Saya nggak tahu apakah in termasuk pengalaman menarik yang di maksud di thread ini, well karena memang tidak di sebut secara khusus, saya berasumsi saja.
Kelahiran dua anak saya terus terang adalah pengalaman yang sangat menakajubkan. Tidak hanya karena saya ikut melihat kelahiran si bayi dan membantu dokter dalam proses kelahiran tersebut, tetapi lebih ke "fatherhood" saya lebih terpupuk.
Sebagai ayah yang tidak menikah dan mempunyai anak, tentu saja cara mengajar mereka tidak sekonvensional orang tua di Indonesia pada umumnya.
Saya memberikan pilihan dan konsekuensi ke mereka, agar mereka tahu apa yang mereka pilih itu tidak hanya untuk mereka tetapi akan bereaksi ke lingkungan mereka.
Saya sendiri tidak pernah menghukum secara pisik, tetapi lebih ke developing punishment. Umpamanya; begitu mereka tidak sekolah (saya kebetulan tinggal di luar negeri, dan anak-anak di Internatioal School di Bali) tanpa alasan yang pasti, uang jajan mereka saya stop selama seminggu. Atau saya tidak mengijinkan untuk log in internet selama seminggu. Mereka biasanya memilih jenis hukuman tersebut.
Agama tidak menarik hati saya, jadi saya bebaskan anak-anak untuk memilih dan mempelajari agama yang disukainya.
Memanggil nama pun kami menyebut nama masing-masing, kecuali kalau mereka lagi ada complaint baru memanggil "Dad" dan saya biasanya tau kalau mereka pasti ada masalah dengan saya.
Kamar mereka adalah sorga mereka dan dunia mereka, jadi kami tidak boleh melanggar aturan-aturan dengan menyelonong ke kamar masing-masing tanpa ijin. Kalau saya mau berbicara di luar hari-hari yang memang khusus untuk berkumpul, saya harus mengetuk pintu mereka atau membuat janji untuk ketemu mereka di kamar mereka kalau memang ada yang perlu di bicarakan secara rahasia.
Itulah pengalaman saya yang paling mengesankan dan pastinya pengalaman ini kan ber kembang secara natural sesuai perembangan umur saya dan anak-anak
Kelahiran dua anak saya terus terang adalah pengalaman yang sangat menakajubkan. Tidak hanya karena saya ikut melihat kelahiran si bayi dan membantu dokter dalam proses kelahiran tersebut, tetapi lebih ke "fatherhood" saya lebih terpupuk.
Sebagai ayah yang tidak menikah dan mempunyai anak, tentu saja cara mengajar mereka tidak sekonvensional orang tua di Indonesia pada umumnya.
Saya memberikan pilihan dan konsekuensi ke mereka, agar mereka tahu apa yang mereka pilih itu tidak hanya untuk mereka tetapi akan bereaksi ke lingkungan mereka.
Saya sendiri tidak pernah menghukum secara pisik, tetapi lebih ke developing punishment. Umpamanya; begitu mereka tidak sekolah (saya kebetulan tinggal di luar negeri, dan anak-anak di Internatioal School di Bali) tanpa alasan yang pasti, uang jajan mereka saya stop selama seminggu. Atau saya tidak mengijinkan untuk log in internet selama seminggu. Mereka biasanya memilih jenis hukuman tersebut.
Agama tidak menarik hati saya, jadi saya bebaskan anak-anak untuk memilih dan mempelajari agama yang disukainya.
Memanggil nama pun kami menyebut nama masing-masing, kecuali kalau mereka lagi ada complaint baru memanggil "Dad" dan saya biasanya tau kalau mereka pasti ada masalah dengan saya.
Kamar mereka adalah sorga mereka dan dunia mereka, jadi kami tidak boleh melanggar aturan-aturan dengan menyelonong ke kamar masing-masing tanpa ijin. Kalau saya mau berbicara di luar hari-hari yang memang khusus untuk berkumpul, saya harus mengetuk pintu mereka atau membuat janji untuk ketemu mereka di kamar mereka kalau memang ada yang perlu di bicarakan secara rahasia.
Itulah pengalaman saya yang paling mengesankan dan pastinya pengalaman ini kan ber kembang secara natural sesuai perembangan umur saya dan anak-anak