GakBisaPuisi
New member
Mikhail Fridman (Rusia).
Kekayaan Buffett ditaksir Forbes mencapai US$ 62 miliar, naik US$ 10 miliar dibanding tahun lalu. Orang terkaya kedua, Carlos Slim memiliki kekayaan US$ 60 miliar. Sementara harta Gates kini pundinya ditaksir Forbes mencapai US$ 58 miliar.
Bukan hanya sektor pertambangan yang menjadi pemikat para konglomerat Rusia. Sektor lain turut pula dilirik. Antara lain bisnis telekomunikasi, militer, dan perbankan. Alfa Group, misalnya, ikut terpancing menggeluti sektor perbankan dan telekomunikasi. Bahkan perusahaan raksasa milik Mikhail Fridman itu sudah tercium jejaknya di Indonesia sejak setahun silam.
Dalam konstelasi bisnis di Rusia, Fridman termasuk milyarder paling disegani. Pria 42 tahun itu masuk daftar lima orang terkaya di Rusia dan peringkat ke-50 orang terkaya di dunia. Bersama rekan kuliahnya di Moscow Institute of Steel and Alloys, German Khan dan Alexel Kuzmichov, Fridman menggabungkan tiga usaha di bidang foto, trading, dan investasi menjadi Alfa Group. Konglomerat Rusia itu akhirnya merambah ke bidang telekomunikasi dan perbankan setelah mengakuisisi Alfa Bank.
Alfa Group juga menebarkan jaringan retail dengan bendera Pyaterochka Holding NV dan Perekrestok Group of Companies. Kini hampir semua lini bisnis di Rusia dikuasai Alfa Group. Dengan memiliki lebih dari 15 perusahaan raksasa, Alfa Group siap mendunia, termasuk merambah bisnis telekomunikasi dan perbankan di Indonesia.
Lewat bendera Altimo, yang menjadi sayap bisnis Alfa Group di sektor telekomunikasi, Alfa Group merangsek ke Indonesia. Tahun lalu, Altimo datang dengan janji menanam duit di jalur telekomunikasi hingga senilai Rp 18 trilyun. Vice President Altimo, Kirill Babaev, mengaku sedang mengincar perusahaan seluler di Indonesia yang memiliki jaringan luas. "Tapi kami perlu beradaptasi lebih dulu dalam ketatnya persaingan bisnis seluler di Indonesia," ujar Kirill.
Menurut Didie, masuknya para konglomerat Rusia ke berbagai bidang di Indonesia itu menggambarkan sebuah perubahan drastis di negeri beruang merah. Namun tidak mudah memulai babak baru bermitra dengan para investor Rusia. Lantaran puluhan tahun berada dalam situsi politik yang unik, warga Rusia selalu ingin memiliki referensi atau jaminan dalam berbisnis. "Jadi, tidak ada cerita, mereka datang langsung mengucurkan duit segar, sebab rasa curiga mereka tinggi sekali," kata Didie.
Sama halnya dengan jejaring kekuasaan, para pebisnis Rusia juga memegang sistem bossy. Artinya, kekuasaan ada di satu tangan, baik di perusahaan maupun pemerintahan. "Jadi, percuma kita ngomong sama orang yang bukan penentu kebijakan," ujar Didie. Toh, kendala budaya itu akhirnya lebur demi kepentingan bisnis yang saling menguntungkan.
Source : http://www.gatra.com/