Kekuatan Utama Dari Ajaran Buddha

singthung

New member
KEKUATAN UTAMA DARI AJARAN BUDDHA


fokus4.jpg




Pendahuluan

Berbicara tentang kekuatan, biasanya kita langsung saja mengasosiasikannya dengan kekuatan tenaga, entah itu tenaga jasmani, tenaga mesin, ataupun tenaga ledakan. Di luar dari kekuatan tenaga ada juga kekuatan jenis lain, yaitu kekuatan batin.?

Sebelum kita masuk dalam pemahaman mengenai apa kekuatan utama dari Ajaran Buddha, marilah kita tinjau terlebih dahulu mengenai berbagai kekuatan kategori jasmani dan kekuatan kategori batin. Berbagai bahan pembanding ini sangat penting diperlukan sebagai dasar menentukan kekuatan apakah yang sebenarnya paling utama di dunia ini.

Kekuatan Jasmani

Kita bisa mengatakan misalnya bahwa Hercules tercatat sebagai legenda manusia terkuat karena ia mampu mengangkat beban umpamanya 1000 kg, tetapi walau bagaimanapun kuatnya tenaga jasmani manusia tentunya tetap sangatlah terbatas. Kita dapat melihat batas ukuran kekuatan jasmani manusia dari zaman sekarang dalam rekor prestasi kejuaraan angkat berat ataupun kontes orang kuat sedunia karena di sanalah tempat adu kekuatan manusia dari segala penjuru dunia diadakan dan rekornya dicatat dengan aturan tertentu. Kalaupun misalnya ada orang yang lebih kuat yang tidak mengikuti kontes tersebut tentunya tenaganya tidak akan terpaut terlalu jauh dengan sesama orang kuat kelas dunia yang lain. Tetapi ketika dibandingkan dengan tenaga hewan seperti gajah, badak, banteng, dan beruang yang berkali lipat lebih besar ternyata tenaga manusia bukanlah tandingan yang seimbang.

Tetapi kemudian ternyata tenaga hewan pun bukan apa-apa bila dibandingkan dengan tenaga mesin buatan manusia karena manusia bisa saja membuat mesin sebesar kemampuan kekuatan yang dibutuhkan sebatas sumber daya dan sejauh teknologi yang tersedia.

Lain lagi halnya dengan tenaga ledakan yang kekuatannya bisa menghancurkan benda dari yang seukuran jari tangan, sebesar gunung, seluas satu negara sampai dengan menghancurkan seluruh isi bumi. Bahkan mungkin bila diberi waktu yang cukup para ilmuwan akan dapat menciptakan bom yang mampu menghancurkan matahari. Dahsyat, bukan?

Tetapi ternyata kekuatan bom yang sedemikian dahsyatnya itu juga bukan apa-apa bila dibandingkan dengan kekuatan batin. Mengapa? Karena kekuatan dari jasmani atau materi sifatnya tetap terbatas dan terukur sedangkan kekuatan batin sulit diukur batasnya. Seringkali pula kekuatan batin tidak terikat lagi dengan hukum ruang dan waktu seperti halnya jasmani / materi.

Untuk sementara kita simpulkan bahwa kekuatan jasmani dan materi sehebat apapun ternyata bukanlah yang utama karena kekuatan batin ternyata jauh lebih unggul. Jadi apakah kekuatan batin itu yang utama? Kekuatan batin yang bagaimanakah yang dianggap utama? Mari kita simak lebih jauh mengenai apa itu kekuatan batin.

Kekuatan Batin

Pada tingkatan intelektual, kita mengenal yang namanya kekuatan sugesti, kekuatan doa, kekuatan tekad atau kemauan dan sebagainya yang semuanya tidak dibahas pada kesempatan ini. Kemudian pada tingkat batin yang lebih dalam ada kekuatan batin lain yang jauh lebih canggih seperti yang dikenal dalam literatur Buddhis, ada enam kekuatan batin (Abhinna), yaitu:

1. Kemampuan untuk mengingat tumimbal lahir yang lampau (Pubbenivasanussati nana)
2. Mata batin yang mampu melihat berbagai alam halus dan melihat muncul dan lenyapnya makhluk yang bertumimbal lahir sesuai kammanya masing masing (Dibbacakkhunana)
3. Kemampuan untuk membasmi Asava atau kekotoran batin (Asavakkhaya nana)
4. Kemampuan untuk membaca pikiran makhluk lain (Cetopariya nana)
5. Telinga batin yang mampu untuk mendengar suara dari makhluk makhluk di alam setan, alam asura, alam neraka, alam dewa dan alam brahma (Dibbasota nana)
6. Kemampuan "magis" yang terdiri dari:
- Kemampuan mengubah tubuh sendiri dari satu menjadi banyak dan dari banyak menjadi satu, yang dilakukan dengan kekuatan kehendak (Adhitthana-iddhi)
- Kemampuan untuk menyalin rupa menjadi rupa lain misalnya menjadi anak kecil, menjadi raksasa, juga membuat diri menjadi tak tampak (Vikubbhana-iddhi)
- Kemampuan mencipta dengan kekuatan pikiran, misalnya: menciptakan harimau, singa, pohon, dewa dewi dan lainnya. (Manomaya-iddhi)
- Kemampuan pengetahuan menembus Ajaran (Nanavipphara-iddhi)
- Konsentrasi tingkat lebih jauh (Samadhivipphara-iddhi) yang memiliki:
* kemampuan menembus dinding, tanah, dan gunung
* kemampuan menyelam ke dalam bumi bagaikan ke dalam air
* kemampuan berjalan di atas air
* kemampuan melawan api
* kemampuan terbang di angkasa

Asavakkhaya-nana disebut sebagai Lokuttara-abhinna (melampaui duniawi), sedangkan kelima nana lainnya disebut Lokiya-abhinna. Orang yang dapat memiliki keenam Abhinana (kekuatan batin) tersebut secara lengkap harus mempunyai syarat-syarat tertentu yaitu mempunyai Samapatti 8 (Rupajhana 4 dan Arupajhana 4), juga harus mahir dalam Jhana. Tentunya ada juga orang-orang lain yang tidak memenuhi syarat itu tetapi tetap dapat memiliki satu atau beberapa dari keenam kekuatan batin itu ataupun juga berbagai variasi ilmu dan modifikasi bentuk dari kekuatan batin tersebut dalam berbagai tingkat kemahiran. Tentunya dengan dukungan dari benih karma lampau yang sesuai dan dengan ditunjang intensitas latihan yang memadai dan terarah.

Kekuatan Batin Sang Buddha

Banyak dari siswa Sang Buddha yang memiliki 6 kekuatan batin tersebut. Sang Buddha sendiri juga memiliki keenam Abhinna tersebut secara lengkap dan sempurna, tetapi tentunya bukan hanya itu saja. Sang Buddha juga memiliki 10 rangkaian Pandangan Terang dari Tathagata, sebagai berikut:

1. Beliau mengetahui apa yang mungkin sebagai mungkin, dan yang tidak mungkin sebagai tidak mungkin. Misalnya beliau mengetahui bahwa tidak mungkin Sankhara itu kekal (permanen), dan tidak mungkin bahwa yang telah lahir tidak akan mati..
2. Beliau mengetahui dengan benar masaknya buah karma dari yang lampau, yang sekarang dan yang akan datang, apa yang bakal terjadi dan apa penyebabnya.
3. Beliau mengetahui dengan benar ke alam kehidupan yang mana cara hidup tertentu menuju, misalnya perilaku tertentu menuju neraka, perilaku lain akan mengakibatkan kelahiran di alam binatang dan sebagainya.
4. Beliau mengetahui sifat dan unsur-unsur dari alam semesta
5. Beliau mengetahui berbagai tingkat perkembangan dari individu
6. Beliau mengetahui karakter dan kemampuan dari individu
7. Beliau mengetahui pencapaian pandangan terang dan Jhana, juga kemundurannya
8. Beliau mengetahui kelahiran kelahiran yang lampau dari makhluk makhluk
9. Beliau mengetahui kematian dan kelahiran kembali makhluk sesuai dengan karmanya.
10.Beliau memiliki pandangan terang untuk menghancurkan kekotoran batin seketika dan untuk selamanya.

Inilah kesepuluh kekuatan dari kebajikan Sang Buddha yang berupa Pandangan Terang yang menempatkan Beliau sebagai pemimpin dunia dan pemutar roda Dhamma. Di samping itu masih ada lagi kemampuan khusus dari Sang Buddha, sebagai berikut:

1. Indriya-Paro-Pariyatti-Nana: mengetahui tingkat perkembangan Saddha (keyakinan), Viriya (semangat/kegigihan), Sati (kesadaran penuh), Samadhi (konsentrasi), dan Panna (kebijaksanaan / pandangan terang) dari seseorang sehingga Sang Buddha bisa memberikan kotbah yang sesuai.
2. Asaya-Anusaya-Nana: menemukan kecenderungan atau bakat lampau terpendam dalam diri seseorang.
3. Anavarama-Nana: Pandangan yang tak terhalangi
4. Sabbannuta-Nana: Dengan kemahatahuan ini, Sang Buddha
mengetahui semua tentang lima hal:
a. Sankhara, bagaimana Terbentuknya
b. Vikara, bagaimana lenyapnya
c. Nibbana
d. Lakkhanabagaimana corak universal anicca, dukkha, anatta (ketidakkekalan, penderitaan, dan tanpa diri)
e. Pragnapti, semua tentang kebenaran konvensional, seperti: konsep orang,makhluk, kursi, gunung, dan seterusnya.
5. Maha-Karuna-Nana
6. Yamaka-Patiaraya-Nana: Sang Buddha memiliki 5 Cakkhu (mata)
a. Mansa-Cakkhu atau mata jasmani biasa yang dapat melihat benda sangat kecil dari jarak yang sangat jauh.
b. Dibba-Cakkhu atau mata batin yang dapat melihat bagaimana makhluk lahir dan mati (disebut juga Catupapata-nana)
c. Buddha-Cakkhu atau mata Buddha. Ini adalah gabungan dari Indriya-Paro-Pariyatti-Nana dan Asaya-Anusaya-Nana
d. Panna-Cakkhu atau mata kebijaksanaan. Ini adalah Vipassana-Nana
e. Samanta-Cakkhu atau mata pengetahuan tanpa batas. Ini adalah Sabbannuta-nana.

Di luar itu semua masih ada lagi 18 faktor luar biasa dalam diri Sammasambuddha, yaitu:

1. Setiap Buddha memiliki pengetahuan yang tak terhalangi akan masa lampau.
2. Setiap Buddha memiliki pengetahuan yang tak terhalangi akan masa sekarang
3. Setiap Buddha memiliki pandangan terang yang tak terhalangi akan masa yang akan datang
4. Semua perbuatan jasmani dari Sang Buddha didahului oleh pandangan terang
5. Semua ucapan dari Sang Buddha didahului oleh pandangan terang
6. Semua kegiatan pikiran Sang Buddha didahului oleh pandangan terang
7. Tidak ada apapun yang dapat menentang kehendak Sang Buddha
8. Tidak ada yang dapat merintangi pencapaian konsentrasi dari Sang Buddha
9. Tidak ada yang dapat merintangi pengetahuan Sang Buddha melalui pandangan terang
10. Tidak ada yang dapat merintangi Kebebasan Sang Buddha
11. Tidak ada yang dapat menghalangi upaya Sang Buddha
12. Tidak ada yang dapat menghalangi Sang Buddha dalam mengajarkan Dhamma
13. Tidak ada unsur kelengahan ataupun sifat main-main dalam diri Sang Buddha
14. Sang Buddha tidak berisik
15. Sang Buddha tidak menunjukkan reaksi jasmani sehubungan perasaan gembira
16. Sang Buddha tidak pernah terburu-buru dalam setiap tindak tanduknya, selalu tenang dan terkontrol.
17. Sang Buddha tidak terlibat dengan kegiatan yang tidak berguna
18. Sang Buddha tidak pernah bersikap tidak peduli yang didasarkan kegelapan batin.

Demikianlah daftar kekuatan Sang Buddha Gotama yang tentunya juga merupakan daftar kekuatan standar bagi setiap Sammasambuddha dari segala masa.

Kekuatan Utama Dari Ajaran Buddha

Sebagai orang yang mengaku sebagai siswa Sang Buddha, Sang Pemilik sekian banyak kekuatan, tentunya wajar bila sekarang timbul pertanyaan dalam diri kita," Kekuatan yang mana yang dimaksud sebagai yang utama dari semua kekuatan batin yang telah disebutkan terdahulu?"

Kemudian kita mulai berfantasi," Enak juga jika bisa terbang ke angkasa. Asik sekali kalau kita bisa menghilang. Lebih heboh lagi bila kita bisa menyalin rupa atau mengubah diri menjadi banyak. Tetapi juga tidak kalah keren bila kita bisa menyelam ke dalam bumi dan berjalan di atas air. Mungkin juga lebih penting bisa melihat kelahiran yang lampau dan menyaksikan bagaimana makhluk mati dan terlahir kembali sesuai karmanya. Bisa jadi lebih berguna bila kita bisa membaca pikiran orang lain dan makhluk lain. Namun orang-orang pasti lebih takjub lagi bila kita mampu menciptakan harimau, dan dewa dewi. Pastinya kalangan jetset Hollywood pun akan iri hati bila kita bisa pulang pergi sekehendak hati ke alam surga yang super mewah dan bergaul akrab dengan para dewa dewi yang super Cool. Jadi yang manakah yang paling penting? Ataukah itu semua malahan tidak penting?"

Seandainya saja kita bahkan mampu menguasai sekian banyak kekuatan batin yang sangat dahsyat itu, apakah kemudian kita akan bisa terbebas dari proses menuju kelapukan Terbebas dari kematian Jika jawabnya tidak maka apalah artinya semua kekuatan batin itu.

Dalam Ajaran Buddha semua kekuatan batin tersebut bukanlah menjadi tujuan utama dari mempraktikkan dan melatih diri dalam Ajaran. Semua kekuatan batin itu mungkin timbul, mungkin juga tidak. Bila timbul, itu bagus. Bila tidak timbul, itu juga bagus. Timbul atau tidak timbul bukanlah masalah karena itu bukan merupakan syarat mencapai tujuan utama.

Jadi apakah kekuatan utama yang sesungguhnya juga menjadi tujuan utama dari Ajaran Buddha? Mengatasi kematian. Ya, kematian, karena tidak ada yang lebih penting daripada kekuatan mengatasi kematian. Mengapa?

Dengan mengatasi kematian berarti kita telah mengakhiri perjalanan yang teramat panjang dan menyakitkan dalam lingkaran kelahiran dan kematian (Samsara), dengan demikian terbebas dari segala bentuk penderitaan dan semua kondisi yang tidak pernah dapat sepenuhnya memuaskan (dukkha), Merealisasikan kedamaian tertinggi (Nibbana).

Karena semua yang terlahir pasti akan mati maka mengatasi kematian sebenarnya tidak lain daripada mengatasi kelahiran. Kita lahir dan mati, mati dan lahir lagi terus berulang. Bila tidak ada kelahiran maka tidak akan ada kematian. Kelahiran adalah kematian dan kematian adalah kelahiran. Cara satu-satunya mengatasi kematian adalah dengan melenyapkan semua penyebab kelahiran itu sendiri atau tumimbal lahir dalam Samsara. Dengan demikian maka tidak akan ada lagi semua kondisi yang tidak memuaskan yang selalu menyertai setiap kelahiran, yaitu proses melapuk menuju usia tua dan kematian, rasa sakit dan penyakit, terpisah dari yang dicintai, berkumpul dengan yang tidak disukai, tidak tercapai apa yang dicita-citakan, keluh kesah, ratap tangis, dan seterusnya.

Tidak ada ajaran manapun di dunia yang bisa membimbing penganutnya untuk dapat mengatasi kematian. Satu-satunya yang bisa hanyalah Ajaran dari Sang Buddha saja. Inilah kekuatan utama dari Ajaran Buddha yang tiada tanding.

Lantas mengapa banyak ajaran di luar Ajaran Buddha yang juga mengklaim dapat mengatasi kematian?

Perbedaan Pandangan Mengatasi Kematian

Ada perbedaan mendasar dalam memandang kehidupan dan kematian antara pola pikir Buddhis dengan pola pikir umum. Buddhis berdasarkan anatta, anicca, sedangkan umum berdasarkan atta dan nicca. Buddhis melihat samsara sebagai dukkha, sebagai bahaya yang menyakitkan, sedangkan umum tidak melihat samsara sebagai dukkha atau bahkan tidak melihat samsara sebagai samsara.

Sebagai ilustrasi dari pandangan umum, manusia dipercaya memiliki suatu "roh" yang bersifat permanen yang bersemayam di dalam tubuh jasmani yang biasa dikenal sebagai "sang aku". Permanen diartikan sebagai kekal atau tidak pernah berubah, dan abadi atau berlangsung terus-menerus tanpa akhir sejak saat "diciptakan". Jika tubuh jasmani yang bersifat sementara ini mengalami kematian maka "roh kekal abadi?" atau sang aku tersebut akan meninggalkan jasadnya untuk menuju ke sorga menikmati kehidupan bahagia sepanjang masa atau masuk neraka untuk disiksa selama-lamanya sesuai dengan kehendak siapa yang dipercaya sebagai maha kuasa. Pandangan akan "roh kekal abadi" itulah yang dimaksud dengan atta dan nicca.

Jadi ketika mereka mengklaim dapat mengatasi kematian, yang dimaksud sebenarnya adalah kepastian untuk terlahir di sorga karena dengan terlahir di sorga sang aku dipercaya akan mengalami kehidupan bahagia tanpa penderitaan dan tanpa kematian selama-lamanya tanpa akhir (atta dan nicca). Di sinilah mereka memandang kehidupan bukan sebagai dukkha. Walaupun sorga menurut pandangan umum ada banyak versi tetapi pada dasarnya mengandung pengertian yang sama yaitu kehidupan bahagia yang berlangsung selamanya tanpa pernah mati.

? Bertentangan dengan pandangan atau kepercayaan umum tersebut, pola pikir Buddhis melihat bahwa kehidupan dalam bentuk apapun dalam lingkaran kelahiran dan kematian (samsara) adalah dukkha, kondisi yang tidak mungkin dapat sepenuhnya memuaskan, karena kehidupan dalam bentuk apapun adalah tidak kekal (anicca). Selalu berubah, tidak kekal karena memang segala sesuatu yang terbentuk merupakan paduan dari unsur-unsur yang selalu berubah-ubah, timbul dan lenyap, lahir dan mati setiap saat secara berkesinambungan (anatta).? Tidak ada satu unsurpun yang bertahan selamanya. Tidak ada satupun yang merupakan milik yang dapat digenggam selamanya. Setelah lahir pasti mati, setelah muncul pasti lenyap. Tidak memuaskan.

Kehidupan di alam manusia jelas tidak kekal, di alam sorga juga tidak kekal, di alam brahma juga tidak kekal, di alam apaya (neraka, setan, asura, binatang) juga tidak kekal. Selalu mengalami perubahan dalam siklus lahir dan mati sesuai karma masing-masing. Segala bentuk kehidupan dicengkram dukkha karena sifat universal anicca Itulah sebabnya Sang Buddha mengajarkan cara untuk terbebas dari dukkha dengan mengatasi kematian bukan hanya cara mencapai alam sorga karena para dewa dewi makhluk sorgawi juga tetap dibayangi kematian. Mengapa mati? Ya, tentunya karena masih terlahir. Dengan demikian jelas sekarang bahwa terlahir di alam sorga sama sekali bukanlah cara mengatasi kematian. Alam sorga masih ada di dalam Samsara. Memandang samsara sebagai bukan dukkha adalah pandangan salah.

Kekuatan Yang Dibutuhkan Dalam Melatih Diri

Kekuatan mengatasi kematian tidak dapat dicapai hanya dengan memuja dan memuji Sang Buddha, juga bukan hanya dengan memohon dan meminta, apalagi hanya dengan mendaftarkan diri dan menantikan masa penyelamatan.

Untuk dapat mencapai kekuatan mengatasi kematian yang dibutuhkan adalah perjuangan panjang untuk melatih diri mengikis dan melenyapkan penyebab kelahiran, penyebab dukkha yaitu tiga akar kekotoran batin (lobha/ keserakahan, dosa/kebencian, moha/ kegelapan batin) sesuai dengan metode yang diajarkan Sang Buddha.

Dalam upaya melatih diri dalam Ajaran Buddha ini dibutuhkan tujuh kekuatan dasar Dhamma atau Bala tujuh. Apakah itu?

1. Saddha-Bala: Kekuatan dari keyakinan terhadap Tiratana
2. Viriya-Bala: Kekuatan dari upaya, semangat. Kegigihan melatih diri
3. Hiri-Bala: Kekuatan dari rasa malu untuk berbuat jahat
4. Ottapa-Bala: Kekuatan dari rasa takut akan akibat dari perbuatan jahat
5. Sati-Bala: Kekuatan dari kesadaran penuh, perhatian murni
6. Samadhi-Bala: Kekuatan dari konsentrasi (penguasaan pikiran)
7. Panna-Bala: Kekuatan dari kebijaksanaan atau Pandangan Terang.

Kekuatan Transformasi Diri

Kekuatan mengatasi kematian bukanlah sekadar lamunan nan tinggi di awang-awang melainkan sesuatu yang nyata, yang dapat dicapai, direalisasikan selama situasi dan kondisi masih memungkinkan untuk pencapaian tersebut. Tetapi ini bukanlah sesuatu yang dapat dicapai secara instan. Butuh proses panjang. Transformasi demi transformasi. Transformasi apa? Transformasi diri.

Manfaat terbesar dari mempraktikkan Ajaran Buddha adalah transformasi diri. Dari lobha menuju alobha artinya dari keserakahan, kerakusan, ketamakan, kekikiran menuju kemurahan hati. Dari dosa menuju Adosa, yaitu dari kebencian, kekejaman, kemarahan, kejengkelan menuju welas asih (karuna) dan simpati (mudita). Dari moha menuju amoha yaitu dari kegelapan batin, kebodohan menuju kebijaksanaan (Panna). Dari cinta egosentris menuju metta yaitu cinta kasih universal kepada semua makhluk, tanpa ego, tanpa diskriminasi, tanpa batas.

Yang menjadi ukuran seberapa besar manfaat menjalankan Ajaran Buddha adalah seberapa besar transformasi diri tersebut telah terjadi secara bertahap setelah mempraktikkan Jalan Mulia Berfaktor Delapan (Sila, Samadhi, Panna). Seberapa banyak lobha, dosa, dan moha yang telah terkikis. Seberapa besar metta, karuna, mudita dan uppekha yang telah berkembang.

Jadi ukuran manfaatnya bukanlah seberapa banyak kekayaan yang dapat dikumpulkan, seberapa besar pengaruh kekuasaan, seberapa banyak jumlah pengikut, seberapa pandai berdebat agama, seberapa hebat kemampuan dalam menyembuhkan penyakit atau bahkan membangunkan orang mati. Lagipula apa artinya membangunkan orang mati bila nanti orang yang dibangunkan dan orang yang membangunkan keduanya juga pasti akan mati pada saatnya.

Kekuatan transformasi demi transformasi diri inilah yang nanti pada saatnya kelak akan menjadi dasar dari pencapaian kekuatan yang utama yaitu mengatasi kematian. Dalam istilah Buddhis disebut sebagai pencapaian tingkat kesucian. Mulai dari tingkat Sotapana atau Dia yang tidak akan terlahir lagi lebih dari tujuh kali, lalu Sakadagami atau Dia yang hanya akan terlahir sekali lagi, kemudian Anagami atau Dia yang tidak akan kembali lagi, dan terakhir Arahat atau Dia yang telah mencapai kesucian sempurna, merealisasikan Nibbana, terbebas mutlak dari dukkha. Inilah tujuan akhir kita semua, para siswa Sang Buddha. Kapan kita mencapai tujuan luhur ini? Nanti pada
saatnya, dengan catatan kita terus-menerus menguatkan tekad dan mengerahkan upaya. Jika tidak, maka kita tidak akan pernah sampai tujuan, kita hanya akan terus-menerus saja berputar dalam Samsara, tanpa akhir.

Kekuatan Cinta Kasih

Cinta kasih universal atau metta memiliki kekuatan yang luar biasa yang mampu menundukkan segala kebencian, kekejaman, dan kemarahan. Universal disini artinya terpancar kepada semua makhluk di seluruh penjuru alam semesta termasuk dirinya sendiri, tanpa batas, tanpa diskriminasi, tanpa pamrih dan yang terpenting tanpa ego.

Metta yang sempurna adalah metta yang terpancar dengan sendirinya dari seseorang yang telah terbebas sepenuhnya dari ego karena selama masih ada ego berarti masih ada pula pamrih, ada diskriminasi, ada batas, dan selama masih ada ini semua berarti metta masih belum murni sempurna.

Yang terbebas dari ego adalah Beliau telah sepenuhnya memiliki kebijaksanaan memahami anatta sebagai hasil dari melatih pengembangan batin (bhavana maya panna) dalam Ajaran Buddha. Mencapai kesadaran sempurna berarti Beliau sudah tidak lagi terikat dengan kebenaran konvensional yang memandang diri sendiri dan makhluk lain sebagai makhluk, manusia, dewa, binatang, pria, wanita, aku, dia, engkau dan sebagainya. Dengan mata kebijaksanaan maka semuanya terlihat sebagaimana adanya, yaitu hanya sebagai proses terbentuk dan terurai dari unsur-unsur yang terus menerus timbul dan lenyap, lahir dan mati. Inilah pemahaman anicca, dukkha, anatta.

Meskipun begitu bagi kita, orang awam yang masih memiliki ego, bukanlah sesuatu yang mustahil untuk mengembangkan metta asalkan kita tahu caranya. Melatih mengembangkan metta bukanlah sekadar mengucapkan, "semoga semua makhluk berbahagia" berulang ulang. Tidak semudah itu. Kata kuncinya disini adalah tanpa ego artinya bila kita mengucapkannya dengan ego maka tentunya kalimat itu hanyalah sekadar kalimat biasa, tidak mengandung metta.

Walaupun kita belum mencapai tingkat kesucian, walaupun kita belum sepenuhnya memahami Anatta tetapi pada saat saat dimana kita berhasil mengembangkan konsentrasi (samadhi) dan kesadaran penuh (sati) serta keseimbangan batin (upekkha) maka untuk saat itu kita terbebas dari ego sekaligus pula terbebas sementara dari lobha, moha dan dosa. Dan pada saat itu pula secara otomatis batin kita dipenuhi metta. Kita boleh mengucapkan, "semoga semua makhluk berbahagia" atau mengucapkan kalimat lain, atau juga tidak mengucapkan apa-apa, pada saat itu tidak ada bedanya karena yang ada hanya kesadaran murni akan proses jasmani dan batin. Di dalam kebijaksanaan inilah metta berkembang. Pengembangan metta adalah seiring dan sejalan dengan upaya kita mencapai kekuatan mengatasi kematian.

Kesimpulan

Sekarang mestinya sudah menjadi jelas bagi kita bahwa tiada kekuatan apapun di dunia yang melebihi kekuatan mengatasi kematian. Tidak ada yang lebih penting dan lebih berharga untuk dicapai daripada kekuatan mengatasi kematian. Dan begitu beruntungnya bahwa sebagai siswa Sang Buddha, kita mempunyai Guru yang merupakan satu-satunya di alam semesta ini yang mampu mengajarkan kita untuk mencapai kekuatan utama tersebut.

Jadi tentunya sangatlah tidak perlu bagi kita untuk berpaling dari Ajaran Buddha kepada ajaran-ajaran lain hanya demi mencari kekuatan yang kita anggap lebih dahsyat karena sesungguhnya tidak ada yang lebih dahsyat daripada Ajaran Buddha. Kecuali memang orang yang bersangkutan tidak memiliki pemahaman yang memadai.

Meskipun begitu hendaknya kita tetap bersikap kritis dan hati-hati serta tidak begitu saja langsung mempercayai suatu ajaran yang disodorkan merupakan Ajaran Buddha walaupun labelnya jelas-jelas mengatakan demikian. Maklumlah di zaman sekarang banyak barang imitasi, palsu dibilang asli.

Ciri yang paling mendasar adalah bahwa Ajaran Buddha memahami samsara sebagai dukkha dan karena itu Sang Buddha menunjukkan jalan untuk terbebas dari samsara, terbebas dari dukkha dengan melaksanakan Jalan Mulia Berfaktor Delapan.

Ajaran apapun yang tidak melihat Samsara sebagai samsara dan tidak memahami Samsara sebagai Dukkha disebut sebagai ajaran keliru, apapun nama dan labelnya. Keliru disini berarti tidak melihat dan memahami kebenaran sebagaimana adanya dan karena itu tidak melaksanakan apa yang seharusnya dilaksanakan demi mencapai tujuan yang seharusnya dituju.

Selamat berjuang, semoga pada suatu saat nanti kita semua berhasil mencapai kekuatan mengatasi kematian.

Daftar referensi:
- Question and the Buddha Answer, by Egerton C. Baptist, 1983
- Kamus Umum Buddha Dharma Penyusun: Panjika, Tri Sattva Buddhist Center, 1984

 
Back
Top