Kerja Keras Kita Untuk Apa dan Siapa?

Megha

New member
Bagi dunia, sangat mungkin kau hanyalah seseorang, tapi bagi seseorang, siapa tahu kau adalah dunianya..

Masih Adakah Waktu Untuk Yang Tercinta?






Seperti biasa Yudhi, karyawan sebuah perusahaan swasta terkemuka di Indonesia, tiba di rumahnya pada pukul 9 malam.

Tidak seperti biasanya, Imaz, putra pertamanya yang baru duduk di kelas lima SD membukakan pintu untuknya. Nampaknya ia sudah menunggu cukup lama.

“Kok, belum tidur ?” sapa Yudhi sambil mencium anaknya. Biasanya Imaz memang sudah lelap ketika ia pulang dan baru terjaga ketika ia akan berangkat ke kantor pagi hari.

Sambil membuntuti sang Ayah menuju ruang keluarga, Imaz menjawab, “Aku nunggu Ayah pulang. Sebab aku mau tanya berapa sih gaji Ayah ?”
“Lho tumben, kok nanya gaji Ayah ? Mau minta uang lagi, ya ?”

“Ah, enggak. Pengen tahu aja” ucap Imaz singkat.

“Oke. Kamu boleh hitung sendiri. Setiap hari Ayah bekerja sekitar 10 jam dan dibayar Rp. 400.000,-. Setiap bulan rata-rata dihitung 22 hari kerja. Sabtu dan Minggu libur, kadang Sabtu Ayah masih lembur. Jadi, gaji Ayah dalam satu bulan berapa, hayo ?”

Imaz berlari mengambil kertas dan pensilnya dari meja belajar sementara Ayahnya melepas sepatu dan menyalakan televisi.

Ketika Yudhi beranjak menuju kamar untuk berganti pakaian, Imaz berlari mengikutinya. “Kalo satu hari Ayah dibayar Rp. 400.000,-untuk 10 jam, berarti satu jam Ayah digaji Rp. 40.000,- dong” katanya.

“Wah, pinter kamu. Sudah, sekarang cuci kaki, tidur” perintah Yudhi. Tetapi Imaz tidak beranjak. Sambil menyaksikan Ayahnya berganti pakaian, Imaz kembali bertanya,

“Ayah, aku boleh pinjam uang Rp. 5.000,- enggak ?”

“Sudah, nggak usah macam-macam lagi. Buat apa minta uang malam-malam begini ? Ayah capek. Dan mau mandi dulu. Tidurlah”.

“Tapi Ayah…”
Kesabaran Yudhi pun habis. “Ayah bilang tidur !” hardiknya mengejutkan Imaz. Anak kecil itu pun berbalik menuju kamarnya.

Usai mandi, Yudhi nampak menyesali hardiknya. Ia pun menengok Imaz di kamar tidurnya. Anak kesayangannya itu belum tidur. Imaz didapati sedang terisak-isak pelan sambil memegang uang Rp. 15.000,- di tangannya. Sambil berbaring dan mengelus kepala bocah kecil itu, Yudhi berkata,

“Maafkan Ayah, Nak, Ayah sayang sama Imaz. Tapi buat apa sih minta uang malam-malam begini ? Kalau mau beli mainan, besok kan bisa. Jangankan Rp.5.000,- lebih dari itu pun Ayah kasih” jawab Yudhi.

“Ayah, aku enggak minta uang. Aku hanya pinjam. Nanti aku kembalikan kalau sudah menabung lagi dari uang jajan selama minggu ini”.
“lya, iya, tapi buat apa ?” tanya Yudhi lembut.

“Aku menunggu Ayah dari jam 8. Aku mau ajak Ayah main ular tangga. Tiga puluh menit aja. Ibu sering bilang kalo waktu Ayah itu sangat berharga. Jadi, aku mau ganti waktu Ayah. Waktu Aku buka tabunganku, ternyata hanya ada Rp.15.000,- tapi karena Ayah bilang satu jam Ayah dibayar Rp. 40.000,- maka setengah jam aku harus ganti Rp. 20.000,-. Tapi duit tabunganku kurang Rp.5.000, makanya aku mau pinjam dari Ayah” kata Imaz polos.

Yudhi pun terdiam. ia kehilangan kata-kata. Dipeluknya bocah kecil itu erat-erat dengan perasaan haru. Dia baru menyadari, ternyata aneka materi yang dia berikan selama ini, tidak cukup untuk “membeli” kebahagiaan anaknya. renungan pribadi
 
Last edited:
untuk kehidupan kita dan juga untuk kepentingan dimasa depan... dan berilah waktu untuk orang yang kamu cintai... janganlah trus terjerumus dalam lubang karir :D
 
Back
Top