Kalina
Moderator
SETIAP HARI PK. 19.00 WIB
Di suatu desa SITI (25) wanita muda yang sholeha tapi miskin tengah berjuang melahirkan seorang diri di rumah seorang bidan. Siti tak ditemani oleh siapapun, sebab suaminya baru saja meninggal saat sedang melaut.
Bersamaan ada seorang wanita ZALIMAH (25) seorang wanita licik, yang diam-diam berprofesi sebagai penculik dan penjual bayi, juga berpura-pura melahirkan di saat yang bersamaan. Zalimah telah lama berpura-pura hamil anak keduanya, karena dia punya rencana jahat merebut bayi Siti. Rencana Zalimah ini didukung oleh Rajaf, suaminya, yang berhati tak kalah busuk... Rajaf rupanya telah membayar bidan tersebut untuk melancarkan rencana mereka.
Siti pun melahirkan. Alangkah kagetnya Siti, saat bidan itu masuk kembali ke ruangannya, bidan kemudian mengatakan bahwa bayi Siti itu meninggal. Siti merasa itu tak mungkin. Sebab Siti yakin dia mendengar tangisan bayinya yang begitu keras, bahkan sempat melihat betapa sehatnya dia walaupun cuma sekilas. Siti pun jadi histeris. Para tetangga yang menjenguk Siti pun curiga. Tapi Bidan kemudian membawa mayat bayi itu sebagai bukti kepada Siti.
Siti yang hancur hati terus menangis. Tapi sang Bidan malah mengusir Siti. Siti akhirnya pun pergi. Tak sengaja Siti malah melihat bayi di tangan Zalimah. Alangkah kagetnya Siti karena dia melihat tanda lahir itu. Siti langsung menghampiri Zalimah dan minta bayinya dikembalikan. Tapi Zalimah menolak mentah-mentah dan tetap mengakui bayi itu sebagai putrinya. Mereka pun bertengkar hebat.
Akhirnya, pertengkaran mereka pun dibawa ke kepala desa. Siti menceritakan semuanya. Zalimah juga menceritakan versinya sendiri. Kepala desa akhirnya mencari akal untuk menyelesaikan masalah itu. Dia mengambil parang dan bilang kalau mereka tak berdamai, lebih baik bayi ini dibelah dua saja biar adil. Bukan main kagetnya Zalimah dan Siti. Siti ketakutan dan memohon agar Kepala Desa jangan melakukan hal itu. Siti rela menyerahkan bayi itu pada Zalimah. Zalimah kegirangan.
Tapi Tuhan maha adil! Uang panas yang diterima bidan dari Zalimah rupanya tak berbuah baik. Malah membuat Bidan celaka. Bidan yang akhirnya cacat ini pun akhirnya sadar akan teguran Tuhan. Bidan bertobat. Dia akhirnya memberitahu segalanya pada Siti. Bukan main kagetnya Siti. Namun, alangkah kagetnya sang Bidan karena Siti tidak marah pada sang Bidan. Malahan Siti memaafkan sang Bidan. Dan akhirnya membuat sang Bidan bisa meningga dengan tenang.
Siti berusaha mencari zalimah, tapi zalimah dan rajaf sudah menghilang bersama bayinya. Siti sangat sedih. Untuk melupakan segalanya, Siti pun akhirnya memutuskan untuk pergi dari kampung itu dan memulai hidup baru. Dalam perjalanan, Siti bertemu dengan seorang anak perempuan berumur 2 tahun yang menggembel dan dikejar-kejar kamtib. Siti kasihan sekali pada anak itu. Akhirnya Siti pun mengasuhnya dan mengangkatnya menjadi anaknya. Siti memberinya nama Marwah.
Sementara itu, di Jakarta, putri Siti tumbuh dewasa menjadi anak orang kaya raya yang lemah lembut, baik hati, cantik jelita, dan pintar. Dia dipanggil Safa. Safa memiliki seorang kakak laki-laki yang tengil, suka hura-hura, dan sedikit jahil bernama Ilham. Toh Safa tahu bahwa hati Ilham baik. Namun demikian, Safa selalu merasa bahwa Ilham menjaga sedikit jarak dengannya. Safa tak tahu bahwa secara tak sengaja, Ilham sebenarnya tahu bahwa Safa bukan adik kandungnya. Namun Ilham tak sampai hati memberitahu Safa akan hal itu.
Siti sendiri hidupnya masih tetap pas-pasan. Toh dia tetap cukup terhibur dengan kehadiran Marwah. Sebab Marwah telah tumbuh menjadi gadis yang cantik, tegar, pemberani, sedikit keras kepala tapi berhati baik dan rajin beribadah. Marwah tak pernah ingat bahwa dia bukan putri kandung Siti. Siti sendiri tak sampai hati memberitahu Marwah akan hal itu. Dia pun membiarkan Marwah mengira bahwa dirinya adalah putri kandung Siti. Namun, tak sedetikpun Siti melupakan putrinya. Sejak kecil Marwah juga mengetahui kerinduan hati Siti ini. Sejak kecil Marwah pun cuma punya satu tekad, mempertemukan ibunya dengan “adiknya” itu suatu saat nanti.
Marwah akhirnya berhasil mendapatkan beasiswa di sebuah kampus ternama di Jakarta. Marwah sangat bahagia. Siti juga sangat bahagia. Di sanalah Marwah kemudian bertemu dengan Safa... Dan nasib pun seperti terus berusaha mengikat mereka, tanpa mereka pernah menyadari ikatan apakah yang ada di antara mereka sebenarnya.
Dan kisah cinta segi empat antara Safa, Marwah, Ilham (yang sebenarnya merasakan perasaan suka sejak dia tau kalau Safa bukanlah adik kandungnya, tapi tidak pernah menyadarinya selama ini), dan Adil – seorang lelaki tampan, soleh, bijak, sederhana, anak penjaga masjid, semakin memberikan bumbu yang membuat kisah ini semakin menarik dan tidak ada habisnya untuk digali.