara (alam cahaya), di sana mereka hidup dari ciptaan batin (mano maya), diliputi kegiuran, memiliki tubuh yang bercahaya, melayang-layang di angkasa, hidup di dalam kemegahan. Mereka hidup demikian dalam masa yang lama sekali.

Pada waktu itu (bumi kita ini) semua terdiri dari air, gelap gulita. Tidak ada matahari atau bulan yang nampak, tidak ada bintang-bintang atau konstelasi-konstelasi yang nampak, siang maupun malam belum ada, ... laki-laki maupun wanita belum ada. Makhluk-makhluk hanya dikenal sebagai makhluk-makhluk saja.

Vasetha, cepat atau lambat, setelah waktu yang lama sekali bagi makhluk-makhluk tersebut, tanah dengan sarinya muncul keluar dari dalam air. Sama seperti bentuk-bentuk buih (busa) dipermukaan nasi susu masak yang mendingin, demikianlah munculnya tanah itu. Tanah itu memiliki warna, bau, dan rasa. Sama seperti dadi dudu atau mentega murni, dmeikianlah warna tanah itu, sama seperti madu tawon murni, demikianlah manis tanah itu. Kemudian, Vasetha, di antara makhluk-makhluk yang memiliki sifat serakah (lolajatiko) berkata: "O, apakah ini?" dan mencicipi sari tanah itu dengan jarinya. Dengan mencicipinya, maka ia diliputi oleh sari itu dan nafsu keinginan masuk ke dalam dirinya. Makhluk-makhluk lain mengikuti contoh perbuatannya, mencicipi sari tanah itu dengan jari-jari ... makhluk-makhluk itu mulai makan sari tanah itu, memecahkan gumpalan-gumpalan sari tanah itu dengan tangan mereka. Dan dengan melakukan hal ini, cahaya tubuh makhluk-makhluk itu lenyap. Dengan lenyapnya cahaya mereka, maka matahari, bulan, bintang-bintang dan konstelasi-konstelasi nampak ... siang dan malam ... terjadi. Demikian, Vasetha, sejauh itu bumi terbentuk kembali.

Vasettha, selanjutnya makhluk-makhluk itu menikmati sari tanah, memakannya, hidup dengannya, dan berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali. Berdasarkan atas yang mereka makan itu, maka tubuh mereka menjadi padat, dan terbentuklah berbagai macam bentuk tubuh. Sebagian makhluk memiliki bentuk tubuh yang indah dan sebagian lagi buruk. Dan karena keadaan ini, mereka yang memiliki bentuk tubuh yang indah memandang rendah mereka yang memiliki bentuk tubuh yang buruk ... maka sari tanah itupun lenyap...

... ketika sari tanah lenyap ... muncullah tumbuhan dari tanah (bhumipappatiko). Cara tumbuhan seperti cendawan ... Mereka menikmati, mendapatkan makanan, hidup dengan tumbuhan yang muncul dari tanah tersebut, dan hal ini berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali ... (seperti di atas). Sementara mereka yang bangga akan keindahan diri mereka, mereka menjadi sombong dan congkak, maka tumbuhan yang muncul dari tanah itupun lenyap. Selanjutnya tumbuhan menjalar (badalata) muncul ... warnanya seperti dadi susu atau mentega murni, manisnya seperti madu tawon murni ....

Mereka menikmati, mendapatkan makanan dan hidup dengan tumbuhan menjalar itu ... maka tubuh mereka menjadi lebih padat; dan perbedaan tubuh mereka menjadi nampak lebih jelas; sebagian nampak indah dan sebagian nampak buruk. Dan karena keadaan ini, maka mereka yang memiliki bentuk tubuh yang indah memandang rendah mereka yang memiliki bentuk tubuh yang buruk ... Sementara mereka bangga akan keindahan bentuk tubuh mereka sehingga menjadi sombong dan congkak; maka tumbuhan menjalar itupun lenyap.

Kemudian, Vasettha, ketika tumbuhan menjalar lenyap ... muncullah tumbuhan padi (sali) yang masak di alam terbuka, tanpa dedak dan seka, harum dan bulir-bulir yang bersih. Pada sore hari mereka mengumpulkan dan membawanya untuk makan malam, dan keesokan paginya padi itu telah tumbuh dan masak kembali. Bila pada pagi hari mereka mengumpulkan dan membawankya untu kmakan siang, maka pada sore hari padi tersebut telah tumbuh dan masak kembali, demikian terus menerus padi itu muncul.

Vasettha, selanjutnya makhluk-makhluk itu menikmati padi (masak) dari alam terbuka, mendapatkan makanan dan hidup dengan tumbuhan padi tersebut, dan hal ini berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali. Berdasarkan takaran yang mereka nikmati dan makan itu, maka tubuh mereka tumbuh lebih padat, dan perbedaan tubuh mereka namoak lebih jelas. Bagi wanita nampak jenis kewanitaanya (itthilinga) dan bagi laki-laki nampak jelas kelaki-lakiannya (purisalinga), kemudian wanita sangat memperhatikan keadaan laki-klaki, dan laki-laki pun sangat memperhatikan keadaan wanita. Karena mereka sangat memperhatikan keadaan diri sati sama lain, maka timbulah nafsu indriya yang membakar tubuh mereka. Dan sebagai akibat adanya nafsu indriya tersebut, mereka melakukan hubungan kelamin..."

Kehidupan Manusia di Alam Semesta

Di kalangan masyarakat dan karena pengaruh pandangan atau ajaran agama-agama lain, banyak orang menganggap bahwa kehidupan manusia di dunia ini sekali saja. Pandangan ini berbeda sekali dengna agama Buddha, karena dalam Digha Nikaya, Brahmajala Sutta, Sang Buddha menerangkan tentang kehidupan menusia yang telah hidup berulang-ulang kali yang diingat berdasarkan kemampuan batin yang dihasilkan oleh meditasi. Sang Buddha mengatakan bahwa:

"...ada beberapa petapa dan brahmana yang diseabkan oleh semangat, tekad, kesungguhan dan kewaspadaan bermeditasi, ia akan dapat memusatkan pikirannya, batinnya, menjadi tenang, ia dapat mengingat alam-alam kehidupannya yang lampau pada 1, 2, 3, 4, 5, 10, 20, 30, 40, 50, 100, 1000, beberpaa ribu atau puluhan ribu kehidupan yang lampau ... 1, 2, 3, 4, 5, 10 kali masa bumi berevolusi (bumi terjadi dan hancur, bumi terjadi kembali dan hancur kembali ... dst) ... 20, 30 sampau 40 kali masa bumi berevolusi ...

Tetapi Tatagatha telah mengetahui dan menyadari hal-hal lain yang lebih jauh dari pada jangkauan pandangan-pandangan mereka tersebut ... "

Telah kita ikuti di atas bahwa menurut pandangan Buddhis, kehidupan atau kelahiran manusia bukan baru sekali saja etapi berulang-ulang kali hidup di bumi ini dan juga bumi lain. Perpindahan manusia dari sebuat bumi ke bumi lain disebabkan karena bumi yang dihuninya telah hancur lebur atau kiamat, maka setelah kematiannya di bumi tersebut ia terlahir di alam Abhassara (alam cahaya). Kelahiran di alam Abhassara ini dapat dicapai oleh orang yang melakukan meditasi ketenangan batin (samatha bhavana). Alam Abhassara ini adalah sebuah alam dari 31 alam kehidupan menurut kosmologi alam kehidupan Buddhis.

Manusia pada umumnya telah berulang-ulang kali masuk hidup di 26 alam kehidupan. Kelahiran manusia di salah satu alam tergantung pada amal perbuatannya semasa hidupnya di sebuah alam.

Kiamat

Pada suat ketikam bumi kita ini akan hancur lebur dan tidak ada. Tetapi hancur leburnya bumi kita ini atau kiamat bukanlah akhir dari kehidupan kita. Sebab seperti apa yang telah diuraikan di atas, bahwa di alam semesta ini tetap berlangsung pula evolusi terjadinya bumi. Lagipula, bumi kehidupan manusia bukan hanya bumi kita ini saja tetapi ada banyak bumi lain yang terdapat dalam tata surya-tata surya yang tersebar di alam semesta ini.

Kiamat atau hancur leburnya bumi kita ini menurut Anguttara Nikaya, Sattakanipata diakibatkan oleh terjadinya musim kemarau yang lama sekali, selanjutnya dengan terjadinya musim kemarau yang lama ini muncullah matahari yang kjedua, lalu dengan berselangnya suat masa yang lama matahari ketiga muncul, matahari keempat, matahari kelima, matahari keenam, dan akhirnya muncullah matahari ketujuh. Pada waktu matahari yang ketujuh muncul, bumi kita ini terbakar hingga menjadi debu dan lenyap bertebaran di alam semesta.

Menurut ilmu pengetahuan bahwa tiap planet, tata surya, dan galaksi beredar menurut garis orbitnya masing-masing. Tapi kita sadari pula, karena banyaknya tata surya di alam lain, sehingga setelah masa yang lama ada tata surya yang lain lagi yang bersilangan orbitnya dengan tata surya kita. Akhirnya tata surya ketujuh menyilangi garis orbit tata surya kita, sehingga tujuh buah matahari menyinari bumi kita ini.

 
Back
Top