Stress itu baik apa ga?

EsterAntonia

New member
Tertekan tertekan... orang klo tertekan ga taw harus bagaimana
Stres stres stress... stress itu bisa baik bisa buruk. Stress bisa baik karena dy akan memaksa otak manusia bekerja.
Stress itu buruk klo ga ditangani dengan benar.
Silahkan baca artikel berikut :
A. Definisi Stres



Menurut Hobfoll (dalam Santrock, 2003 : 557) pada awalnya, stres diambil begitu saja dari ilmu fisika. Pada saat itu manusia diperkirakan kurang lebih serupa dalam satu dan lain hal dengan obyek fisika, misalnya logam, yang mampu menahan kekuatan dari luar namun pada satu titik akan kehilangan kekuatannya bila dihadapkan pada satu tekanan yang besar.



Stres (stress) adalah respon individu terhadap keadaan atau kejadian yang memicu stres (stresor), yang mengancam dan mengganggu kemampuan seseorang untuk menanganinya (coping). Sedangkan menurut Hans Selye (dalam Santrock, 2003 : 557) stres sebenarnya adalah kerusakan yang dialami tubuh akibat berbagai tuntutan yang ditempatkan padanya.





B. Respon Tubuh terhadap Stres



Sindrom Adaptasi Umum (General Adaption Syndromel /GAS) adalah konsep yang dikemukakan oleh Selye yang menggambarkan efek umum pada tubuh ketika ada tuntutan yang ditempatkan pada tubuh tersebut. GAS terdiri dari tiga tahap, yaitu (Selye dalam Santrock, 2003 : 560) :

1. peningkatan alarm, individu memasuki kondisi shock yang bersifat sementara, suatu masa dimana pertahanan terhadap stres ada di bawah normal. Individu mengenali keberadaan stres dan mencoba menghilangkannya. Otot menjadi lemah, suhu tubuh menurun, dan tekanan darah juga turun. Kemudian terjadi yang disebut dengan countershock, dimana pertahanan terhadap stres mulai muncul ; korteks adrenal mulai membesar, dan pengeluaran hormon meningkat. Tahap alarm berlangsung singkat.

2. perlawanan (resistance), dimana pertahanan terhadap stres menjadi semakin intensif, dan semua upaya dilakukan untuk melawan stres. Pada tahap pertahanan, tubuh individu dipenuhi oleh hormon stres ; tekanan darah, detak jantung, suhu tubuh, dan pernafasan semua meningkat. Bila semua upaya yang dilakukan untuk melawan stres ternyata gagal dan stres tetap ada, maka akan masuk ke tahap selanjutnya.

3. kelelahan (exhausted), dimana kerusakan pada tubuh semakin meningkat, orang yang bersangkutan mungkin akan jatuh pingsan di tahap kelelahan ini, dan kerentanan terhadap penyakitpun meningkat.



Menurut Selye tidak semua stres itu buruk, yang kemudian dia sebut dengan Lustress yaitu konsep Selye yang menggambarkan sisi positif dari stres. Berkompetisi di suatu kejuaraan, menulis karangan, atau mengejar seseorang yang menarik membuat tubuh menghabiskan energi.



Salah satu kritik utama terhadap pandangan Selye adalah manusia tidak selalu bereaksi terhadap stres dengan cara yang sama seperti yang ia kemukakan. Masih banyak lagi yang harus dipahami mengenai stres pada manusia daripada sekedar mengetahui reaksi fisik manusia terhadap stres. Perlu juga mengetahui kepribadian mereka, susunan fisik, persepsi, dan konteks dimana stresor atau penyebab stres muncul (Hobfoll (1989) dalam Santrock, 2003 : 560).





C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi/Menyebabkan Stres



1. Faktor-Faktor Lingkungan

a. Beban yang terlalu berat, konflik dan frustasi

Istilah yang sering digunakan untuk beban yang terlalu berat di masa kini adalah burnout, perasaan tidak berdaya, tidak memiliki harapan, yang disebabkan oleh stres akibat pekerjaan yang sangat berat. Burnout membuat penderitanya merasa sangat kelelahan secara fisik dan emosional (Pines & Aronson (1988) dalam Santrock, 2003 : 560)



Berbagai stimulus bukan hanya dapat menjadi beban yang terlalu berat, namun juga bisa menjadi sumber konflik. Konflik terjadi ketika seseorang harus mengambil keputusan dari dua atau lebih stimulus yang tidak cocok. Tiga tipe konflik utama adalah :

1) mendekat/mendekat (approach/approach conflict), terjadi bila individu harus memilih antara dua stimulus atau keadaan yang sama menarik. Konflik mendekat/mendekat adalah konflik yang tingkat stresnya paling rendah dibandingkan dua tipe konflik lainnya karena dua pilihannya memberikan hasil yang positif.

2) menghindar/menghindar (avoidance/avoidance conflict), terjadi ketika individu harus memilih antara dua stimulus yang sama-sama tidak menarik, yang sebenarnya ingin dihindari keduanya, namun mereka harus memilih salah satunya. Pada banyak kasus, individu memilih untuk menunda mengambil keputusan dalam konflik menghindar/menghindar samap saat-saat terakhir.

3) mendekat/menghindar (approach/avoidance conflict), terjadi bila hanya ada satu stimulus atau keadaan namun memiliki karakteristik yang positif dan juga negatif. Bila dihadapkan dalam konflik seperti ini (timbul dilema), biasanya individu merasa bimbang sebelum mengambil keputusan. Ketika waktunya untuk mengambil keputusan semakin dekat, kecenderungan untuk menghindar biasanya semakin mendominasi (Miller (1959) dalam Santrock, 2003 : 561).



Frustasi adalah situasi apapun dimana individu tidak dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Kegagalan dan kehilangan adalah dua hal yang terutama membuat frustasi.



b. Kejadian besar dalam hidup dan gangguan sehari-hari



2. Faktor-Faktor Kepribadian ? Pola Tingkah Laku Tipe A (type A Behavior Pattern)

Adalah sekelompok karakteristik ? rasa kompetitif yang berlebihan, kemauan keras, tidak sabar, mudah marah , dan sikap bermusuhan ? yang dianggap berhubungan dengan masalah jantung. Penelitian mengenai pola tingkah laku tipe A pada anak-anak dan remaja menemukan bahwa anak-anak dan remaja dengan pola tingkah laku tipe A cenderung menderita lebih banyak penyakit, gejala gangguan jantung, ketegangan otot, dan gangguan tidur, dan bahwa anak-anak dan remaj dengan tipe A biasanya memiliki orang tua yang juga memiliki pola tingkah laku A (Santrock, 2003 : 570).



3. Faktor-Faktor Kognitif

Sesuatu yang menimbulkan stres tergantung pada bagaimana individu menilai dan menginterpretasikan suatu kejadian secara kognitif. Pandangan ini telah dikemukan oleh peneliti bernama Richard Lazarus (1966, 1990, 1993).



Penilaian kognitif (cognitive appraisal) adalah istilah yang digunakan Lazarus untuk menggambarkan interpretasi individu terhadap kejadian-kejadian dalam hidup mereka sebagai sesuatu yang berbahaya, mengancam, atau menantang dan keyakinan mereka apakah mereka memiliki kemampuan untuk menghadapi suatu kejadian dengan efektif (dalam Santrock, 2003 : 563).



Menurut pandangan Lazarus, berbagai kejadian dinilai dua langkah :

a. Penilaian primer (primary appraisal), mengartikan apakah suatu kejadian mengandung bahaya atau menyebabkan kehilangan, menimbulkan suatu ancaman akan bahaya di masa yang akan datang atau tantangan yang harus dihadapi.

1) Bahaya (harm), penilaian terhadap kerusakan yang sudah diakibatkan oleh suatu kejadian.

2) Ancaman (threat), penilaian terhadap kerusakan yang berpotensi terjadi di masa yang akan datang akibat suatu kejadian.

3) Tantangan (challenge), penilaian terhadap potensi untuk mengatasi situasi yang tidak menyenangkan akibat suatu kejadian dan mengambil keuntungan secara maksimal dari kejadian tersebut.



b. Penilaian sekunder (secondary appraisal), mengevaluasi potensi atau kemampuan dan menentukan seberapa efektif potensi atau kemampuan yang dapat digunakan untuk menghadapi suatu kejadian.



Lazarus percaya bahwa pengalaman stres adalah keseimbangan antara penilaian primer dan sekunder. Ketika bahaya dan ancaman tinggi, sementara tantangan dan sumber daya yang dimiliki rendah, stres cenderung akan menjadi berat; bila bahaya dan ancaman rendah, dan tantangan serta sumber daya yang dimiliki tinggi, maka stres akan cenderung menjadi ringan atau sedang (dalam Santrock, 2003 : 563).



4. Faktor-Faktor Sosial Budaya

a. Stres akulturatif

Akulturasi (acculturation) mengacu pada perubahan kebudayaan yang merupakan akibat dari kontak langsung yang sifatnya terus menerus antara dua kelompok kebudayaan yang berbeda. Sedangkan stres akulturatif (acculturative) adalah konsekuensi negatif dari akulturasi.



b. Status sosial ekonomi









D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketahanan (resilience) terhadap Stres



Menurut Norman Garmezy (dalam Santrock, 2003 : 565) :

1. ketrampilan kognitif (perhatian, pemikiran reflektif) dan respon positif terhadap orang lain

2. keluarga, ditandai dengan adanya kehangatan, keterikatan satu sama lain, dan ada orang dewasa yang memperhatikan

3. ketersediaan sumber dukungan eksternal, seperti ketika kebutuhan yang kuat akan tokoh ibu dapat dipenuhi oleh tokoh guru, tetangga, orang tua teman, atau struktur institusional.



E. Cara Penanganan Stres

1. menghilangkan stres mekanisme pertahanan, dan penanganan yang berfokus pada masalah

Menurut Lazarus (dalam Santrock, 2003 : 566) penanganan stres atau coping terdiri dari dua bentuk, yaitu :

a. Coping yang berfokus pada masalah (problem-focused coping) adalah istilah Lazarus untuk strategi kognitif untuk penanganan stres atau coping yang digunakan oleh individu yang menghadapi masalahnya dan berusaha menyelesaikannya.

b. Coping yang berfokus pada emosi (problem-focused coping)adalah istilah Lazarus untuk strategi penanganan stres dimana individu memberikan respon terhadap situasi stres dengan cara emosional, terutama dengan menggunakan penilaian defensif.



2. Strategi penanganan stres dengan mendekat dan menghindar (Santrock, 2003 : 567) :

a. strategi mendekati (approach strategies) meliputi usaha kognitif untuk memahami penyebab stres dan usaha untuk menghadapi penyebab stres tersebut dengan cara menghadapi penyebab stres tersebut atau konsekuensi yang ditimbulkannya secara langsung

b. strategi menghindar (avoidance strategies) meliputi usaha kognitif untuk menyangkal atau meminimalisasikan penyebab stres dan usaha yang muncul dalam tingkah laku, untuk menarik diri atau menghindar dari penyebab stres



Menurut Ebata & Moos, 1994 (dalam Santrock, 2003 : 567) individu yang menggunakan strategi mendekat untuk menghadapi stres adalah remaja yang berusia lebih tua, lebih aktif, menilai stresor utama yang muncul sebagai sesuatu yang dapat dikendalikan dan sebagai suatu tantangan, dan memiliki sumber daya sosial yang dapat digunakan. Sedangkan, individu yang menggunakan strategi menghindar mudah merasa tertekan dan mengalami stres, memiliki stresor yang lebih kronis, dan telah mengalami kejadian-kejadian yang lebih negatif dalam kehidupannya selama tahun sebelumnya.



3. Berpikir positif dan self-efficacy

Menurut Bandura (dalam Santrock, 2003 : 567) self-efficacy adalah sikap optimis yang memberikan perasaan dapat mengendalikan lingkungannya sendiri.



Menurut model realitas kenyataan dan khayalan diri yang dikemukan oleh Baumeister, individu dengan penyesuaian diri yang terbaik seringkali memiliki khayalan tentang diri mereka sendiri yang sedikit di atas rata-rata. Memiliki pendapat yang terlalu dibesar-besarkan mengenai diri sendiri atau berpikir terlalu negatif mengenai diri sendiri dapat mengakibatkan konsekuensi yang negatif. Bagi beberapa orang, melihat segala sesuatu dengan terlalu cermat dapat mengakibatkan merasa tertekan. Secara keseluruhan, dalam kebanyakan situasi, orientasi yang berdasar pada kenyataan atau khayalan yang sedikit di atas rata-rata dapat menjadi yang paling efektif (dalam Santrock, 2003 : 568).



4. Sistem dukungan

Menurut East, Gottlieb, O?Brien, Seiffge-Krenke, Youniss & Smollar (dalam Santrock, 2003 : 568), keterikatan yang dekat dan positif dengan orang lain ? terutama dengan keluarga dan teman ? secara konsisten ditemukan sebagai pertahanan yang baik terhadap stres.

5. Berbagai strategi penanganan stres

Dalam penanganan stres dapat menggunakan berbagai strategi coping, karena stres juga disebabkan tidak hanya oleh satu faktor, melainkan oleh berbagai faktor (Susman, 1991 dalam Santrock, 2003 : 569).

sumber : http://lussysf.multiply.com/journal/item/67
 
makasih infonya ...bagus banget buat refleksi diri. Agar tidaj jatuh ke dalam kondisi stres. Yach....lebih baik mencegah daripada mengobati.
 
Dalam pekerjaan, kalau seseorang semakin ditarget yang kadang menimbulkan stress bisa menghasilkan sesuatu yang maksimal
 
BAIK.
- asal gak ganggu lingkungan/kenyamanan orang lain.
- Rizky buat team terapi.(gak ada orang stress kasihan psikolog2 sama rumah rehab)
- palagi asal dpt duit gajian/pensiun lalu bagi2 ke tetangga pe abis.. beramal katanya.
...
Gak baiknya?
- kadang suka teriak2. bising!
(katanya.. yg gak stress saja suka teriak2 pake corong suara! gue kan gak pake tu alat!)
- gak bisa kena sangsi uu pidana/perdata. punya rumah dilempar batu pe kaca+genting pecah.. paling2 ditangkep dikasih baju sama makanan...
dll, dls, etc.

- n1 -
suka stress gara2 internet kek keyong.(dulu saat Rp.1/10.kb.. blum ada paket!) udah bayar mahal buka yutub cuma lingkaran muter2.
 
Dalam pekerjaan, kalau seseorang semakin ditarget yang kadang menimbulkan stress bisa menghasilkan sesuatu yang maksimal

biasanya pekerja di bidang marketing yg suka diberi target penjualan makanya yg bekerja di bidang ini banyak yg mengalami stress
 
Tertekan tertekan... orang klo tertekan ga taw harus bagaimana
Stres stres stress... stress itu bisa baik bisa buruk. Stress bisa baik karena dy akan memaksa otak manusia bekerja.
Stress itu buruk klo ga ditangani dengan benar.
Silahkan baca artikel berikut :
A. Definisi Stres



Menurut Hobfoll (dalam Santrock, 2003 : 557) pada awalnya, stres diambil begitu saja dari ilmu fisika. Pada saat itu manusia diperkirakan kurang lebih serupa dalam satu dan lain hal dengan obyek fisika, misalnya logam, yang mampu menahan kekuatan dari luar namun pada satu titik akan kehilangan kekuatannya bila dihadapkan pada satu tekanan yang besar.



Stres (stress) adalah respon individu terhadap keadaan atau kejadian yang memicu stres (stresor), yang mengancam dan mengganggu kemampuan seseorang untuk menanganinya (coping). Sedangkan menurut Hans Selye (dalam Santrock, 2003 : 557) stres sebenarnya adalah kerusakan yang dialami tubuh akibat berbagai tuntutan yang ditempatkan padanya.





B. Respon Tubuh terhadap Stres



Sindrom Adaptasi Umum (General Adaption Syndromel /GAS) adalah konsep yang dikemukakan oleh Selye yang menggambarkan efek umum pada tubuh ketika ada tuntutan yang ditempatkan pada tubuh tersebut. GAS terdiri dari tiga tahap, yaitu (Selye dalam Santrock, 2003 : 560) :

1. peningkatan alarm, individu memasuki kondisi shock yang bersifat sementara, suatu masa dimana pertahanan terhadap stres ada di bawah normal. Individu mengenali keberadaan stres dan mencoba menghilangkannya. Otot menjadi lemah, suhu tubuh menurun, dan tekanan darah juga turun. Kemudian terjadi yang disebut dengan countershock, dimana pertahanan terhadap stres mulai muncul ; korteks adrenal mulai membesar, dan pengeluaran hormon meningkat. Tahap alarm berlangsung singkat.

2. perlawanan (resistance), dimana pertahanan terhadap stres menjadi semakin intensif, dan semua upaya dilakukan untuk melawan stres. Pada tahap pertahanan, tubuh individu dipenuhi oleh hormon stres ; tekanan darah, detak jantung, suhu tubuh, dan pernafasan semua meningkat. Bila semua upaya yang dilakukan untuk melawan stres ternyata gagal dan stres tetap ada, maka akan masuk ke tahap selanjutnya.

3. kelelahan (exhausted), dimana kerusakan pada tubuh semakin meningkat, orang yang bersangkutan mungkin akan jatuh pingsan di tahap kelelahan ini, dan kerentanan terhadap penyakitpun meningkat.



Menurut Selye tidak semua stres itu buruk, yang kemudian dia sebut dengan Lustress yaitu konsep Selye yang menggambarkan sisi positif dari stres. Berkompetisi di suatu kejuaraan, menulis karangan, atau mengejar seseorang yang menarik membuat tubuh menghabiskan energi.



Salah satu kritik utama terhadap pandangan Selye adalah manusia tidak selalu bereaksi terhadap stres dengan cara yang sama seperti yang ia kemukakan. Masih banyak lagi yang harus dipahami mengenai stres pada manusia daripada sekedar mengetahui reaksi fisik manusia terhadap stres. Perlu juga mengetahui kepribadian mereka, susunan fisik, persepsi, dan konteks dimana stresor atau penyebab stres muncul (Hobfoll (1989) dalam Santrock, 2003 : 560).





C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi/Menyebabkan Stres



1. Faktor-Faktor Lingkungan

a. Beban yang terlalu berat, konflik dan frustasi

Istilah yang sering digunakan untuk beban yang terlalu berat di masa kini adalah burnout, perasaan tidak berdaya, tidak memiliki harapan, yang disebabkan oleh stres akibat pekerjaan yang sangat berat. Burnout membuat penderitanya merasa sangat kelelahan secara fisik dan emosional (Pines & Aronson (1988) dalam Santrock, 2003 : 560)



Berbagai stimulus bukan hanya dapat menjadi beban yang terlalu berat, namun juga bisa menjadi sumber konflik. Konflik terjadi ketika seseorang harus mengambil keputusan dari dua atau lebih stimulus yang tidak cocok. Tiga tipe konflik utama adalah :

1) mendekat/mendekat (approach/approach conflict), terjadi bila individu harus memilih antara dua stimulus atau keadaan yang sama menarik. Konflik mendekat/mendekat adalah konflik yang tingkat stresnya paling rendah dibandingkan dua tipe konflik lainnya karena dua pilihannya memberikan hasil yang positif.

2) menghindar/menghindar (avoidance/avoidance conflict), terjadi ketika individu harus memilih antara dua stimulus yang sama-sama tidak menarik, yang sebenarnya ingin dihindari keduanya, namun mereka harus memilih salah satunya. Pada banyak kasus, individu memilih untuk menunda mengambil keputusan dalam konflik menghindar/menghindar samap saat-saat terakhir.

3) mendekat/menghindar (approach/avoidance conflict), terjadi bila hanya ada satu stimulus atau keadaan namun memiliki karakteristik yang positif dan juga negatif. Bila dihadapkan dalam konflik seperti ini (timbul dilema), biasanya individu merasa bimbang sebelum mengambil keputusan. Ketika waktunya untuk mengambil keputusan semakin dekat, kecenderungan untuk menghindar biasanya semakin mendominasi (Miller (1959) dalam Santrock, 2003 : 561).



Frustasi adalah situasi apapun dimana individu tidak dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Kegagalan dan kehilangan adalah dua hal yang terutama membuat frustasi.



b. Kejadian besar dalam hidup dan gangguan sehari-hari



2. Faktor-Faktor Kepribadian � Pola Tingkah Laku Tipe A (type A Behavior Pattern)

Adalah sekelompok karakteristik � rasa kompetitif yang berlebihan, kemauan keras, tidak sabar, mudah marah , dan sikap bermusuhan � yang dianggap berhubungan dengan masalah jantung. Penelitian mengenai pola tingkah laku tipe A pada anak-anak dan remaja menemukan bahwa anak-anak dan remaja dengan pola tingkah laku tipe A cenderung menderita lebih banyak penyakit, gejala gangguan jantung, ketegangan otot, dan gangguan tidur, dan bahwa anak-anak dan remaj dengan tipe A biasanya memiliki orang tua yang juga memiliki pola tingkah laku A (Santrock, 2003 : 570).



3. Faktor-Faktor Kognitif

Sesuatu yang menimbulkan stres tergantung pada bagaimana individu menilai dan menginterpretasikan suatu kejadian secara kognitif. Pandangan ini telah dikemukan oleh peneliti bernama Richard Lazarus (1966, 1990, 1993).



Penilaian kognitif (cognitive appraisal) adalah istilah yang digunakan Lazarus untuk menggambarkan interpretasi individu terhadap kejadian-kejadian dalam hidup mereka sebagai sesuatu yang berbahaya, mengancam, atau menantang dan keyakinan mereka apakah mereka memiliki kemampuan untuk menghadapi suatu kejadian dengan efektif (dalam Santrock, 2003 : 563).



Menurut pandangan Lazarus, berbagai kejadian dinilai dua langkah :

a. Penilaian primer (primary appraisal), mengartikan apakah suatu kejadian mengandung bahaya atau menyebabkan kehilangan, menimbulkan suatu ancaman akan bahaya di masa yang akan datang atau tantangan yang harus dihadapi.

1) Bahaya (harm), penilaian terhadap kerusakan yang sudah diakibatkan oleh suatu kejadian.

2) Ancaman (threat), penilaian terhadap kerusakan yang berpotensi terjadi di masa yang akan datang akibat suatu kejadian.

3) Tantangan (challenge), penilaian terhadap potensi untuk mengatasi situasi yang tidak menyenangkan akibat suatu kejadian dan mengambil keuntungan secara maksimal dari kejadian tersebut.



b. Penilaian sekunder (secondary appraisal), mengevaluasi potensi atau kemampuan dan menentukan seberapa efektif potensi atau kemampuan yang dapat digunakan untuk menghadapi suatu kejadian.



Lazarus percaya bahwa pengalaman stres adalah keseimbangan antara penilaian primer dan sekunder. Ketika bahaya dan ancaman tinggi, sementara tantangan dan sumber daya yang dimiliki rendah, stres cenderung akan menjadi berat; bila bahaya dan ancaman rendah, dan tantangan serta sumber daya yang dimiliki tinggi, maka stres akan cenderung menjadi ringan atau sedang (dalam Santrock, 2003 : 563).



4. Faktor-Faktor Sosial Budaya

a. Stres akulturatif

Akulturasi (acculturation) mengacu pada perubahan kebudayaan yang merupakan akibat dari kontak langsung yang sifatnya terus menerus antara dua kelompok kebudayaan yang berbeda. Sedangkan stres akulturatif (acculturative) adalah konsekuensi negatif dari akulturasi.



b. Status sosial ekonomi









D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketahanan (resilience) terhadap Stres



Menurut Norman Garmezy (dalam Santrock, 2003 : 565) :

1. ketrampilan kognitif (perhatian, pemikiran reflektif) dan respon positif terhadap orang lain

2. keluarga, ditandai dengan adanya kehangatan, keterikatan satu sama lain, dan ada orang dewasa yang memperhatikan

3. ketersediaan sumber dukungan eksternal, seperti ketika kebutuhan yang kuat akan tokoh ibu dapat dipenuhi oleh tokoh guru, tetangga, orang tua teman, atau struktur institusional.



E. Cara Penanganan Stres

1. menghilangkan stres mekanisme pertahanan, dan penanganan yang berfokus pada masalah

Menurut Lazarus (dalam Santrock, 2003 : 566) penanganan stres atau coping terdiri dari dua bentuk, yaitu :

a. Coping yang berfokus pada masalah (problem-focused coping) adalah istilah Lazarus untuk strategi kognitif untuk penanganan stres atau coping yang digunakan oleh individu yang menghadapi masalahnya dan berusaha menyelesaikannya.

b. Coping yang berfokus pada emosi (problem-focused coping)adalah istilah Lazarus untuk strategi penanganan stres dimana individu memberikan respon terhadap situasi stres dengan cara emosional, terutama dengan menggunakan penilaian defensif.



2. Strategi penanganan stres dengan mendekat dan menghindar (Santrock, 2003 : 567) :

a. strategi mendekati (approach strategies) meliputi usaha kognitif untuk memahami penyebab stres dan usaha untuk menghadapi penyebab stres tersebut dengan cara menghadapi penyebab stres tersebut atau konsekuensi yang ditimbulkannya secara langsung

b. strategi menghindar (avoidance strategies) meliputi usaha kognitif untuk menyangkal atau meminimalisasikan penyebab stres dan usaha yang muncul dalam tingkah laku, untuk menarik diri atau menghindar dari penyebab stres



Menurut Ebata & Moos, 1994 (dalam Santrock, 2003 : 567) individu yang menggunakan strategi mendekat untuk menghadapi stres adalah remaja yang berusia lebih tua, lebih aktif, menilai stresor utama yang muncul sebagai sesuatu yang dapat dikendalikan dan sebagai suatu tantangan, dan memiliki sumber daya sosial yang dapat digunakan. Sedangkan, individu yang menggunakan strategi menghindar mudah merasa tertekan dan mengalami stres, memiliki stresor yang lebih kronis, dan telah mengalami kejadian-kejadian yang lebih negatif dalam kehidupannya selama tahun sebelumnya.



3. Berpikir positif dan self-efficacy

Menurut Bandura (dalam Santrock, 2003 : 567) self-efficacy adalah sikap optimis yang memberikan perasaan dapat mengendalikan lingkungannya sendiri.



Menurut model realitas kenyataan dan khayalan diri yang dikemukan oleh Baumeister, individu dengan penyesuaian diri yang terbaik seringkali memiliki khayalan tentang diri mereka sendiri yang sedikit di atas rata-rata. Memiliki pendapat yang terlalu dibesar-besarkan mengenai diri sendiri atau berpikir terlalu negatif mengenai diri sendiri dapat mengakibatkan konsekuensi yang negatif. Bagi beberapa orang, melihat segala sesuatu dengan terlalu cermat dapat mengakibatkan merasa tertekan. Secara keseluruhan, dalam kebanyakan situasi, orientasi yang berdasar pada kenyataan atau khayalan yang sedikit di atas rata-rata dapat menjadi yang paling efektif (dalam Santrock, 2003 : 568).



4. Sistem dukungan

Menurut East, Gottlieb, O�Brien, Seiffge-Krenke, Youniss & Smollar (dalam Santrock, 2003 : 568), keterikatan yang dekat dan positif dengan orang lain � terutama dengan keluarga dan teman � secara konsisten ditemukan sebagai pertahanan yang baik terhadap stres.

5. Berbagai strategi penanganan stres

Dalam penanganan stres dapat menggunakan berbagai strategi coping, karena stres juga disebabkan tidak hanya oleh satu faktor, melainkan oleh berbagai faktor (Susman, 1991 dalam Santrock, 2003 : 569).

sumber : http://lussysf.multiply.com/journal/item/67

Saat stres, kita akan dipaksa untuk berpikir lebih keras. Tanpa kita sadari, hal ini dapat meningkatkan fungsi otak, termasuk daya ingat dan kemampuanmu untuk berkonsentrasi. Hal tersebut bisa terjadi karena saat kita stres dan berpikir keras, produksi senyawa kimia dalam otak yang disebut neutrorophin akan meningkat.
 
Back
Top