Pertama tama kita ucapkan dulu rasa simpati dan keprihatinan yg mendalam kepada seluruh penumpang dan keluarga penumpang Adam Air KI 574 yg tertimpa musibah. Semoga cepat bisa diketemukan dan ditangani selayaknya.
Betul kata bung langit_byru bahwa penerbangan komersial sebenarnya adalah moda transportasi yg paling aman. Tentunya ada syarat? dan ketentuan yg hrs dipatuhi agar bisa disebut paling aman. Persoalannya menjadi lain ketika syarat dan ketentuan tersebut tdk dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Karena tdk memiliki data angka yg pasti soal kecelakaan pesawat terbang komesial terjadwal di Indonesia dibanding di Amerika, saya tdk berani menanggapi pernyataan bung langit_byru soal angka kecelakaan pesawat di Amerika. Namum patut diingat bahwa frekuensi penerbangan di Amerika pasti bbrp kalai lbh besar dari di Indonesia. Sedang di Indonesia, hampur setiap bulan kita mendengar ada kejadian kecelakaan pesawat komersial, baik yg hanya sekedar tergelincir keluar landasan atau nyasar ke tempat lain sampai yg fatal seperti Mandala di Medan, Lion Air di Solo dan yg terbaru tentu saja Adam Air 574.
Mengulas sedikit tentang faktor? yg bisa menyebabkan kecelakaan pesawat terbang spt yg sudah diungkap bung langit_byru:
Faktor teknis
Baik menyangkut teknis pesawat itu sendiri maupun teknis bandara dan sarana pendukung lainnya.
Faktor manusia
Jelas bahwa manusia lah yg mengoperasikan semua peralatan teknis di atas.
Faktor Cuaca dan kondisi alam
Keselamtan penerbangan sangat tergantung dari cuaca dan kondisi alam yg lainnya. Faktor ini bisa diprediksi, namun tak jarang cuaca dan kondisi alam bisa berubah secara tiba?. Pada kondisi tertentu sifatnya menjadi uncontrolable
Okey kalau kita meneropong faktor? di atas, pertanyaannya sejauh mana peranannya di Indonesia ini.
Soal teknis, harus diakui bahwa kita (pemerintah dan perusahaan penerbangan di Indoensia) belum mampu mengikuti perkembangan teknis yg melaju begitu cepat. Hal ini dikemukakan sendiri oleh Cheppy Hakim, mantan Panglima TNI AU, yg ikut dimintai masukkannya oleh SBY soal hilangnya Adam Air. Masalahnya tentu saja soal ekonomi, kita belum mampu beli.
Lihat saja armada pesawat yg dipakai oleh penerbangan berbiaya rendah (low cost carrier). Rata? adalah pesawat bekas yg sudah "dewasa" (artinya usianya sdh lbh dari 17 thn). Memang pesawat tersebut masih laik terbang, tapi tentu saja teknologinya sudah ketinggalan, termasuk teknologi yg menyangkut masalah keselamatan. Dan jgn bicara soal kenyamanan. Yah namanya juga low cost carrier, mottonya saja: "Murah, Meriah, Pasrah" sehingga kalau kita naik maskapai tersebut dapat bonus juga berupa doa.
Mengenai faktor manusia, saya tdk berani berkomentar banyak, takut dikira merendahkan bangsa sendiri.
Faktor cuaca dan kondisi alam mau diapakan lagi. Namanya juga alam, kita manusia hanya bisa beradaptasi dan menyiasatinya.
Lalu bagaimana baiknya penerbangan di Indonesia ini? Kalau saya boleh usul sebaiknya kelas penerbangan di Indonesia jgn terlampau banyak spt sekarang ini, ada Y Class, M Class, N Class, Business Class dll. Cukup dua saja, yaitu A Class dan M Class. Dimana huruf A adalah kependekan dari Aman dan huruf M adalah kependekan dari Murah. Tinggal penumpang yg memilih, mau aman atau mau murah. Naik A Class pesawatnya masih balita dan kalau hilang dicari sampai ketemu dan kalau tewas dapat santuan ratusan juta. Naik M Class pesawatnya sdh boleh punya KTP dan kalau hilang keluarga penumpang hrs nyari sendiri, kalau tewas ya santunannya spt orang naik bis, cukup Jasa Raharja 2,5 juta per kepala. Yah kayak orang naik becak di Surabaya gitulah, "Murah kok minta selamat."
Salam Ngawur,
Negosiator