Strategi Pemerintah Gairahkan Pasar Obligasi Domestik

pratama_adi2001

New member
Strategi Pemerintah Gairahkan Pasar Obligasi Domestik

Volume Diperbesar, Investor Diperluas
Porsi utang luar negeri dari tahun ke tahun terus menurun. Sebagai gantinya, pemerintah mengintensifkan instrumen utang dalam negeri dalam bentuk Surat Utang Negara (SUN). Selain sebagai upaya menutup defisit APBN, peningkatan volume emisi juga untuk menggairahkan pasar domestik.
---------------

Pemerintah sepertinya belum berpuas diri setelah obligasi negara domestik yang diterbitkan menjadi the best performance bonds in Asia pada tahun lalu. Selain meningkatkan penerbitan, instrumen yang ditawarkan juga semakin beragam. Selain obligasi negara konvensional yang diterbitkan tiap bulan, pemerintah juga menyasar basis investor lain.

Penerbitan Obligasi Ritel Indonesia (ORI) dipersering sampai tiga kali. Sukses tahun lalu yang menyerap Rp 3,8 triliun dana investor individual, diharapkan berlipat di Tahun Babi Api ini. Demikian pula dengan penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau dikenal dengan sukuk pada September nanti. Meski penerbitannya masih harus menunggu undang-undang dan aturan pelaksana lainnya.

Surat Perbendaharaan Negara (SPN) yang sempat dua tahun tertunda penerbitannya diagendakan tahun ini, lengkap dengan tanggalnya. Obligasi negara jangka pendek tersebut diharapkan menggairahkan pasar obligasi. Tahun ini pemerintah berencana pula menerbitkan SUN neto (dikurangi pembayaran pokok dan buyback) sebanyak Rp 40,6 triliun. Jumlah tersebut lebih tinggi dibanding penerbitan neto 2006 senilai Rp 35,7 triliun.

Direktur Pengelolaan Utang Depkeu Rahmat Waluyanto mengatakan, cukup banyaknya instrumen akan menghindarkan kemungkinan crowding out di pasar. Dia optimistis pasar masih bisa menyerap obligasi yang ditawarkan pemerintah. "Kami menciptakan pasar baru, jadi basis investornya diperluas," kata Rahmat.

Basis investor sukuk berbeda dengan obligasi konvensional. SPN juga akan diminati lembaga-lembaga keuangan. "Jadi tidak perlu khawatir. Kalau kita lihat pada setiap lelang tahun lalu, jumlah yang bid sangat tinggi, dan yang masuk benchmark kita ambil hanya jumlah tertentu. Itu berarti potensi investor SUN sangat besar, karena ada yang sampai tidak kebagian," ujar Rahmat.

Kesuksesan penerbitan SUN tidak hanya bergantung pada pasar perdana (pembelian langsung kepada pemerintah). Sebab, performa obligasi sangat ditentukan harga di pasar sekunder. Untuk itu, pemerintah berupaya meningkatkan transparansi harga di pasar sekunder dengan mendorong perdagangan SUN melalui bursa.

Selama ini, baru ORI yang bisa diperdagangkan melalui bursa. Sementara SUN konvensional dilakukan lewat OTC (over the counter/di luar bursa). "Selain untuk transparansi, itu juga mendorong partisipasi seluruh pelaku pasar, terutama investor kecil dan individual," ujarnya. Kendati didorong melalui bursa, perdagangan melalui OTC tetap dimungkinkan.

Pemerintah juga mengupayakan keseimbangan kepemilikan SUN dengan mendorong peningkatan portofolio SUN yang dimiliki investor jangka panjang. Terutama dana pensiun, asuransi, dan reksadana. "Kita beri peluang yang besar untuk investor jangka panjang tersebut memegang SUN. Begitu pula dengan asing," katanya.

Menurut dia, masyarakat tidak perlu khawatir SUN dimiliki asing. Sebab, jatuh tempo SUN yang dimiliki asing tergolong sangat panjang. "Asing itu kebanyakan investor yang buy and hold seperti dana pensiun dan asuransi asing. Sedikit yang hedge fund, jadi mereka tidak terlalu gampang menjual lalu lari. Itu lain dengan investor asing di saham yang umumnya oportunis," kata dia.

Kepemilikan asing terhadap SUN mencapai 12,34 persen dari SUN yang diperdagangkan atau Rp 51,67 triliun. Jumlah tersebut lebih besar jika dibandingkan kepemilikan oleh reksadana (Rp 20,61 triliun), asuransi (Rp 34,55 triliun), dana pensiun (Rp 22,79 triliun), dan sekuritas (Rp 1,39 triliun). Namun, kepemilikan asing kalah banyak dari bank BUMN dalam rangka rekap yang masih Rp 152,21 triliun dan bank swasta rekap Rp 82,54 triliun. Sementara bank non-rekap Rp 36,25 triliun dan Bank Pembangunan Daerah (BPD) Rp 2,82 triliun.

Kepemilikan bank terhadap SUN diharapkan makin menurun, sehingga bisa beralih penempatannya dari SUN ke kredit. "Itu sudah terjadi dalam empat tahun terakhir," ujar dia. Pemerintah juga segera membentuk primary dealer (dealer utama) SUN pada Maret nanti. Dealer utama adalah bank umum maupun perusahaan efek yang ditunjuk Menkeu untuk menjalankan kewajiban tertentu di pasar perdana dan sekunder SUN dalam negeri. Dealer utama juga diberi hak eksklusif tertentu.

Dealer utama bertujuan menstabilkan tingkat permintaan di pasar perdana. Di samping itu, juga untuk mendorong efisiensi pembentukan harga lelang. Dealer utama berfungsi meningkatkan likuiditas melalui market making pada pasar sekunder.

Direktur Pengelolaan Surat Berharga Ditjen Pengelolaan Utang Bhima Bimantara mengatakan bank dan perusahaan efek yang menjadi dealer utama harus menjadi peserta lelang dalam satu tahun terakhir. "Untuk bank, modal minimalnya Rp 1 triliun. Untuk perusahaan efek, Modal Kerja Bersih Disesuaikan (MKBD) rata-rata satu bulan terakhir minimal Rp 200 miliar," kata dia.

Bhima mengatakan, dealer utama wajib menyampaikan penawaran pada saat lelang. Di pasar sekunder, minimal perdagangan harus tiga persen dari total perdagangan SUN seri benchmark selama tiga bulan terakhir. Berikutnya, kuotasi harga dua arah seri benchmark minimal Rp 10 miliar per hari per seri yang siap dieksekusi dengan maksimal spread tertentu. Yaitu SUN dengan jatuh tempo kurang dari lima tahun maksimal spread-nya 35 basis poin. Lalu antara lima hingga sepuluh tahun 50 bps dan di atas 10 tahun 60 bps.

Selanjutnya, dealer utama memiliki hak eksklusif mengikuti lelang di pasar perdana dan sekunder. "Mereka nanti mendapatkan fasilitas peminjaman SUN dari Menkeu," kata Bhima. Pemerintah juga menentukan seri benchmark sebagai acuan pelaksanaan hak dan kewajiban dealer utama. Untuk tenor lima tahun, ditetapkan FR0023 yang jatuh tempo pada 15 Desember 2012. Lalu tenor tujuh tahun adalah FR0026 (15 Oktober 2014), tenor 10 tahun FR0028 (15 Juli 2017), dan tenor 20 tahun FR0042 yang jatuh tempo pada 15 Juli 2027. (sofyan hendra)
 
Back
Top